Kisah Nyata Duri Di Dalam Hubungan Pasutri
kenangan.xyz – Nana Mariska, wanita berusia 30 th. yang berprofesi sebagai dokter umum, tengah melakukan prakteknya di sebuah klinik di Jakarta Selatan.
Entah karena Nana memang “bau” didalam dunia medis atau ada panggilan tertentu, klinik pas itu tengah dibanjiri pasien. Bagian administrasi pun kewalahan karena amat banyak pasien baru yang mendambakan mendaftar.
“Ibu, ada alergi obat gak?” tanyanya kepada seorang pasien bersama dengan keluhan luka terbuka akibat terkena pecahan kaca. Luka tersebut agak besar dan telah dijahit, tetapi dokter Nana bermaksud untuk memberikan obat antibiotik minum, tidak cuma berupa salep.
“Seingat saya tidak ada dok,” jawabnya. Dokter itupun cuma mengangguk kemudian menuliskan resep sebagian obat.
“Ibu, tebus obatnya ya di apotik depan. Diminum cocok aturan. Usahakan termasuk lukanya jangan basah ya, terkecuali terkena air, segera tukar perbannya,” menyadari dokter Nana. Si Ibu tersenyum dan mengangguk mengerti.
“Kalau salepnya ada dok?”
“Oh iya, ada. Salepnya dioleskan tipis2 saja di bekas jahitan sebelum akan ibu pakai perban yang baru ya,” tambahnya. “Jangan lupa tukar perbannya paling tidak dua kali sehari, terkecuali basah segera ganti. Minggu depan pemeriksaan ya membuat diliat jaitannya,” jelasnya lagi. Ibu itu mengangguk kembali dan bersiap untuk meninggalkan ruangan.
“Terima kasih, dok. Permisi,” si Ibu izin dan berlangsung keluar. Dokter Nana cuma tersenyum dan memperhatikan sampai pasiennya tersebut menutup pintu area pemeriksaan.
Baru saja dokter Nana menyenderkan punggungnya ke kursi yang didudukinya, tiba2 terdengar ketukan pintu.
“Masuk,” teriaknya.
Seorang perawat masuk dan tersenyum ke arah dokter berperawakan tinggi dan berparas cantik tersebut.
“Dok, tadi pagi gak mandi ya?” tanyanya bersama dengan nada bercanda.
“Enak aja, Mbak Indah kali gak mandi,” elaknya.
“Abisnya pasien baru kok banyak banget hari ini. Tuh liat dok di komputer, antrian yang telah terdaftar aja ada 28 orang. Masih ada belasan orang lain kembali yang nunggu,” menyadari perawat tersebut. Nana memanggilnya bersama dengan sebutan Mbak karena umur mereka tidak serupa lebih kurang 7 tahun.
Nana memperhatikan layar computer di meja kerjanya untuk melihat kuantitas antrian. Dan benar saja, masih ada 28. Bertambah 2 orang yang baru saja sukses didaftarkan. Nana menghela nafas panjang.
“Makanya dok, mandi pernah kalo rela praktik tuh,” ejek Mbak Indah lagi.
Nana cuma tersenyum mesem. “Ah padahal semalem saya telah mandi kembang loh, Mbak. Sama potong rambut membuat buang sial,” canda Nana.
“Dok, rela potong rambut sampe plontos termasuk gak ketauan. Wong pake jilbab begitu,” tukas Mbak Indah.
“Eh iya ya hehehe,” pungkas Nana.
“Jadinya rela istirahat pernah atau segera nerus nih dok?”
Nana melihat ke arah jam tangannya. Sudah jam 12.24 WIB tetapi pasien masih menumpuk. Biarlah makan siangnya ditunda sementara, pasien lebih utama.
“Lanjut pernah deh, Mbak, masih rame soalnya,” katanya. Mbak Indah cuma mengangguk mengerti.
“Mau dibeliin makan siang apa dok? Sebelum pasien lainnya saya panggil masuk,” tawarnya lagi.
“Umm apa aja deh, samain aja kayak Mbak Indah. Sama nitip kopi ya, Mbak,” jawabnya sambil mengambil sebagian lembar uang berwarna biru dari kantong jas putihnya dan memberikannya ke Mbak Indah.
“Cappuccino bersama dengan 3 shots espresso dan sirup karamel?” bertanya Mbak Indah untuk meyakinkan. Nana mengacungkan kedua jempol tangannya sambil tersenyum, suka bersama dengan hafalan perawatnya.
“Siap dok, nanti saya sampein kembali ke Mas Opik. Kalo begitu, saya permisi dulu,” pamitnya. Nana mengangguk kemudian bersiap untuk menghadapi pasien berikutnya. Hari ini masih amat panjang untuk dilewati.
XXX
Hari telah malam pas pasien paling akhir selesai Nana periksa. Tidak ada penyakit yang tertentu terhadap pasien tersebut. Tanda penting layaknya tekanan darah dan nadi pun masih terbilang normal terhadap orang2 seusianya.
“Pak, yang paling Bapak rasakan apa?” bertanya Nana bersama dengan pertanyaan terbuka. Cara yang tepat untuk mendapatkan penjelasan panjang dari pasien.
“Kepala pusing dok,” jawabnya. “Mual, perut termasuk sakit melilit. Tangan sama kaki termasuk baal dok, kayak rela kesemutan,” tambahnya kembali sambil mengurut2 kedua tangan dan kakinya bergantian.
Nana tersenyum kepada pasiennya yang telah berumur 78 th. itu. “Bapak lumayan tidur kalo malem?”
“Gak sih dok. Saya banyak pikiran. Anak2 saya gak pernah nengokin, saya jadi mikir apa mereka telah gak hiraukan kembali sama saya. Saya termasuk kangen sama cucu2 saya,” tambahnya. Jackpot, kata Nana didalam hati. Yang dirasakan oleh pasien ini memang dipicu dari pikirannya yang tidak pernah tenang. Ditambah usianya telah renta, jadi semuanya dirasakan.
“Bapak tinggal sama siapa di rumah?” bertanya Nana kembali bersama dengan lembut.
“Saya tinggal sendiri dok. Istri saya telah meninggal 3 th. yang lalu.”
“Jadi Bapak ngerjain apa2 sendiri?” bertanya Nana lagi. Kali ini ia tahan agar tidak jatuh ke arah simpati. Bagi seorang dokter, didalam berkomunikasi bersama dengan pasien, lumayan bersama dengan berempati. Tidak boleh terbawa kondisi sampai bersimpati.
“Ada keponakan saya dok yang bantu urus rumah. Tapi saya gak enak. Ada anak sendiri tetapi kok tambah orang lain yang repot,” sungutnya. Tidak dipungkiri, Nana layaknya melihat air mata di ujung kedua mata Bapak tua itu.
“Mohon maaf, Pak, bisa saja anak2 Bapak tengah sibuk. Bapak doakan saja semoga secepatnya bisa berkumpul kembali ya,” kata dokter Nana sehati2 mungkin. “Saya resepkan vitamin ya Pak. Usahakan tidurnya lumayan dan makan makanan yang sehat,” tambahnya.
Bapak itu cuma mengangguk lemah. Nana jadi makin percaya bahwa pasiennya perlu rekan untuk hanyalah mengobrol. Dan termasuk mendambakan menyembuhkan kerinduan bersama dengan anak serta cucu2nya.
“Bapak sehat2 ya, biar nanti cucu2 seneng ngeliat kakeknya seger kalo ketemu,” kata Nana menyemangati lagi. Si Bapak tersenyum sedikit.
“Terima kasih, dok. Maaf saya jadi bercerita panjang,” kata Bapak berkacamata itu.
Nana menggeleng. “Gak perlu minta maaf, Pak, saya suka kok Bapak rela bercerita,” jawab Nana sesopan mungkin.
“Obatnya cuma vitamin ya, dok?”
“Iya, Pak. Kalau Bapak menjadi tidak ada perubahan, Bapak periksa kembali ya. Boleh di sini, atau di tempat lain,” tutup Nana. Si Bapak lagi2 cuma mengangguk.
“Baik dok, terima kasih,” katanya sambil berdiri. Nana ikut berdiri dan menjabat tangan penuh keriput yang terjulur di hadapannya.
“Sehat2 ya, Pak,” katanya lagi. Nana melihat si Bapak berlangsung bersama dengan hati2 bersama dengan pemberian Mbak Indah sampai ke meja depan. Ternyata Bapak tersebut diantar oleh seseorang yang lebih muda darinya. Mungkin keponakannya yang tinggal satu rumah.
Mbak Indah masuk kembali ke area pemeriksaan. “Langsung pulang, dok?”
Nana menggeleng. “Nanti deh Mbak, lempengin badan dulu. Suami termasuk belom pulang dinas,” jawabnya sambil meregangkan kedua tangan ke atas, melemaskan otot2 di sekujur tubuh rampingnya.
“Saya temenin ya dok,” tawar Indah.
“Eh ga usah, Mbak, duluan aja. Paling saya 15 menitan kembali kok.”
“Apa saya suruh Mas Opik sama Mas Dian ya untuk stay dulu?”
“Ih gak usah, Mbak, gak apa2. Kayak gak pernah ninggalin saya sendirian di sini aja,” tolak Nana.
“Saya kan gak tega, cantik,” jelasnya.
Nana tertawa kecil. “Udah sana pulang, Mbak. Kasian suaminya telah nungguin minta dibelai,” goda Nana. Dia bicara layaknya itu karena sebagian hari yang lalu Mbak Indah menceritakan bahwa suaminya selalu mengajak untuk bercinta tiap tiap kali ada kesempatan. Bahkan membawa dampak Mbak Indah menyebut suaminya itu Laki-laki haus belaian.
“Dokteeeeer, jangan kenceng2. Ntar saya diejek konsisten sama dua laki2 rese di depan,” katanya merujuk ke Mas Opik dan Mas Dian. Nana tertawa makin kencang.
“Mas Opiiiik, Mas Diaaan, ada gosip niiiih,” teriak Nana dari didalam ruangan yang membawa dampak kedua laki2 yang dipanggil berkunjung menghampiri bersama dengan tergesa2.
“Apa tuh dok?” kata Mas Opik yang memang lebih muda 2 th. dibanding Nana. Namun selalu dipanggil bersama dengan sebutan Mas karena Nana berasumsi itu tidak benar satu langkah untuk menjunjung orang lain.
“Dokteeeerrrr, diem dooook,” kata Mbak Indah bersama dengan memelas yang cuma membawa dampak Nana makin semangat bercerita.
“Pasti tentang Indah ena2 nih,” goda Mas Dian, umurnya paling tua dibanding mereka bertiga.
“Ih Mas Dian berisik. Udah ah, saya pulang duluan dok, assalamuaikum!” kata Mbak Indah sambil merengut.
Orang2 yang ditinggalkan di area pemeriksaan pun tertawa makin keras sesudah menjawab salam perawat bertubuh mungil tersebut.
“Udah rela pulang dok?” bertanya Mas Opik, cleaning pelayanan merangkap supir terkecuali sewaktu2 dibutuhkan.
“Iya nih, telah malem ternyata ya,” jawab Nana sambil mengakses jas putihnya dan menaruhnya di atas kursi duduknya.
Kemudian ia memasukkan barang2 pribadinya ke didalam tas jinjing hitam bermerk yang dia bawa. “Saya duluan ya, Mas Opik, Mas Dian. Makasih membuat hari ini,” tutupnya.
“Sama2 dok, saya sama Mas Dian rela beberes di depan pernah sebelum akan pulang,” katanya sambil berpamitan.
Nana melangkah ke arah pintu muncul sambil membawa tas dan memegang handphonenya, membaca sebagian pesan WA yang belum sempat ia baca selama praktek.
Ada 1 pesan dari Iqbal, suaminya yang merenggut semua perhatiannya.
Hubby [06.58 PM]: Sayang, saya telah di rumah. Cepet pulang ya. Kangen genjotin kamu
Muka Nana memerah tetapi senyum lebar terukir di wajahnya. Cepat2 ia mengakses kunci mobil dan masuk ke dalamnya. Menyalakan mesin bersama dengan rasa tidak sabar karena telah membayangkan perlakuan manis suaminya yang ia tunggu2 untuk pulang.
Bagaimana tidak, suaminya telah meninggalkan rumah selama 3 minggu karena dinas dari tempatnya bekerja. Padahal mereka baru saja menikah 2 bulan yang lalu. Jadi Nana menjadi wajar terkecuali gairah bersama dengan suaminya belum terpuaskan.
Untung saja jarak dari klinik ke rumahnya tidak begitu jauh. Hanya perlu pas lebih kurang 20 menit, Nana telah sampai di rumah.
Setelah memakirkan mobilnya bersama dengan rapi di garasi, ia cepat2 muncul dari mobil dan memberikan kunci mobil ke Pak Iyan, supir suaminya untuk mengurusi mobilnya lebih lanjut. Nana benar2 telah tidak sabar bersua suaminya.
“Assalamu’alaikum!” teriak Nana, sambil berlangsung ke arah kamar utama.
“Waalaikumsayang, dokterku,” jawab suaminya bersama dengan nada bercanda dari arah dapur. Ia baru saja menyeduh teh manis untuk dirinya sendiri.
Nana tersenyum lebar dan agak berlari ke arah suaminya itu.
“Eh pelan2 sayang, saya bawa teh panas nih,” kata Iqbal sambil tertawa. Tapi Nana tak mengindahkan, ia kemudian memeluk suaminya bersama dengan penuh perasaan rindu.
Iqbal menaruh cangkir teh manis panasnya di atas meja bar di dekat mereka berdiri. Kemudian melingkarkan kedua tangannya di badan Nana, membalas pelukan istrinya bersama dengan amat erat. Sambil ia mencium lekukan leher Nana sebelah kanan.
Nana melepas pelukannya sambil masih tersenyum lebar. Kemudian ia memajukan wajahnya dan mencium bibir suaminya itu bersama dengan penekanan yang lumayan untuk menggambarkan serindu apa ia kepada Laki-laki di hadapannya. Iqbal pun membalas ciuman Nana sambil memejamkan kedua mata.
Smooochhh.
“Sayang, duduk…” kata2 Iqbal terpotong karena Nana bersama dengan sigap konsisten mencium bibirnya lagi.
Smoochh. Smoochh.
“Sayang, aku…” lagi2 omongan Iqbal terpotong. Lalu ia menyerah. Sambil selalu mencium Nana, ia sedikit membungkuk dan mencapai belakang lutut Nana kemudian membopong wanitanya tersebut bersama dengan bridal jenis ke arah sofa di area tengah.
Smoochh. Hmm. Smooochh.
Mereka konsisten berciuman sambil Iqbal turunkan badannya di atas sofa bersama dengan posisi duduk dan memangku miring istrinya.
Lengan kanan Nana melingkar mesra di leher dan tangan kiri memegang pipi suaminya itu, seolah2 tidak rela melepas Iqbal sedetik pun.
Iqbal mengusahakan melepas diri karena telah menjadi menjadi perlu mengatur nafas. Nana membiarkannya dan segera mencium leher Iqbal.
Lelaki berkulit sawo matang itu pun cuma tersenyum. “Sayang, telah dulu. Nanti Bi Popon ngeliat,” katanya beralasan. Nana mengangkat kepalanya dan melihat ke mata Iqbal.
“Biarin, Bi Popon kan tentu pernah kayak gini,” jawab Nana ngeyel. Kemudian ia mencium kembali bibir suaminya bersama dengan cepat dan bertubi2.
Iqbal memegang kedua pipi Nana, benar2 mengusahakan untuk menghentikan hujan ciuman yang turun bersama dengan deras di bibirnya.
Nana pun menurut meskipun sedikit cemberut. “Mas gak kangen apa sama aku?” tanyanya bersama dengan manja.
“Kangen banget sayangku, tetapi kan kalo di sini jadi mengonsumsi publik. Bisa aja Pak Iyan ato Bi Popon nonton,” katanya memberikan alasan.
Nana menghela nafas panjang. Benar termasuk sih kata2 suaminya itu. Di rumah mereka tinggal bersama dengan pasutri beda generasi yang bertugas menolong mereka mengelola rumah sehari2. Pak Iyan supir sekaligus penata kebun, Bi Popon sebagai asisten rumah tangga.
Rumah Iqbal dan Nana merupakan rumah berkonsep minimalis yang berada di sebuah klaster. Tidak bertingkat, tetapi lumayan luas. Rumah ini punya 5 kamar tidur termasuk kamar pembantu dan total 4 kamar mandi di masing2 kamar. Kecuali kamar tamu dan kamar pembantu, kamar mandinya terpisah tidak begitu jauh dari kamar tidurnya.
Nana turun dari pangkuan Iqbal, bermaksud untuk mengambilkan cangkir teh manis yang Iqbal taruh di atas meja bar. Sambil berlangsung kembali ke arah sofa, Nana bertanya, “Kok gak bilang2 kalo pulang hari ini? Aku kira lusa.”
Iqbal terima cangkir tehnya kemudian meminum isinya. Nana duduk di samping Iqbal sambil memeluk lengan suaminya itu.
“Udah gak betah, gak ada kamu sih,” jawab Iqbal enteng.
“Woo gombal,” balas Nana, tertawa tetapi mempererat pelukan lengannya dan menyenderkan kepalanya di bahu Iqbal.
“Mandi sana, bau tau,” canda Iqbal. “Lagian jahat ya kamu, abis ketemu pasien konsisten segera nempel sama aku,” tambahnya lagi, berpura2 melepas pelukan Nana sesudah menaruh cangkirnya di atas meja di depannya.
“That is a perk of having a doctor as your wife,” jawabnya bersama dengan datar. Kemudian ia melepas pelukan dan meminum teh dari cangkir suaminya.
“Aku rela mandi pernah ya, Mas,” Nana berharap izin sambil berdiri.
“Ikuuut,” jawab Iqbal.
“Ih gak usah, ntar ga selesai2 mandinya,” tolak Nana sambil bercanda. Namun yang berlangsung adalah Nana menarik tangan Iqbal ke arah kamar tidur mereka dan mengunci pintunya.
Walaupun di rumah cuma ada 2 pasutri dan kamarnya berjauhan pula, tetapi mereka menjadi perlu selalu membiasakan diri untuk mengunci pintu kamar. Just in case.
Pasutri muda yang belum lama menikah itu pun melangkah ke didalam kamar mandi. Nana melepas tangan Iqbal yang berdiri tidak jauh dari wastafel kemudian menyalakan shower bersama dengan mengatur suhu hangat. Iqbal menanti bersama dengan sabar.
Dokter cantik itupun berlangsung kembali ke arah suaminya sambil melepas hijab yang masih menempel di kepalanya. Iqbal menangkap tangan Nana begitu muncul akan melepas kemejanya sendiri.
Dengan senyum penuh arti, Iqbal menolong melepas kancing kemeja Nana satu per satu. Kemudian ia turunkan ban pinggang celana kulot yang digunakan Nana sampai lewat kakinya, meninggalkan sepasang bra dan celana didalam hitam yang masih menempel di badan Nana.
Tidak rela kalah, Nana melepas kaus berkerah Iqbal dari arah kepala kemudian mengakses kancing celana jins serta didorongnya ke arah kedua kaki Laki-laki itu untuk dilepaskan. Nana menatap lekat2 suaminya yang sekarang cuma berbalut boxer ketat berwarna abu2 gelap.
“Kamu kok seksi sih, Mas,” goda Nana yang membawa dampak Iqbal tertawa.
“Harusnya saya yang bilang begitu ke kamu, sayang,” koreksi Iqbal sambil menyentil ujung hidung istrinya itu.
Kemudian ia menarik leher Nana dan mencium kembali bibirnya. Kali ini bersama dengan intens dan dalam. Tangan Nana memeluk punggung suami kesayangannya sambil mengulum bibir lawan mainnya.
Suara gemercik air dari shower terdengar mengiringi nada nafas dan ciuman yang memburu serta memanas.
Smoochh. Smoochh. Emmm…
Lidah mereka beradu, saling melilitkan diri dan masuk ke rongga mulut masing2 lawannya. Iqbal mengusahakan melepas kait bra di punggung Nana sambil menggigit bibir atas istrinya itu.
Smoochh.
Dada Nana berdegup kencang, amat excited bersama dengan perlakuan Iqbal. Tangan ia pun bergerak ke arah selangkangan Iqbal, mengelus2 lembut junior yang ia rindukan.
“Aww sayang,” desah Iqbal.
Smoochhh.
Nana membungkam desahan Iqbal bersama dengan ciuman yang lebih dalam.
Bra yang telah sukses Iqbal lepas, dilemparkannya ke sembarang arah.
Kemudian ia turunkan kepalanya ke arah leher Nana. Memberikan ciuman dan jilatan di sana.
“Mmhhh,” Nana melenguh.
Kemudian Iqbal lebih turunkan kembali kepalanya, menjilat semua akses ke arah dada Nana. Dada yang berukuran lumayan besar untuk ukuran badannya, yaitu 36D. Nana melenguh makin kencang.
Iqbal menjadi mencium dada kanan Nana, sambil meremas dada sebelah kiri. Menjilat dan pada akhirnya menghisap puting kecoklatan Nana yang telah mengeras. Dihisapnya bersama dengan lembut tetapi penuh nafsu.
“Ohh Mas,” desah Nana kembali sambil menghimpit kepala Iqbal agar lebih mendekat. “Isep terus, Mas,” desahnya lagi.
Iqbal menurut. Ia konsisten menghisap dan sesekali menggigit puting yang menggemaskan itu. Sudah suka di sebelah kanan, ia bergeser ke dada sebelah kiri dan melakukan perihal yang sama layaknya sebelumnya.
Nana konsisten mendesah keenakan. Tangannya mengusahakan melepas boxer suaminya, mendorongnya ke bawah untuk melepas kontol kebanggaan Iqbal yang telah menegang.
Nana masih kerap tersentak terkecuali melihat ukuran kontol suaminya yang mencapai 17 cm saat menegang. Namun ia mensyukuri perihal itu, karena ia menyukai kontol yang besar.
Kemudian Nana mengusahakan untuk mengocok pelan bongkahan daging tersebut yang membawa dampak nafas pemiliknya memburu.
“Uuhh enak sayang,” katanya di sela2 menghisap puting Nana. Hal ini membawa dampak Nana makin semangat untuk mengocok.
Desahan yang saling sahut menyahut makin keras terdengar. Nana dan Iqbal telah sama2 tidak bisa menahan lebih lama. Keduanya pun melepas sisa penutup yang masih menempel di badan mereka masing2 agar keduanya bertelanjang bulat.
Iqbal menarik tangan Nana dan berdiri di bawah shower yang mengucurkan air hangat. Dengan pelan, mereka saling memandikan satu sama lain. Membersihkan rambut bersama dengan shampoo dan mengusap2 busa sabun ke badan lawannya secara sensual.
Setelah mereka mencuci badan mereka bersama dengan bersih, Iqbal mematikan shower. Namun tangan kirinya bergerak ke arah pintu liang surgawi punya istrinya. Ia mengelus2 pelan dari luar dan tak ayal membawa dampak Nana mendesah lagi.
“Ahh Mas,” desahnya sambil memegang tangan suaminya itu. “Masukin, Mas,” katanya kembali sambil mengakses kedua kakinya untuk mengakses memeknya.
Iqbal mencium bibir istrinya sambil memasukan 1 jari ke didalam memek Nana.
“Ohh sayang, memeknya saya membuat basah ya,” kata Iqbal bersama dengan mesra. Nana mengangguk lemah isyarat setuju.
Kemudian Iqbal menjadi mengocok memek Nana, memasuk-keluarkan jarinya sambil sesekali mencari2 dimana klitoris istrinya itu berada.
“Ssshh, Mas, ahhh,” racau Nana. Ia tak kuat untuk mengeluarkan kata2. Iqbal kemudian berjongkok di depan Nana, mengakses kaki Nana lebih lebar dan mendekatkan mulutnya ke arah bibir bawah Nana.
Nana makin bersemangat. Dengan cepat ia mengarahkan memeknya untuk dilahap oleh suaminya itu.
Sllrrpp. Slrrpp. Ahh.
Terdengar nada hisapan dan desahan Iqbal pas menjilat memek Nana. Memek yang telah amat ia rindukan selama perjalanan dinas. Rasanya khas, tidak asin tetapi tidak tawar juga.
Nana mendesah tidak karuan sambil melihat ke arah atas. “Ohh Mas, iya, disitu, Mas,” katanya konsisten bersama dengan cepat.
Iqbal mengarahkan lidahnya ke arah klitoris Nana, menjilat dan menghisapnya kuat2 sampai membawa dampak Nana nyaris terjatuh karena lemas. Namun bersama dengan sigap Iqbal memeluk kedua paha Nana untuk menahannya.
“Ahh, Mas, saya rela keluar,” kata Nana sesudah sebagian menit Iqbal menjilati memeknya. Iqbal masih konsisten menjilat, mengeluar-masukkan lidahnya ke memek Nana. Berusaha untuk membawa dampak Nana orgasme secepatnya.
“Mas, uuuhhh,” desah Nana terus2an sambil menjambak rambut Iqbal.
“Maaasss, saya keluaaarrrr,” katanya sedikit berteriak. Sambil selalu berpegangan ke kepala Iqbal, Nana melepas teriakan orgasmenya dan melepas memeknya membanjiri mulut Iqbal bersama dengan cairan birahinya.
Iqbal masih saja memeluk paha istrinya yang bergetar akibat orgasme dan menghisap habis cairan memeknya sampai tetes terakhir.
“Ahh, Mas, enak banget,” kata Nana sambil menarik Iqbal untuk berdiri. Nana mencium bibir Iqbal, tidak ada rasa jijik meskipun habis menelan cairan dari badannya.
Kemudian tukar Nana yang berjongkok di depan Iqbal. Sambil mengocok kontol yang telah tegang maksimal, Nana menjadi menjilat kepala kontolnya Iqbal.
“Emmmhh,” desah suaminya.
Nana mencium tiap tiap jengkal batang kontol Iqbal, turun ke arah kedua bijinya sambil sesekali ia jilat dan gigit. Tak lupa ia hisap bergantian kiri dan kanan. Tangannya selalu mengocok bersama dengan pelan.
Kemudian ia mengakses mulut, memasukkan kepala kontol Iqbal. Dijilatinya dari didalam mulut bersama dengan manfaatkan lidah.
“Sshh sayang,” lenguh Iqbal, sambil mengusap2 kepala Nana. Pertanda bahwa Iqbal menikmatinya.
Nana mengakses mulut lebih lebar, memasukan lebih banyak bagian kontol Iqbal sampai menyentuh tenggorokannya. Ia nyaris muntah tetapi cepat2 dikeluarkannya dari didalam mulut.
“Ga muat sayang, mentok,” kata Nana, melihat ke wajah suaminya bersama dengan tatapan nakal.
Iqbal tidak bicara apa2, tetapi mendorong kembali kontolnya untuk masuk ke didalam mulut Nana. Istrinya itu pun menurut, menjadi mengulum kontol yang ia rindukan itu bersama dengan penuh rasa.
Ia menjadi mengulum muncul masuk kontol Iqbal. Beberapa kali bersama dengan selingan deep throat. Lalu Nana keluarkan dari didalam mulut, mengocoknya bersama dengan tangan dan digerakkan ke atas dan bawah. Dari awal yang pelan kemudian makin lama makin cepat.
“Uhh enak,” racau Iqbal lagi.
Nana makin bernafsu untuk mengulum kontol yang ada di genggamannya. Lagi2 ia masukkan ke didalam mulut dan ia keluar-masukkan sambil mendesah.
“Sayang, saya gak kuat. Mau memek kamu yang,” kata Iqbal bersama dengan cepat. Ia risau akan muncul duluan sebelum akan bisa menggenjot istrinya.
Nana mengerti, ia berdiri kemudian menungging membelakangi suaminya. Ia lebarkan kaki untuk mengakses memeknya lebih lebar.
“Entot aku, Mas,” pinta Nana. “Entot memek ini bersama dengan keras,” pintanya kembali bersama dengan kasar.
Iqbal yang telah tidak tahan, segera memposisikan diri di belakang Nana. Tangan kiri memegang pinggul Nana dan tangan kanan mengarahkan kontol besarnya untuk masuk ke memek yang telah terbuka lebar.
BLESSSSS.
Kontol besar itu pun sukses masuk didalam sekali percobaan karena memek Nana telah amat basah akibat orgasme sebelumnya.
“Ahhh,” keduanya mendesah secara bersamaan. Iqbal menanti untuk memasukkan kontolnya lebih didalam lagi. Kemudian ia menjadi menggenjot istri yang usianya tidak serupa 3 th. lebih muda itu.
PLOK PLOK PLOK
Suara tabrakan antar daging jadi irama erotis di didalam kamar mandi itu. Iqbal dan Nana terus2an mendesah bersama2. Di pas memeknya menjadi penuh oleh tusukan kontol besar Iqbal, layaknya gembok bersama dengan kuncinya, yang saling klop satu sama lain.
“Fuck me harder, Mas,” kata Nana sambil mendesah lebih kencang. “Entot konsisten memek ini,” katanya kembali bersama dengan kasar.
Namun perihal ini justru membawa dampak Iqbal makin bernafsu. Ia berasumsi keseksian istrinya bertambah berjuta2 kali lipat.
“Aahhh iya sayang, saya entot lebih keras,” jawab Iqbal sambil menaikkan kecepatan genjotan. Yang dimana membawa dampak kontolnya menjadi mentok menyentuh serviks Nana.
“Oohh sayang, memekmu sempit banget,” racau Iqbal lagi.
“Aahh ahhh iya sayang. Udah lama gak dientot kamu,” jawab istrinya.
Iqbal merasakan memek Nana makin meremas kontolnya. Hal ini berarti 2 hal, yaitu Nana akan segera orgasme kembali dan membawa dampak kontol Iqbal makin berdenyut dan mendambakan memuntahkan lahar putihnya.
“Ssshhh sayang saya rela muncul lagi,” kata Nana.
“Ohhh saya juga,” kata Iqbal sambil selalu menggenjot memek istrinya bersama dengan kecepatan penuh. “Bareng sayang, ahhhh,” ajak Iqbal.
“Mmmhh Mas saya ga kuat lagiiii,” jawab istrinya.
“Massss, aaahhhhh,” desah panjang Nana. Dan pas itu termasuk Iqbal merasakan cairan hangat menenggelamkan kontolnya di didalam memek Nana.
Kontol Iqbal pun makin berdenyut dan geli2 nikmat karena menjadi dipijat2 oleh otot2 memek Nana pas orgasme. Tidak menanti lama, Iqbal pun keluar.
“Ahh sayang, ahh saya jugaaaa,” teriaknya sambil menghunus kontolnya dalam2 ke memek Nana.
Kontol Iqbal pun pada akhirnya tidak tahan dan segera mengeluarkan lahar putihnya bersama dengan cepat.
CROT CROT CROTTT
Iqbal menanti sampai tetes paling akhir sambil mengatur nafas dan mencium punggung istrinya. Kemudian mencabut kontolnya yang telah melemas.
Begitu ia keluarkan kontolnya, muncul cairan putih yang sedikit cair muncul dari didalam memek Nana didalam kuantitas yang banyak.
Cairan kenikmatan yang bercampur antara kepunyaan laki2 dan perempuan. Nana berdiri tegak bersama dengan pelan dan menghadap suaminya kembali.
“Harus mandi kembali deh,” katanya sambil tersenyum genit.
“Gak usah, besok aja. Siapa tau nanti malem saya rela lagi,” kata suaminya bersama dengan polos. Nana terkikik geli tetapi pada akhirnya menurut. Mereka bersihkan kelamin masing2 kemudian muncul kamar mandi untuk manfaatkan baju tidur.
Setelah itu, mereka berbaring di tempat tidur sambil memeluk satu sama lain.
“Mas ada cerita apa selama di Lombok?” bertanya Nana memecah keheningan.
“Hmm apa ya,” jawab Iqbal sambil mikir2.
“Oleh2nya apa?” bertanya Nana lagi.
“Ih kamu tuh ya kebiasaan. Aku belom jawab kamu telah nanya kembali yang lain,” protes Iqbal.
“Abis kamu lama mikirnya,” dalih Nana sambil tersenyum manja.
“Oleh2nya kan tadi telah dikasih,” kata Iqbal, mengedipkan sebelah matanya bersama dengan genit ke arah Nana.
Hal ini membawa dampak Nana gemas. Lantas ia sedikit mengangkat kepalanya dan mencium bibir suaminya itu. “Dasar genit,” katanya.
Iqbal tertawa dan mempererat pelukan hangat ke istrinya itu. “But you love me anyways,” balasnya.
“Always,” pungkas Nana sambil memejamkan matanya dan tersenyum.
Mereka berdua pun tertidur pulas sesudah seharian melakukan tugas panjang dan diakhiri bersama dengan pertarungan birahi melelahkan yang telah sekian lama mereka nantikan.