Pacarku Mendadak Berubah Menjadi Liar
kenangan.xyz – Perkenalkan namku adalah Andhika, saya adalah seorang pelajar SMU yang cukup top di kota Makassar. Pada hari itu saya mendambakan menyita tugas kimia di tempat tinggal salah satu pacar saya, sebut saja Rina. Di sana saya kebetulan bersua sahabatku Rina.
Kemudian kita diperkenalkan, namanya Laura, orang itu cukup cantik, manis, putih dan gemuk layaknya tubuh kelas 3 SMA. Pakaian sekolahnya putih dan sedikit benar-benar kecil supaya kesan tambahan payudaranya menjadi lebih besar. Ukuran payudaranya bisa saja 32B dikarenakan seragamnya tidak bakal dapat membendung tekanan berasal dari benjolan gunung kembar.
Kami terdiam, hanya saja saya memandang dadanya dan pantatnya yang montok. Wow mulai di langit ke-7 kali terkecuali dapat menikmati tubuh gadis ini, pikirku. Terkadang mata kita bersua bukan GR-an tetapi saya pikir gadis ini terhitung mempunyai perasaan untuk saya.
Setelah satu jam berada di tempat tinggal Rina, saya mengucapkan selamat tinggal kepada Rina tetapi dia mencegah saya dan meminta saya untuk membawa Laura pulang dikarenakan rumahnya agak jauh dan agak terlambat dan kebetulan saya membawa papa saya “Kijang Rangga”.
Akhirnya saya sepakat bersama perhitungan ini peluang untuk mendekati Laura. Setelah berdiam diri lama saya mengawali pembicaraan bersama bertanya, “Tidakkah tersedia sesuatu yang marah dikarenakan saya baru berusia dua, pacarnya marah lagi ..?” Dia hanya terkekeh dan berkata, “Saya belum mempunyai pacar.”
Perlahan tangan kiriku mulai pegang sambil berusaha memegang paha di anggota roknya. Dia menjalankan tangannya dan tinggal bersama pahaku. Tanpa menampik tangan saya mulai menjelajah, maka tiba-tiba dia mengangkat tangan berasal dari pahanya, “Hati-hati bersama Andhi, jalannya yang sulit! Penahanan lagi ..” bersama suara agak malu yang baru saja saya katakan,
“Oh ya maaf, tidak apa-apa,” kataku, lantas dia tersenyum sedikit seolah menyetujui tindakanku tadi. Lalu saya membawa mobil itu ke area yang gelap dikarenakan kebetulan sudah mulai malam, “Loh kok disini sih?” Protes Laura Sambil mematikan mesin yang baru saja saya katakan,
“Boleh saya mencium bibirmu?”
Malu, dia menjawab,
“Ahh tidak tahu ah, saya belum dulu sakit.”
“Ah tenang aja, saya bakal mengajar,” sambil langsung meremukkan bibir mungilnya.
Ia mulai menikmatinya, sesudah hampir lima menit kita melaksanakan permainan lidah. Memindahkan posisi saya berasal dari kursi pengemudi ke segi pengemudi bersama posisi agak membungkuk kita tetap memainkan lidah, selagi dia selalu dalam posisi duduk.
Lalu sambil menjilati bibirnya saya letakkan kursi Laura supaya posisinya berbaring dan tanganku mulai memainkan payudara yang agak besar, dia menghela napas, “Ahh, perlahan Andhi sakit ya ..” Seiring selagi dia mulai menyukai saya bagaimana caranya. Memainkan dua buah dada yang masih terbungkus seragam.
Mulutku mulai menurun di lebih kurang tenggorokannya selagi tanganku mulai membuka kancing seragam dan langsung menerkam dadanya yang masih terbungkus miniset “kurus” layaknya “minishet” yang membayangkan beruang menambah gairahku dan langsung menjalankan mulutku ke dadanya.
“Lepaskan dong dong miniset itu nanti basah?” Dia mendesah kecil.
“Ah tidak papa, baiklah,” selagi ia mulai membuka kancing “miniset”, dan mulai menghancurkan puting Laura yang saat ini bertelanjang dada. Sementara tangan kananku mulai bermain bersama lubang roknya yang telanjang berasal dari bokongnya dan tanganku tergelincir ke dalam rok dan mulai bermain-main bersama lubang yang hampir membasahi CD-nya yang kurus putih dan kartun Jepang.
Mulutku jatuh ke dalam celana dalam bersama kartun itu dan mulai membukanya, lantas menjilatnya dan menusuknya bersama lidahku. Laura hanya memejamkan mata dan mengisap bibirnya bersama bahagia hati.
Sesekali kuletakkan jari tengahku dan dipelintir di lubang feminin yang hanya ditutupi bersama bulu halus. Dia hanya capai rambutku dan duduk di kursi mobil mencegah rasa sakitnya. Setelah itu saya penat dan menjelaskan kepadanya, “Bergantian,” kataku.
Dia hanya dipatuhi dan saat ini saya di kursi mobil dan dia di bawah. Setelah itu saya capai tangannya dan membawanya untuk mulai menanggalkan pakaian saya “O’neal” dan menjatuhkannya. Lalu saya menyuruhnya memegang pangkal pahaku yang mulai tegang.
Dengan inisiatifnya sendiri dia mulai menggoyang pangkal pahaku.
“Kalau digini’in bagus bukan Andhi?” Tanyanya polos.
“Oh ya, itu bagus, tetapi kamu berkenan yang lebih baik?” Saya bertanya.
Tanpa bicara lagi, saya memegang kepalanya sejajar bersama eranganku dan mulutnya mencium pangkal pahaku. “Suck it up! Lezat sepert ,” dia dipatuhi dan mulai meremukkan pangkal pahaku dan sesekali mengisapnya.
Merasa tubuhku hampir habis saya menyuruhnya berhenti, dan Laura berhenti mengisap pangkal pahaku bersama ekspresi sedikit kecewa di wajahnya selagi ia mulai menikmati.