Gadis Cantik Dengan Buah Dada Yang Besar Dan Indah

kenangan.xyz – Setelah berputar-putar cukup lama, Aku menjadi memarkirkan motorku disalah satu kantor kecil di bilangan Jakarta Selatan. Kantor ini adalah punya keliru satu kerabatku yang konon katanya sedang kekurangan tenaga. Lucunya, meski disebut kantor, tapi penampakan daerah ini berada sedikit diluar perkiraanku. Ukurannya yang mungkin cuma style 36, terkesan cukup kecil untuk urusan skala ekspor-impor. Agak sedikit bimbang termasuk untuk mengambil keputusan masuk apalagi menegur calon bos-ku untuk untuk pertama kalinya. Tapi sesudah mengingat perihal di rumah hari itu, saya akhinrya mengambil keputusan melanjutkannya.
“Per-permisi…” ucapku sebelum saat melangkah masuk.
Dengan hati-hati Aku melangkahkan kakiku lewat tumpukan mesin-mesin dan kotak-kotak kardus besar yang terlihat berserakan disana-sini. Namun sepertinya kekhawatiranku tidak berdasar. Meski terlihat berantakan, selamanya saja ada area yang mampu kugunakan bagiku sebagai jalur menuju tangga yang mengarahkanku untuk menuju lantai atas.
“tok-tok-tok”
“Per-permisi…”
Ucapku menjadi memutar knop dan mendorong pintu membuka.
“Eh?” ucapku melihat panorama di depanku.
Terlihat di depanku seorang wanita sedang berdiri menungging membelakangiku. Ia terlihat sibuk mengurus sesuatu di antara tumpukan kardus dan rak bersama kemeja yang melambai. Saat ia bergeser terlihatlah wanita itu sedang meremas bongkahan tokednya sambil mengeluarkan nada meringis.
“nghhh nghhh” ucapnya lirih bersama nada yang menggoda.
Besar mungkin ia seadng mengeluarkan susunya. Benar saja, cairan putih sesudah itu memancar dari ujung-ujung putingnya yang menetes turun menuju sebuah botol bayi yang terlihat di tempatkan di sebuah bangku tinggi yang biasa digunakan untuk memanjat. Namun sepertinya tetsan itu kembali meleset supaya ia perlu kembali bergeser. Dan nampaknya ia belum paham kehadiranku, gara-gara kali ini dia tidak malu-malu menambah roknya untuk mampu mengangkang … supaya tokednya sedikit melekat di mulut botol bayi itu.
“Gede banget!” batinku dalam hati melihat dadanya menjadi menggantung indah.
Meski kuperkirakan tidak sebesar punya tanteku, dan terlihat sedikit bengkak gara-gara mungkin banyak menampung susu, tapi perlu ku akui bahwa toked itu mungkin mirip bersama saki ok*da yang menurutku ukurannya proporsional. Sayangya saya belum mampu melihat wajahnya, meskipun firasatku menyebutkan bahwa itu wanita itu cantik. Tapi itu tidak masalah gara-gara saya cuma seminggu menunjang disini.
“krieet!”
tiba-tiba sebuah pintu disampingku terhubung menampakkan sosok wanita keturunan chinesse berusia tiga puluhan bersama tubuh semok dan menggoda. Tampak wanita itu mengenakan busana tanpa lengan berpotongan rendah yang menonjolkan toked biadabnya yang nyaris tumpah terlihat dari sela-sela atas bajunya. Sementara untuk bawahannya sendiri, ia kelihatan mengenakan rok yang sedikit lebih tinggi dari lututnya menunjukkan bentuk paha dan termasuk pinggulnya yang terlihat tetap mulus seperti perawan muda.
“Do!” panggilnya padaku.
Namun waktu itu saya tetap belum mendengarnya gara-gara fokusku pada wanita yang sedang memerah susunya sendiri. Namun, wanita chinesse, yang tidak lain adalah tanteku itu tidak menyerah dan menjadi memanggilku lebih keras. Dengan terjadi mendekat ia menjadi berusaha menyentuh bahuku dari arah samping.
“Renaldo!” ucapnya sedikit berteriak.
“Eh?”
Aku terkejut dan menjadi menoleh kesampingku bersama 1/2 terloncat. Membuat tanteku yang waktu itu hendak menyentuh bahuku ikut-ikutan terloncat kaget. Dua buah gunung yang mampu menjadi objek onaniku itu selanjutnya bergoyang heboh didepan mataku sebelum saat akhirnya terhenti oleh dua tangan lentik bersama kuku berwarna merah.
“Ngapain anda disitu?” tanya tanteku bersama dua mata mendelik ke arahku.
“E-eh? eng-engga tante…” jawabku menjadi menarik pintu lain yang kubuka rapat-rapat.
“Ngapain anda bengong disitu?” lanjutnya lagi.
“Eh i-itu a-aku kaget tante… kok kantornya sempit banget… ” ucapku asal.
“Eh?” lanjut paham kesalahanku.
Benar saja bibir tidak tebal tante berubah cemberut dan keningnya berkerut menatapku sedikit terlihat tidak senang.
“Wah maaf ya do… kalo sempit. ” jawab tanteku jutek.
“Eh maaf ga maksud tante… “
Namun tante kembali tidak menjawab. Dengan tetap terlihat kesal ia kembali menuju ruangan lain di lantai dua itu tanpa mengajakku. Aku berlari mengejarnya sambil berusaha merayunya atau mungkin meredakan amarahnya.
“ta-tane cantik… maaf tante Aldo ga maksud…”
Lalu tante memandanku supaya saya terpaksa menunduk. Menatap lembah yang tercipta dari sela-sela toked berukuran jumbo itu.
“Iya- inilah anak jaman sekarang! Pantes kemarin mama anda marah. Selalu depan komputer! ga ngerti susahnya cari duit! Tente rela liat seberapa betahnya anda disini.”
“Nanti anda gabung mirip Nakir dan Otong menjadi kuli. Ga usah urusin pembukuan!”
“Eh? ta-tapi tante…”
“Emang anda pikir anda mampu cari makan dari komputer? ”
“bi-bisa tante… belum sih…” jawabku menunduk kali ini saya tidak kembali tahan menatap dadanya.
“Apa?” jawabnku ternyata mengakibatkan tanteku tambah marah.
Lalu ceramah berlanjut hingga pada anggota yang idamkan kulupakan. Untungnya sesudah sebagian menit sesudah itu tante menjadi capek berdiri dan akhirnya berhenti menceramahiku. Kebetulan, kakiku termasuk telah pegal berdiri.
“udah tante pegel. Sekarang turun anda kesana! Tanya kerja anda mirip mereka!” perintahnya padaku sebelum saat berbalik kembali keruangannya.
Akhirnya sesudah bokong semok tante menghilang dari balik pintu, saya pun terpaksa melangkah turun mencari dua orang yang disebut-sebut sebagai Otong dan Nakir itu. Walau saya telah paham bahwa orang-orang itu tidak berada disana sebelumnya.
Menjelang siang, Om-ku datang mengendarai mobil berwarna hitam. Dalam balutan setelan jas ia terlihat kaget dikala melihatku cuma bengong menatap ke jalanan.
“Aldo! Kenapa anda duduk diluar?”
“Ga apa-apa om saya disuruh nunggu Nakir mirip Otong katanya…”
Om-ku terlihat berkerut mendengar alasanku. Dan seperti mampu membaca pikiranku dan menjadi bertanya.
“tante ya?”
“Eh i-iya, eh …eng-gak om…”
“Maaf… tadi Aldo ga sengaja bilang kantornya kecil om…”
“Tante marah… trus Aldo disuruh bantu Nakir mirip Otong.”
“begitu? hahahaha” jawab om-ku tertawa.
Aku pun menjadi bingung pun menjadi menanyakan kepadanya.
“Om ga marah?”
“Dulu Om kan termasuk dulu muda. Om ngerti lah gimana anak muda tetap puas senang-senang.”
“Dan tetap naif.” Ucapnya melirik ke arahku,
“trus soal kantor…. hahaha… anda sih kebanyakan nonton sinetron. Kantor ga musti gede, kalo ukuran kita segini telah cukup luas buat ekspor impor. Ngapain gede-gede kalo segini telah cukup?”
“be-begitu om?”
“Ya telah Ren… ayo kita ke atas. kita ngomong mirip Alya… maksud om tante kamu…”
***
Keesokan harinya, saya kembali menanti di bawah bersama dua orang kuli lainnya, Nakir dan Otong yang tidak lain adalah seorang pribumi. Tugas kita hari ini adalah mendata barang yang masuk dan keluar, mengangkutnya ke dalam truk yang akan membawanya ke gudang sewa. Rupanya, tidak seluruh barang-barang ini akan di simpan disini. Setelah didata, mesin-mesin kelebihannya akan disimpan di gudang bersama di daerah Cikarang.
“Gimana do telah siap belom? Kita paling Cuma berlima nih?” ucap pria bernama Nakir.
“hahaha ga tau mas…”tawaku datar terlihat pasrah.
“Hahaha tante anda jahat termasuk ya… anda di suruh nguli begini…”
“Eh i-iya… ga tau termasuk sih mas…”
Sementara orang bernama Otong terlihat lebih banyak diam. Setelah mengagguk kepadaku dia cuma konsisten bolak-balik ke kamar mandi lantai bawah dan terlihat banyak memgang selangkangannya yang basah. Kadang ia terlihat banyak menatapku sambil kadang-kadang menggaruk selangkangannya yang terlihat menjadi menegang. Aku bergetar menjadi takut. Mungkinkah?
Demi mengusir rasa takutku pada pekerjaan pertamaku, pandanganku berubah mengingat perihal kemarin waktu Om –ku berbicara empat mata bersama tanteku di ruangan bos yang berada dalam kantor lantai dua. Menunggunya saya duduk didepan meja keliru satu karyawan wanita bernama Vita yang terlihat sibuk mengkalkulasi dan mengetik sebagian berkas. Sampai sebuah teriakan mengagetkanku dan dua staf lainnya Vita dan Yuyun.
“Ga mampu gitu PI! Dia perlu belajar… ” teriak nada tanteku tiba-tiba.
“Mami! Inget ini kantorku! Terserah saya rela apa!”
Lalu mereka berdebat mengakibatkan kita yang mendengarnya dari luar terlihat canggung dan menjadi saling menatap pintu yang tertutup itu. A-apakah kita boleh menghentikan mereka?
“Oke Mas! Kalo gitu kita taruhan!” balas tanteku tiba-tiba.
“Kamu tahan diatas lima menit di tanganku! Aldo naik. Kamu tidak kuat dia turun! Dan dia musti tahan sebulan disini! ”
“Oke! Kita melihat Jen! Kita lihat!” balas Om-ku tidak rela kalah.
Lalu susana terdengar hening untuk sepuluh atau mungkin lima belas menit kemudian. Sampai pintu kantor membuka. Dimana tante yang kini cuma mengenakan rok saja tanpa atasan terlihat terjadi terlihat bersama mata terpejam. Terlihat genangan peju mencukupi rambut, dada dan juga wajahnya mengakibatkan kolam-kolam kecil yang mengalir. Terlihat ia meraba-raba bersama kedua tangannya menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya.
“Deg!”
Toked tante sempurna! Bulat! Mengkal! Bahkan sedikit lebih besar dari ingatanku sebelumnya. Kenyal dan mulus bersama puting cokelat yang membusung. Aku idamkan menjamahnya tapi cemas melihat kedua wanita itu menjadi menatap kantor bos mereka bersama tatapan tidak percaya.
“uhh…”
Terlihat Om Ferdinand terkulai lemas di atas sofa di ruangan bos sambil kepalanya menengadah menatap langit-langit. Dimulutnya tersumpal sebuah busana tanpa lengan yang ku ketahui sebagai busana yang tadi tante pergunakan sebelumnya. Ia terlihat kesal gara-gara ia terlihat meremas tangannya keras sekali hingga BH ditangannya remuk dan terlipat.
“oh my… gede banget” ucap sebuah nada lirih dari arah belakangku.
Aku pun langsung menoleh kebelakang dan mendapati seorang karyawati lainnya dalam balutan kemeja kerja sedang mendengus ke arah kepalaku. Matanya melihat kontol om-ku yang terkulai lemas dari luar resletinya dan menggantung hingga raih pahanya. Aku menduga ukuran kontol pamanku raih 17cm cukup besar untuk ukuran chinesse seperti kami.
“Yun..” panggil mbak vita pada wanita itu, coba menyadarkannya.
Namun bukan karyawati bernama Yuyun itu menoleh, malah saya yang kini menyimak Vita yang terlihat sibuk mengkodekan dadanya. Aku pun terpengaruh menjamahnya meski ukurannya terbilang rata menurutku.
Namun sebelum saat saya berhasil menjamahnya, seseorang menarikku dari daerah dudukku. Seorang pria yang kontolnya mungkin seukuran jengkal tangan dalam situasi rebah menjadi menyeretku terlihat tanpa berbicara banyak. Sampai di bawah ia tersadar waktu hendak memutar kunci mobilnya.
“Ah.. Aldo… maaf …. ”
“gimana ya om bilangnya…”
“A-ada apa om…”
Lalu saya melihat kontol om Ferdinand muali kembali menegang.
“Sial!” batinku dalam hati.
“Ah…” ucap Om-ku menggaruk-garuk kepalanya.
“kamu selamanya kerja angkat-angkat dulu ya… mungkin sebulan ini dulu.”
“ta-tapi kuliah saya om… masuk minggu depan…”
“Aduh…” om-ku menjadi menggaruk-garuk kepalanya lagi.
“maaf ya Ren.. tapi … om ternyata ga mampu bantu… tante anda rela ngasih nasehat buat kamu…”
“Eh? kok begitu om?” ucapku pura-pura polos.
Lalu Om-ku menjadi berkeringat yang sesudah itu ia seka bersama kain yang maish berada di genggamannya. Pakaian istri tercintanya sesudah mereka baru saja bertengkar sebelumnya.
“Eh apa ini?” ucap Om Ferdinand pura-pura acuh.
Lalu Om Ferdinand terlihat bimbang seakan idamkan menyerahkannya kepadaku. Lalu ia memilih melemparnya ke keliru satu sudut diatara kardus-kardus yang susah di jangkau. Setelah menarikku terlihat ia menjadi melangkah pergi.
“Kamu turut Om dulu hari ini!” perintah om Ferdinand kepadaku.
“tapi-aku bawa motor om…”
“Okelah… nanti om berbicara mirip mamamu, baru besok anda kerja ya…”
“Aduh sebulan lagi…” gerutu om ku lirih.
Namun gerutuanku itu mungkin mampu membuatku tidak perlu bekerja besok. Aku menjadi sedikit sedih gara-gara perlu berpisah dari wanita-wanita cantik ini dan toked-toked indah yang mereka miliki. Namun selamanya saja kau perlu terlihat polos di depan seluruh orang. Akhirnya Om ku terlampau melaju kejalanan menuju rumahku. Sebelum jauh ia kembali melambaikan tangan dan berteriak.
“jangan lupa nyusul!”
Aku selanjutnya penasaran apakah kontolnya tetap mengacung bebas dari luar celananya?
***
Aku menjadi tidak menunjang banyak. Mesin-mesin ini terlampau berat dan saya terlampau kesulitan mengangkatnya berdua saja. Akhirnya gara-gara mungkin menjadi mengganggu, saya diminta menggeser kardus dan merapikan lantai supaya mesin-mesin berukuran sedang ini mampu digeser tanpa tergores.
“Eh?”
Namun menyapu saja cukup untuk membuatku berkeringat. Mungkin benar kata orang-orng bahwa saya terlampau banyak duduk di depan komputer. Akhirnya gara-gara lelah, saya menoleh ke atas dan melihat mbak Yuyun terjadi menuju gudang yang penuh bersama rak dan dokumen-dokumen. Terlihat ia mempunyai sebuah tas kecil sambil melihat takut-takut ke arah bawah. Lalu pandangan kita bertemu, dan ia tersenyum manis. Lalu bersama wajah memerah, ia terjadi masuk menuju ruangan itu dan tidak terlihat untuk sebagian saat.
“Eh mungkinkah?” batinku tiba-tiba.
Lalu saya pun menunggunya terlihat sebelum saat menjadi berjingkat-jingkat menuju ruangan itu. Benar saja tetesan-tetesan susu terlihat menggenang disana. nampaknya mbak Yuyun adalah wanita yang kulihat kemarin di ruangan ini meski waktu itu saya menjadi pakaiannya sedikit berbeda bersama yang digunakannya sebelumnya.
“uhh…” saya merasakan kontolku menjadi bergerak naik.
Aku pun selanjutnya mengeluarkan kontolku dan menjadi mengocoknya dihadapan susu-susu itu. Akan kutinggalkan jejak di samping tetesan susu-susu itu mbak!
Aku selanjutnya memikirkan siluet toked bergizi itu. Aku memikirkan meremasnya, menjamahnya, menjilatinya dan mencubitnya seperti cerita-cerita yang kubaca. Aku menjadi tergila-gila padanya dan menghendaki mampu meng-eksenya dalam waktu sebulan ini. Akumengocok kontolku yang menegang sambil konsisten memikirkan fantasi lairku yang mampu tertuang dalam tulisan.
“mbak yuyun boleh saya minum susu mbak?” ucapku lirih.
“Mungkin boleh…” ucapku kembali pada diriku sendiri.
“Tidak…”
“mbak saya punyai rekaman mbak kembali memerah susu…”
“Tidak…”
“crot-crot-crot ”
pejuku muncrat menggenangi bangku yang cukup tinggi itu.
“Oh my….” batinku panik melihat genangan peju berwarna putih kental yang lengket.