Kisah Gadis Cantik Yang Hidupnya Berantakan

kenangan.xyz – Selamat siang para kawan baik sedulur semua. Kali ini ijinkan ane untuk ulang berkontribusi di forum tercinta ini, pada mulanya ane mohon maaf jikalau tulisan ane ini tetap berantakan, dikarenakan sesungguhnya ane sesungguhnya bukan penulis, hanya hobi membaca saja di sela aktivitas ane di RL. Semua cerita ini adalah fiktif belaka, semua murni dari hasil anggapan ane yang ane coba gambarkan lewat sebuah tulisan, jikalau ada kesamaan nama tokoh, daerah atau kejadian, itu sungguh merupakan suatu kebetulan dan ane mohon maaf pada mulanya jikalau pembaca kurang mau nantinya. Sekali ulang ane tetap menanti komentar, petunjuk dan masukan dari para suhu disini untuk kemajuan ane di dalam menulis di cerita selanjutnya..
Sebelum memulai, Siapkan kopi, rokok dan duduk santai ya hu..
Hidup bersama layak dan membawa banyak duit seolah udah jadi impianku sejak kecil. Dulu aku senantiasa iri jikalau melihat rekan – temanku membawa mainan baru, selanjutnya aku merengek ke ayah untuk dibelikannya supaya aku tidak kalah bersama rekan – teman, akan tetapi ayah senantiasa menolaknya bersama alasan yang mirip seperti sebelum akan – sebelumnya, “Bapak tidak punyai duit untuk belanja mainan seperti itu..”. Jadi seakan udah tertanam dibenakku sejak kecil, jikalau nanti punyai banyak uang, aku akan sanggup belanja apa saja yang aku inginkan. Tetapi harapan untuk hidup layak seakan pupus sehabis ayah meninggal, ditambah suamiku yang kabur begitu saja. Sebagai anak semata wayang, seakan tingkatkan beban hidupku semakin berat.
—
“Kamu jadi berangkat ndhuk?”
Suara ibu terdengar serak dikala aku repot mengemasi busana kedalam tas. Dan sekejap itu kumenghentikan aktifitasku selanjutnya menoleh kearahnya, keluar ibu duduk dikursi kayu yang seprtinya udah lama memperhatikanku sejak tadi.
“Iya bu, kapan ulang ada kesempatan yang baik seperti ini, “ jawabku sambil menatap wajah Ibu yang udah terlihat mulai keriput
“Apa gak sebaiknya anda cari kerja yang dekat bersama rumah saja ndhuk? Biar tiap tiap hari sanggup pulang,” lanjutnya
Aku hanya tersenyum mendengar pertanyaan ibu, aku bergegas menghampiri ibu dan duduk disampingnya, ku genggam tangan ibu bersama bersama erat,
“Bu, aku ini hanya lulusan SD, mendapat tawaran kerja sebagai pembantu rumah tangga dikota itu udah luar biasa bu, apalagi sehabis ayah meninggal, sebagai anak semata wayang maka kebutuhan sehari – hari akan jadi tanggung jawabku. Dikota gajinya besar bu,” Suaraku menenangkannya,
“Atau gak sebaiknya anda menikah ulang saja ndhuk, biar anda tidak kudu bekerja?” tanya ibu lagi
“Kalau persoalan itu aku belum memikirkanya bu, aku tetap menginginkan sendiri sekarang,” Suaraku beralih lirih
“Udahlah bu, ibu tidak usah khawatir, doakan saja aku akan menggapai sukses di kota,” Aku ulang menatap wajah ibu bersama senyum. Ibu keluar hanya mengangguk dan sedikit senyum terpaksa di bibirnya, sesaat aku memeluknya bersama erat
“Ya sudah, anda senantiasa hati – hati ya ndhuk sepanjang dikota, jikalau ada kesempatan pulang, pulanglah.” Ucapnya sambil menatapku teduh dan aku hanya mengangguk.
Memang sepanjang ini aku tinggal hanya berdua bersama ibu, sehabis ayahku meninggal ditambah aku bercerai bersama suamiku. Mungkin ibu mulai berat jikalau aku tinggal sendiri untuk berangkat ke kota. Aku sendiri sesungguhnya tidak tega untuk meninggalkan beliau sendirian dirumah, akan tetapi kebutuhan ekonomi yang mengharuskan aku untuk bekerja, dikarenakan sepanjang aku jadi buruh tani dikampung seakan tidak lumayan untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari, ditambah ibu yang kini kerap sakit – sakitan supaya aku kudu mengeluarkan cost lebih untuk periksa ke klinik dan belanja obat.
Usiaku kini baru menginjak 21 tahun, aku bercerai bersama suamiku hampir setahun yang lalu, mungkin hal ini seakan udah biasa berjalan dikampungku. Aku tinggal di sebuah kampung terpencil yang jauh dari kota, memasuki kampung tempatku tinggalpun kudu melalui hutan lebih kurang lima kilometer. Menikah muda bersama anak tetangga seakan udah jadi adat formalitas dikampung, dan angka perceraianpun juga lebih kerap berjalan disini. Mungkin ini akibat dari perkawinan muda yang secara mental belum siap untuk menjalin rumah tangga ditambah ilmu ilmu kami sangatlah terbatas. Gedung sekolahpun disini hanya sampai SD. Apabila ada anak yang menginginkan melanjutkan ke SMP dan ke jenjang yang lebih tinggi, maka kudu sekolah dikota yang jikalau ditempuh dari kampung sini lebih kurang satu setengah jam perjalanan bersama sepeda, itupun kami kudu melalui jalanan sedang hutan sepanjang lima kilometer.
Kehidupan rata – rata masyarakat dikampung kami sanggup dibilang jauh dari layak, rumah kayu dan berlantai tanah adalah daerah tinggal kami sehari – hari, jadi jangankan untuk membangun rumah gedung yang lebih layak, untuk kebutuhan hidup sehari – hari kami benar-benar pas – pas an. Oleh dikarenakan itu, biasanya para orang tua memilih mempekerjakan anak – anaknya jikalau udah lulus SD untuk menolong memenuhi kebutuhan hidupnya.
Aku sendiri menikah di usia 18 tahun, dan baru memasuki th. ke dua usia pernikahanku, suamiku pamit untuk merantau keluar pulau bersama harapan kerja disana akan mendapatkan gaji yang besar dan kami akan hidup layak. Akan tetapi belum lama dia diperantauan, dia tambah menceraikanku bersama alasan udah menikah ulang disana.
Setelah itu, aku dan ibu bertahan hidup bersama jadi buruh tani. Sampai suatu pas ada tawaran dari mbak Narti, tetanggaku. Tawaran bekerja ditempatnya sebagai pembantu rumah tangga dan akupun menyanggupinya. Selama aku pergi ke kota, ibuku akan ditemani bulikku, atau adik dari ibuku yang rumah kami saling berdampingan, supaya aku sedikit lebih tenang sepanjang aku tidak tinggal dirumah.
—
Dengan berbekal secarik kertas bertulisan sebuah alamat, aku bertekad untuk berangkat ke kota menemui mbak Narti. Setelah hampir seharian perjalanan yang aku tempuh, selanjutnya aku sampai juga di sebuah stasiun pusat kota Surabaya. Semenjak aku kecil nama kota ini hanya sanggup kudengar dari cerita rekan atau tetangga, dan baru kali ini aku baru sanggup menginjakkan kakiku di tidak benar satu kota terbesar di Jawa Timur ini. Panas terik matahari siang ini ditambah selanjutnya lalang kendaraan yang benar-benar padat disetiap penjuru jalanan seakan menyambutku.
“Disinilah aku akan pengaruhi hidupku,” Gumamku di dalam hati,
Tukang ojek menghentikan motornya pas didepan sebuah rumah mewah bersama pagar minimalis bercat hitam. Dia mengamati sekali ulang secarik kertas yang udah aku memberikan untuk menegaskan bahwa alamat yang dituju benar,
“Benar, ini mbak rumahnya yang mbak cari,” Ucap tukang ojek itu bersama menunjuk rumah itu
“Oh, baik pak. Terima kasih ya pak.” Ucapku sembari mengimbuhkan ongkosnya
Setelah tukang ojek itu berlalu, aku berdiri mematung didepan pagar rumah tersebut. Dari luar keluar rumah yang begitu megah berlantai dua bersama taman bunga beraneka warna dihalaman rumahnya membuatku berdecak kagum. Pohon – pohon yang rindang berjajar rapi di tepi taman dan sebagian kolam lengkap bersama air mancur menghiasi pelataran rumah membawa dampak keadaan keluar semakin nyaman.
“Mau cari siapa mbak?” Suara lelaki yang tiba – tiba membuyarkan lamunanku
Pandanganku beralih kesuara itu. Terlihat seorang pria memakai pakaian seragam scurity didepan pintu pagar berdiri bersama gagahnya segan memperhatikanku.
“Eh..anu pak, apa benar ini rumah ibu Arini?” Kataku bersama sedikit gugup sambil menyerahkan secarik kertas yang berisikan alamat kepada pria itu.
“Kalau benar, aku ini tetangganya mbak Narti, yang sebagian pas yang selanjutnya aku diminta untuk singgah kesini,”
“Oh, mbak ini yang mau bekerja disini ya?” Kata pria ini sambil merhatikan secarik kertas sesudah itu menatapku ramah
“Iya pak, “ Jawabku singkat bersama mengangguk
“Baik, Mari turut aku mbak, aku akan panggilkan mbak Narti dulu,” Ucapnya,
Dipersilahkannya aku untuk duduk di sebuah kursi kayu di teras rumah, pria itu berlalu memasuki rumah. Beberapa pas kemudian, seorang wanita keluar dari pintu area tamu, aku benar-benar mengenal wanita ini, dia mbak Narti tetanggaku.
“Wulan, sejak kapan datangnya?” Suara wanita itu bersama sedikit berbinar melihat aku yang sedang duduk di kursi teras
Seketika aku berdiri dan memeluknya untuk sebagian saat.
“Aku kira anda tidak jadi kesini, dikarenakan udah hampir seminggu aku menanti anda tidak ada kabar juga,” Mbak Narti terhubung pembicaraan dan sesudah itu mempersilahkan aku untuk duduk kembali
“Maafkan Wulan ya mbak, aku kudu menegaskan ibu dulu, awalnya beliau tidak mau jikalau aku kerja di kota,” Kataku
“Oh iya, gimana kabar ibumu? Sehat?”
“Ya akhir – akhir ini kerap sakit – sakitan mbak, mungkin kecapekan dikarenakan beliau senantiasa memaksa untuk bekerja disawah. Aku pada mulanya mau ucapkan terima kasih pada mbak udah mengabari aku tentang tawaran ini,” Kataku
“Sudah, kami ini tetangga dan kudu saling membantu,”
“Kamu udah benar – benar siap kan untuk bekerja disini?” Tanyanya bersama menatapku lekat
Aku hanya mengangguk tanpa menjawab pertanyaannya,
“Semua penghuni rumah ini benar-benar lah baik, tinggal anda mau disiplin saja, aku yakin anda akan betah disini” Jelas mbak Narti
“Aku akan usahakan mbak..”
“Ayo masuk dulu. akan kupertemukan anda bersama ibu Arini pemilik rumah ini, kebetulan beliau ada dirumah sekarang,” Kata Mbak Narti sambil beranjak dari duduknya dan sekejap menggandeng tanganku untuk ikuti masuk kedalam area tamu.
“Kamu duduk dulu ya, aku mau panggilkan ibu Arini,” Katanya sambil berlalu meninggalkanku
Setelah lebih kurang lima menit kemudian, seorang wanita yang berusia lebih kurang 45 an th. keluar dari area sedang di ikuti oleh mbak Narti yang berjalan dibelakangnya. Meskipun wanita ini udah berumur, akan tetapi tubuhnya begitu benar-benar terawat dan keluar tetap benar-benar kencang. Aku langsung berdiri dari daerah dudukku dan menyalami wanita ini bersama mencium tangannya,
“Oh, ini yang anda ceritakan,” Kata bu Arini yang menoleh ke arah mbak Narti, mbak Narti hanya mengangguk dan tersenyum,
“Mari – mari silahkan duduk, anda ini cantik sekali, siapa namamu ndhuk?” tanyanya
“Aduh, ibu benar-benar berlebihan. Nama aku Wulandari bu, dan biasa di panggil Wulan,” jawabku bersama kepala tertunduk menatap ke dua tanganku yang saling meremas diatas paha
“Apa benar anda udah siap untuk bekerja disini?” Tanyanya lagi, keluar dari sudut mataku bu Arini kini menatapku, aku senantiasa menunduk
“Iya bu, aku udah siap untuk bekerja disini,”
“Baiklah jikalau begitu, Narti udah cerita banyak tentang anda jadi aku tidak akan menanyakan lebih banyak lagi. Kamu sanggup bekerja mulai hari ini. Pekerjaannya tidak berat, dan anda akan tinggal disini. Akan tetapi ibu minta anda kudu nyata-nyata bersama pekerjaanmu nanti,” Ucapnya sedikit tegas,
“Oh iya, perbulan anda minta digaji berapa Wulan?” Tanyanya
Aku terdiam dan sedikit terkejut mendengar pertanyaan ini dari bu Arini, dikarenakan pada mulanya mbak Narti juga tidak dulu mengulas persoalan ini, yang aku paham dari cerita orang – orang jikalau gaji dikota lebih besar dari pada dikampung.
“Em..Kalau persoalan itu aku ngikut ibu saja,” Kataku pelan
“Sudah gak papa, sebut nominal saja supaya kami mirip – mirip enak,” Sahutnya bersama suara semakin tegas
“Hm..ba..bagai mana jikalau satu juta bu,” Suaraku sedikit gemetar dan semakin menunduk
Karena nominal yang aku sebutkan sesungguhnya besar menurutku, dikarenakan setahuku gaji pembantu rumah tangga pas itu hanya lebih kurang 800 ribu, nominal itu udah benar-benar besar apa jikalau dibawa kekampungku.
Aku beranikan diri untuk melirik ke arah bu Arini, dia hanya tersenyum mendengar jawabanku dan aku tak paham apa maksud dari senyuman itu.
“Baik, aku akan gaji anda satu juta bersama tambahan bonus lima ratus ribu rupiah per bulan,” Jawabnya
“ma..maksud ibu?, ” Kataku tidak paham maksudnnya
“Iya, aku akan memberikan satu juta lima ratus ribu per bulannya, asalkan anda bekerja bersama serius,”
“Apa itu tidak biasanya bu, aku disini hanya seorang pembantu,” Jawabku lirih
“Tidak, aku akan berterima kasih apalagi jikalau anda mau menerimanya,” Ucapnya
“Baa..baik bu, aku yang semestinya benar-benar berterima kasih kepada ibu..”
“Oke, anda sanggup mulainya sekarang, biar Narti akan menyatakan apa saja tugasmu sepanjang disini,” kata ibu Arini seraya beranjak dari duduknya dan meninggalkan area tamu,
—
“Itu nyata-nyata mbak, gaji yang diberikan bu Arini kepadaku?” Tanyaku ke mbak Narti bersama heran dikala kami berjalan keruang belakang menuju sebuah kamar yang bersebelahan bersama dapur, yang mana nantinya kamar itu akan aku menempati sepanjang disini. Terlihat mbak Narti hanya tersenyum mendengar pertanyaanku.
“Nominal segitu benar-benar sedikit sekali jikalau disini Wulan, jangan disamakan bersama kampung kita,” Jawabnya enteng
“Dan tugas anda juga terjalin bersama orang yang paling disayang oleh ibu Arini, jadi tidak ada bermakna nominal segitu membuat beliau,” Lanjutnya,
“Maksud mbak? Berhubungan bersama orang yang disayang?” Tanyaku tidak paham maksud perkataannya
“Sini turut aku,” Ucap mbak Narti langsung menyamber tanganku menuju tangga untuk naik kelantai atas.
“Ibu Arini ini seorang janda, dia adalah seorang entrepreneur wanita yang benar-benar sukses meneruskan bisnis mendiang suaminya supaya dia sanggup kaya seperti ini. Dua perusahaan yang dimilikinya saat ini sedang berkembang pesat. Dia punyai seorang anak laki – laki, ya paling usianya hampir mirip bersama kamu. Tahu sendirilah, bagaimana sayangnya orang tua kepada anak semata wayangnya, toh anda juga merasakan itu kan.”
“Beberapa pas yang selanjutnya anaknya ini mengalami kecelakaan yang benar-benar serius, tulang kaki kiri dan tangan kirinya patah, ditambah sebagian tulang dipunggungnya juga retak, supaya dia saat ini hanya sanggup berbaring ditempat tidur. Kamu disini tidak kudu memasak, dikarenakan tugas memasak dan belanja kebutuhan rumah tangga seluruhnya tugasku. Kamu hanya bersih – bersih rumah sewajarnya, dikarenakan tugas utama anda adalah melindungi anak lelakinya ini dan menemani dia di jaman penyembuhannya,” Jelas Mbak Narti panjang lebar sampai tak mulai kami udah berada didepan pintu sebuah kamar,
“Tok..tok..tok..”
Mbak Narti mengetuk pintu kamar itu pelan, sesudah itu membukanya perlahan. Setelah pintu terbuka, keluar kamar yang begitu luas dan mewah lengkap bersama kamar mandi didalamnya. Pandanganku terhenti pada seorang pemuda yang tak berdaya terbaring di atas daerah tidur bersama memejamkan mata. Tak lama sehabis kami mendekati daerah tidurnya, pemuda itu terhubung matanya,
“Maaf mas Bima, udah menggangu istirahatnya,” Ucap mbak Narti pelan, keluar pemuda itu hanya tersenyum
“Mas, perkenalkan ini pembantu baru rumah ini yang akan melindungi dan menemani mas Bima, apapun yang mas Bima perlukan sanggup bilang ke dia,” Kata mbak Narti sambil menoleh ke arahku,
“Panggil aku Wulan mas,” Kataku lirih sambil menunduk bersama suara sedikit bergetar
“Namaku Bima, Wulan gak kudu sungkan begitu. Saya akan benar-benar suka sekali anda mau merawatku yang udah tidak berdaya ini, dan anggap saja disini seperti rumah sendiri,” Ucapnya yang seakan paham jikalau aku sedang benar-benar gugup pas ini.
Aku yang mendengar itu hanya tersenyum, keluar mbak Narti pun juga demikian.
—
Seminggu udah aku bekerja disini, semua penghuni rumah sangatlah baik, juga para pekerja yang lain dirumah ini. Ada pak Kardi seorang tukang kebun yang berusia lebih kurang 50 an tahun, baru sebagian hari aku disini, beliau udah menganggap aku seperti anaknya sendiri, mas Imam sopir spesial keluarga ini dan pak Shobirin scurity yang jaga didepan, keduanya denganku sangatlah baik dan ramah.
Tugasku sesungguhnya tidaklah berat, aku hanya fokus melindungi mas Bima, apapun kebutuhannya aku penuhi, juga menyuapi makan, buat persiapan obat, memandikannya bersama air hangat dan mengganti baju. Terkadang mas Bima hanya inigin ditemani hanya semata-mata untuk rekan bercerita.
Sore ini seperti biasanya udah kupersiapkan se ember air hangat lengkap handuk kecil, aku mau menyeka mas Bima. Dia menyambutku bersama senyum dikala aku memasuki kamarnya,
“Mas, Wulan seka dulu ya, biar mas Bima ulang segar,” Kataku yang udah duduk disamping ranjangnya, mendengar itu mas Bima hanya mengangguk bersama bertebar senyum.
Ditengah aku menyeka leher dan dada mas Bima bersama lap basah, mas bima Bima terhubung obrolan,
“Wulan, aku dengar dari cerita mbak Narti, anda ini udah dulu menikah ya?” Tanyanya tiba – tiba
“i..iya mas. Hm..mbak Narti udah cerita seluruhnya tentang aku?” Tanyaku bersama senantiasa menggosok dadanya yang bidang bersama kain lap
“Iya mbak Narti udah cerita. Kalau boleh tau kenapa kok sanggup bercerai? Padahal anda ini cantik dan aku yakin anda ini adalah istri yang baik?” katanya yang dari sudut mataku keluar mas Bima memperhatikanku.
“Wah, mas Bima ini benar-benar berlebihan. Aku hanya wanita kampung mas, jauh dari kata cantik. Mungkin dikarenakan itu juga suamiku meninggalkanku dan memilih kawin bersama wanita lain,”
“Mas juga baru saja kenal aku kan, kok ya sanggup – sanggup nya mas nilai aku ini istri yang baik,” lanjutku
“Ya dari tatapan wajah anda yang teduh, aku udah menebak itu Wulan..”
“Mas Bima ini pintar ngeramal juga ya..Hehehe.” Candaku, mas Bima hanya tersenyum mendengarnya
kini tanganku hendak menggosok anggota perutnya yang tetap ditutupi selimutnya.
“Permisi ya mas,” Kataku lirih sambil menyingkap selimutnya sampai bersama perut anggota bawah.
Aku sedikit terkejut sehabis paham dibalik selimut mas Bima udah tidak Mengenakan apa – apa. Terlihat bersama begitu paham rambut kemaluannya anggota atas, dan penisnya sedikit menggembung di balik selimut. Biasanya hari – hari pada mulanya mas Bima tetap Mengenakan celana kolor pendek dan itupun penisnya tidak bereaksi dikala aku memandikannya. Melihat itu tubuhku mulai merinding, sehabis sebagian pas aku menggosok anggota perut semakin keluar penis itu berdiri tegak, mas Bima seakan sengaja melepas itu supaya keluar olehku. Walaupun tetap dibalik selimut, penisnya keluar benar-benar besar dan panjang. Sangatlah jauh jikalau dibanding bersama batang mantan suamiku. Entah hari ini aku juga lain dari biasanya, nafsu birahiku seakan menyala melihat panorama ini.
“Dibuka saja selimutnya gak papa, biar Wulan sanggup leluasa bersihkannya” Kata mas Bima tiba – tiba
“Ta..tapi mas..” Kataku gugup bersama nafas yang tersengal,
Kulirik dia hanya tersenyum, selanjutnya tiba – tiba telapak tangan kanannya menyentuh punggungku bersama sedikit diusapkan disana. Diperlakukan seperti itu, perasaanku jadi campur aduk antara nafsu dan benar-benar takut.
Memang semenjak aku bercerai, aku udah tidak dulu dijamah oleh laki – laki, apalagi pikiran untuk kesana udah hampir terlupa dikarenakan aktivitas melacak duit bersama kerja disawah supaya sanggup bertahan hidup. Akan tetapi sehabis melihat penis mas Bima yang tegak menantang dibalik selimut, kemauan wanitaku seakan turut menyala, dinding – dinding vaginaku mulai benar-benar gatal disana sejalan bersama cairan yang udah mulai merembes dari liangnnya.
Dengan tangan sedikit gemetar aku singkap selimut yang menutupi tubuh mas Bima, dan benar saja sehabis tersingkap keluar penisnya udah tegak menantang bersama kerasnya, keluar urat – urat dibatang penisnya membuatku menelan ludah. Setelah sebagian pas aku mematung melihat itu, tangan kanan mas Bima bergeser ketanganku dan diarahakan ke batang penisnya. Seakan paham akan maksudnya, kini aku genggam batang itu yang udah sekeras tongkat kayu. Aku elus perlahan dari atas sampai bawah secara berulang dan sesekali aku gelitik lubang ujung penisnya bersama jariku.
“ahhh…..terus Wulan…” Mas Bima mulai mendesah
Setelah sebagian pas kemudian, mulai tangan mendorong punggungku kedepan, supaya aku sedikit menunduk dan otomatis wajahku semakin medekat bersama batang penisnya. Aku sedikit terkejut, dan terdiam sesaat sambil menoleh kewajahnya,
“Cium itu Wulan…” kata mas Bima bersama nafas tersengal
Mendengar kata – katanya aku benar-benar terkejut, dikarenakan aku sesungguhnya belum dulu lakukan hal ini bersama mantan suamiku. Selama sehabis menikah, suamiku tidak dulu memperlakukanku macam – macam, hanya berciuman bibir sebagian saat, dan di pas mulai vaginaku udah mulai basah, bersama cepat dihujamkan penisnya kedalam liang vaginaku sampai dia mengalami ejakulasi, selanjutnya sehabis itu dia langsung tertidur disampingku. Begitu kehidupan sex ku sepanjang bersama suami, mungkin aku dan suami dikampung pas itu sangatlah kurang pendidikan tentang jalinan sex. Dalam pikiran kami terjalin suami istri hanya semata-mata memasukkan sperma laki – laki kedalam vagina pasangannya dan udah selesai sampai disitu. Akan tetapi walaupun begitu, aku benar-benar menikmatinya bersama suamiku pas itu.
“Apa mas, di cium?” Tanyaku heran
“Kamu belum dulu melakukannya?” Mas Bima menanyakan bersama mengernyitkan dahi
Mendengar itu, aku hanya menggelengkan kepala. Mas Bima hanya tersenyum melihatku,
Diarahakannya kepalaku lebih dekat sampai ujung bibirku menyentuh ujung penisnya. Kubuka mulutku perlahan sejalan bersama motivasi tangan mas Bima yang mendorong kepalaku, supaya batang penisnya mulai menyeruak masuk kedalam mulutku. Aku diamkan disana sebagian saat. Terasa tangannya kini memaju mundurkan kepalaku supaya otomatis batang penisnya keluar keluar masuk disana. Seakan paham akan maksunya, kini aku maju mundurkan bersama pelan dan lama – lama semakin cepat,
“Ahhh….Sshhhh, teruss Wulan….” Mas Bima terdengar mulai mendesah
Semakin cepat aku memaju mundurkan kepalaku suara erangan mas Bima semakin terdengar jelas, kadang waktu dia meringis dikarenakan gigiku menyentuh anggota batang penisnya. Disaat aku mengulum penisnya, kini tangannya yang semula mengelus punggungku beralih ke payudaraku. Tangan mas Bima meremas bersama lembut secara bergantian dari luar busana selanjutnya menelusup masuk kedalam dari lubang leher. Merasakan ini tiba – tiba tubuhku mulai terbakar,aku mulai semakin bernafsu. Terlebih dikala jari mas bima memilin puting payudaraku, aku tanpa paham turut mendesah, akan tetapi suara desahanku tertahan dikarenakan batang penis mas Bima udah memenuhi mulutku,
“Ahhh…arrrghhh…”
Kini aku benar – benar terangsang, bibir vaginaku mulai benar-benar gatal dan cairan dari liang vaginaku mulai semakin mengalir sampai meleleh di paha atas. Kupercepat ritme kulumanku, sehabis sebagian pas mas Bima mulai mengejang, dan pinggulnya sedikit terangkat,
“aaaah…….”
Terdengar suara desahannya begitu paham disertai semburan sperma keluar dari ujung penisnya mulai di dalam mulutku. Karena dia mengejang sejalan pinggulnya terangkat, maka batang penis itu seakan masuk semakin di dalam ditenggorokanku sampai aku tersedak dan terbatuk, sebagian cairannya turut masuk tertelan. Mas Bima langsung melepas batang penisnya dari mulutku.
“Kamu gak ayah Wulan?” Tanya mas Bima bersama senyum disertai nafas yang tetap tersengal
Aku hanya menggelengkan kepala dan turut tersenyum sambil jariku mengusap ceceran cairan sperma yang keluar dari mulutku.
“Terima kasih ya, aku udah gak kuat ulang Wulan,” Katanya
“Tidak kudu berterima kasih begitu mas, tugasku disini adalah melayani mas Bima. Aku juga minta maaf, dikarenakan mungkin ini baru pertama kali mas, “ Kataku, mendengar ini mas Bima hanya tersenyum.