Memergoki Adek Ku Dan Pacarnya Bersetubuh
kenangan.xyz – Halo semua, namaku Rama. Umurku, 25 tahun, belum menikah dan waktu ini bekerja sbg Graphic Designer disebuah perusahaan advertising di Kota ku. Tinggiku 170cm dgn berat badan 71kg. Aku menghendaki menceritakan pengalaman gilaku bersama dengan adikku sendiri, yah bersama dengan adik kandungku. Namanya Hesti, usianya terpaut dua th. dariku, bersama dengan tinggi 165cm dan berat 66kg, dia baru menyelesaikan studynya sebagai sarjana pertanian disebuah kampus di Bandung. Saat ini dia tetap menganggur, kegiatannya sehari-hari cuma menolong usaha kue kering ibuku. Hesti sendiri berpenampilan biasa saja, tak istimewa. Tapi entah kenapa belakangan ini tubuhnya tambah sedap dilihat, apa karena pertumbuhannya menuju kedewasaan atau apa, yg pasti pandangaan mataku sering tertuju pada ke dua bukit kembar yg menggantung didadanya, yg dirumah cuma sering tertutup kaus oblong tipis, namun saya cuma sebatas melihat.
Sejujurnya, tak dulu terbesit dalam diriku untuk laksanakan tindak asusila bersama dengan adikku sendiri, namun sebuah kejadian inilah yg mengubahnya.
Ceritanya sejak sabtu pagi adikku telah pamit untuk muncul bersama dengan kekasihnya, katanya ada kumpul bersama dengan kawan-kawan lamanya di SMA. Pacar adikku adalah teman SMA-nya, meskipun baru tiga bulan ini sepengetahuanku mereka jadian. Aku sendiri baru putus bersama dengan Yulia karena dia dimutasi kerja ke Manado sana, kita menentukan untuk mengakhiri jalinan kita karena sepakat tak bisa LDR.
Hari itupun saya termasuk miliki janji untuk nonton box office terakhir bersama dengan kawan-kawanku. Singkat cerita siang hari saya berangkat, kita berjanji untuk langsung bersua di TKP. Sampai di XX* kita langsung membeli tiket film FF8, film yg telah kita tunggu, saya dan kawan-kawan puas film ini karena kita penggemar otomotif.
Karena film baru diawali 1/2 jam lagi, kita menentukan untuk jalan-jalan sebentar, dikala saya melirik ke arah loket tiket saya melihat Adikku Hesti tengah mengantri bersama dengan Panji pacarnya. Tampak Hestui kenakan jilbab ungu dgn blus lengan panjang biru donker. Saat itu termasuk baru saya menyadari bahwa pantat adikku yg tercetak dalam jeans birunya lumayan sedap termasuk dicermati oleh mata pria, aneh padahal dirumah dia yg selalu kenakan celana basket malah selalu luput berasal dari mataku.
Hufftth, kenapa wajib ada dia juga. Yap, pasti kalian seluruh menyadari betapa tak nyamannya bersua saudara bahkan sekandung ditempat layaknya ini, buat kita risih dan seolah area gerak kita terbatas. Aku menentukan untuk cuek dan pura-pura tidak melihat, kita melangkah menuju toko alat musik sambil membunuh waktu. Tak terasa film akan diputar sepuluh menit lagi, dan kita menentukan untuk langsung kembali ke XX*.
Singkat cerita saya dan kelima temanku telah duduk manis dalam gedung bioskop, kebetulan saya bisa kursi dipaling pinggir dekat jalan, seketika lampu dimatikan dan kita siap nikmati film. Baru lebih kurang lima menit film diputar, ada dua orang yg nampaknya mampir terlambat baru duduk dikursi tepat didepanku, saya acuh saja awalnya, sampai saya mendengar suara dering Hp yg amat familiar, hp ini pakai lagu taylor swift “Red” sbg suara panggilan masuknya, “kayak Hp si Hesti” kataku dalam hati. Karena penasaran saya dekatkan kepalakus dgn mencondongkan badanku kedepan, kudengar suara seorang wanita tengah menerima telpon, meskipun lirih bisa kupastikan kalau itu Hesti.
“Aduuh, kok bisa kebetulan gini ya, buat risih aja deh”
Aku terasa terganggu dgn ada Hesti tepat didepanku, meskipun saya percaya dia belum menyadariku ada dibelakangnya. Tapi yasudahlah, saya tak senang kehadirannya menyebabkan kerusakan fokusku untuk nikmati film, kembali kumencoba memusatkan perhatianku pada film.
Ditengah film saya merasakan kepala Panji tambah bergerser ke arah adikku, saya bisa melihatnya menyadari karena kebetulan sandaran kursi bioskop ini tetap lumayan menyadari untuk memunculkan kepala belakang orang yg duduk.
Awalnya saya biasa karena kupikir dia cuma menghendaki ngobrol atau menyandarkan kepalanya. Tapi yg muncul tangan panji mencoba meraih kepala adikku yg tetap berbalut kerudung, dan kulihat menyadari kepala adikku kini menghadap kearah panji, lantas deg!! Aku melihat muka mereka saling tambah dekat, dekat dan kini malah tak ada jarak kembali satu diantara ke dua kepala mereka. Shit! Apa panji tengah mencium adikku? Lagi-lagi saya condongkan badanku kedepan mencoba memperjelas pandanganku atau mendengar suatu hal berasal dari kursi Hesti.
“Sayang, diakses dikit mulutnya biar enak”
“iih, telah nji, saya risih, belum biasa”
Lirih namun terdengar jelas, rasa amarah seketika memenuhi diriku, menghendaki rasanya waktu itu termasuk kuhajar panji habis-habisan, namun kondisi dalam bioskop layaknya ini mana mungkin, saya sebisa kemungkinan mencoba menghambat emosiku, saya akan beri Panji pelajaran sesudah ini.
Aku tetap larut dalam amarahku waktu kepala panji dan hesti kembali tak berjarak, saya percaya mukaku telah merah padam waktu ini. Beraninya Panji, Hesti termasuk sama, akan kuadukan dia pada ibu dan bapak. Bukan apa-apa kawan, keluargaku mengajarkan kesopanan dan ketaatan sejak kita kecil, orangtuaku kuakui sedikit kolot soal style hidup modern, namun style hidup layaknya itu sedikit tertanam dalan jiwaku, dan sukses menyelamatkanku berasal dari pergaulan yg tidak baik. Aku sendiri memang telah tiga kali berpacaran, namun jujur teman yg saya laksanakan cuma sebatas berpegangan tangan, kenapa? Karena pacar-pacarku adalah style anak rumahan yg penurut, saya mencari yg layaknya ibuku, jadi tak ada cerita saya mencium bibir wanita sampai usiaku waktu ini.
Selesai film saya memang berniat langsung melabrak Panji dan Hesti, namun kawan-kawanku mengajakku makan, saya tak bisa menolak, saya putuskan nanti dirumah saja, sekalian Hesti disidang bersama dengan ibu dan bapak.
Aku sampai dirumah malam hari karena saya dan teman-teman nongkrong di kafe langganan, lebih kurang jam 10 saya sampai dirumah. Bapak dan ibuku ada diruang TV tengah nikmati sajian musik dangdut akademi favorit mereka, sedang Hesti kutemui tengah cekikian menelpon diteras samping sebelah mobil kita terparkir.
Setelah mandi dan bersih-bersih saya menghampiri adikku yg tengah tengkurap sambil menyaksikan film korea dikamarnya dilantai dua, pintunya terbuka sedikit jadi saya bisa bersama dengan mudah masuk, waktu itu Hesti kenakan kemeja piyama tidak tebal serta celana street pendek. Adikku sedikit terperanjat melihatku masuk, lantas dia bangkit dan duduk ditepian ranjangnya.
“Kak Rama, ada apa kak?”
“Kakak tau kamu ngapain aja didalem bioskop tadi” kataku bersama dengan suara tegas dan mencoba bermimik serius. Mendengar kata-kataku adikku tampak amat terkejut.
“bioskop? Bioskop mana kak?”
“alaah kamu ga usah ngelak, kakak lihat kamu tadi mirip panji nonton, kakak duduk tepat dibelakang kamu. Kakak tau tadi panji cium-cium kamu iyakan?”
Adikku tambah kaget, tampak sekali raut kekhawatiran terasa timbul diwajahnya.
“eeh, kak.. Akuu..” kata adikku dgn suara ketakutan, membuatku tambah diatas angin.
“udah ayo keluar, biar bapak mirip ibu yg mutusin hukuman buat kamu”
Mendengar perihal itu tiba-tiba Hesti bangkit, sambil memegang tanganku dia terasa menangis dan memohon kemurahan hatiku.
“kak pliss jangan kak, saya cemas kalo ibu mirip bapak tau. Pliss kak..”
“gak Hes, tadi aja kakak sebenernya telah panas banget d dalem bioskop, kalo ga ditempat rame telah kakak hajar itu Panji”
“kak, maafin aku, pliss kak, saya mohon. Kalo kakak senang mending kak Rama aja yg pukul saya sekarang, namun jangan ibu mirip bapak”
Yah kekhawatiran adikku memang bisa dimaklumi, meski orangtuaku adalah orang yg baik dan penyayang, namun mereka benci perihal yg melanggar norma, bisa saja mereka marah besar. Dulu sekali waktu saya tertangkap tangan menbawa vcd porno milik temanku saya dihajar habis-habisan dgn ikat pinggang bapakku, lantas saya dgn pasrah dikurung d gudang berasal dari siang sampai subuh. Sedang Hesti dikala SMP dulu tak langsung pulang sekolah sampai jam sembilan malam tanpa izin ibuku, begitu sampai rumah ibu langsung menjambak adikku, beliau berdalih seorang perawan tak layak keluyuan seharian. Sejak itu kita jera, adikku kemungkinan mengingat bapak dan ibu kalap layaknya itu membuatnya cemas 1/2 mati.
“Kak pliss, saya senang ngelakuin apa aja biar kakak gak ngaduin saya mirip ibu”
Kata adikku sambil dia bersimpuh dilututku. Sebenarnya saya tetap emosi, namun bagaimanapun Hesti termasuk adikku, melihatnya sampai memohon layaknya itu saya jadi iba.
“yaudah, untuk saat ini kakak maafin. Tapi kamu jangan ulangin lagi. Tapi kamu wajib putusin cowok brengsek kayak Panji ya. Kalo kamu ga putusin, kakak sendiri yg maksa dia putusin kamu”
Wajah cemas adikku perlahan menghilang, dia sedikit tersenyum dalam tangisnya.
“iya kak, saya janji akan putusin dia.. Aku bener-bener minta maaf. Aku nyesel..”
“pokoknya awas kalo sampe kakak tau kamu ngelakuin kaya gitu lagi. Lain kali ga ada ampun. Udah bangun”
Adikku tetap sesenggukan dikala dia bangkit berasal dari simpuhnya dikakiku, lantas duduk ditepian ranjangnya.
“Sekarang coba kamu jujur, selain ciuman tadi kamu telah ngapain aja mirip Panji”
Adikku mengusap airmatanya..
“aku malu kak, cemas kalo kakak marah lagi”
“kakak justru malah marah kalo kamu gak jujur dek” kataku dgn suara sedikit meninggi.
“cerita kamu telah ngapain aja!”
“Tapi kakak janji jangan marah ya”
Dari ketakutannya saya mengindikasikan kalau dia dan Panji telah laksanakan perihal yg lebih menjijikan berasal dari ciuman tadi.
“iya kakak ga akan marah.. Kakak cuma senang yakinin kalo dia itu cowok gak bener”
Tak terasa air mata menetes kembali dipipi Hesti..
“Kamu telah ngapain aja mirip si Panji?! Hesti!”
“hiks.. hiks.. Dia dulu minta foto tetek saya kak..”
Deg!! Lagi-lagi rasa amarah membakar diriku, amat kurang ajar anak itu.
“terus kamu kasih?”
“awalnya saya gak senang kak, namun dia maksa.. Hiks.. Hiks.. Maaf kak saya tau saya salah, saya beneran khilaf waktu itu..”
Aku percaya wajahku merah padam waktu itu menghambat amarah, namun sebisa kemungkinan saya tahan, saya tetap menghendaki mendengar cerita Hesti.
“ada lagi?”
“Dia termasuk dulu minta saya kocokin penisnya.. Terus sekalian dia termasuk minta masukin penisnya ke mulutku”
“terus kamu kasih?!” kataku dgn jerit tertahan. Adikku tambah menunduk, tampak nyalinya tambah menciut. Air matanya tetap membasahi wajahnya, sedang ke dua tangannya sibuk memilin-milin ujung bajunya.
“Sumpah kak, mulanya saya gak mau”
“Kamu kasih dia kocokin? Kamu bodoh atau apa sih Hes?”
“Maafkak, tapi…” Tampak dia agak ragu menceritakannya..
“Tapi apa Hes.. Ngomong sekarang” ancamku sambil memegang pundaknya..
“Tapi.. Waktu saya nolak, panji melukin saya berasal dari belakang, tetap dia… Dia.. Remes-remes tetek saya kak.. Aku jadi terangsang, lama-lama gak tau knp saya senang aja ngocokin penisnya dimulut mirip ditanganku.. Hiks.. Hikss… Maaf kak.. Maaf”
Entah kata-kata bahkan yg bisa kujelaskan untuk kemarahanku waktu itu, namun disisi lain ada perasaan berbeda yg muncul berasal dari dalam diriku. Mendengar cerita Hesti tadi, saya mengayalkan bagaimana tubuh Hesti yg lumayan ideal ini digerayangi oleh Panji. Aku mengayalkan bagaimana Panji meremas-remas payudara adikku, lantas muka adikku yg innocent itu terlilit antara menampik dan menikmati, saya mengayalkan tubuhnya menggeliat menerima remasan tangan Panji, lantas lama-kelamaan Hesti pasrah karena terangsang, serta merta Panji mengeluarkan batang penisnya, dan layaknya kerbau yg telah dicolok hidungnya adikku menurut waktu Panji menghendaki Hesti mengocoknya, mengayalkan ekspresi muka Hesti yg larut dalam birahi menimbulkan sensasi tersendiri dalam imajinasiku. Hingga akhirnya khayalanku sampai waktu Hesti terasa mengulum batang penis Panji, tak terasa kini batang penisku menegang dgn sendirinya, gairahku terasa naik, rasa amarahku kini turun perlahan.
“Kak, maafin saya kak. Pliss jangan kasih tau ibu..” rengekan pelan adikku membuyarkan lamunanku. Namun mataku reflek mengarah ke buah dadanya yg memang muncul tak amat besar, namun bersama dengan kemeja piyama yg lumayan ketat, payudaranya menonjol menantang. Belum kembali ke dua paha adikku yg tak luput berasal dari perhatianku, bagus termasuk badan Hesti, pikirku waktu itu. ”
“Shit! Sadar Rama, dia itu adik mu, adik kandung”
“tapi badannya bagus.. Lumayan lah”
“tetep aja dia adik kandungmu”
“tapi saya termasuk senang ngerasain”
“Jangan Ram, tabu”
“sy cuma senang megang dikit, gak lebih”
Fuck, nafsuku menang. Birahiku mendengar cerita tadi menimbulkan suatu rencana busuk dalam otakku yg sepertinya ini waktu prima untuk menggunakannya. Persetan jalinan saudara, era Panji si bangsat itu yg puas ngenikmatin adek gue, mendingan gue.
“udah itu doang?! Masih ada lagi”
“ehmm… Itu doang kak..”
“berapa kali badan kita digrepe-grepe mirip dia?”
“ehm.. Tiga kali kak”
“kapan aja?”
“yg baru saya ceritain itu tepat kita kembali d mobil. Terus ke dua waktu saya kerumahnya, yg ketiga waktu dipantai kak”
“sampe telanjang?”
“se.. Sekali kak waktu dirumahnya”
“kamu tetap perawan kan?”
“masih kak..”
“jangan bohong”
“Sumpah demi tuhan kak, saya tetap perawan, emang waktu itu kita telanjang bareng namun panji cuma gerayangin vagina saya kok kak.. Gak sampe masukin.. Beneran kak”
Shit, cerita yg lagi-lagi membawa dampak birahiku berdesir. Gila termasuk si Panji ini..
“Kakak percaya kan?”
Aku diam sejenak, lantas mengangguk.
“yah untuk saat ini kakak percaya”
Senyum sedikit merekah satu diantara muka sendu Hesti.
“makasih kak, makasih banyak. Aku janji langsung mutusin Panji.. Asal kakak gak ngadu ke ibu mirip bapak”
“iya kakak menanti kabar kamu putus mirip Panji. Tapi Hes….”
“Hmm? Kenapa kak?”
“Kalo kamu senang rahasia kamu terjamin, kamu wajib senang ngelakuin suatu hal buat kakak”
“Apa itu kak?”
“Kamu wajib praktekin seluruh yg kamu lakuin ke Panji.. Ke kakak”
“maksudnya kak?”
“kamu dulu kocokin miliki Panji, saat ini kamu kocok miliki kakak”
Adikku cuma bisa ternganga terkejut, tak menyangka syarat-syarat yg kuberikan, air mata kembali basah Dipipinya.
“Kak.. Kok syaratnya gitu”
“Mau atau enggak..”
“gak senang kak.. Hiks.. Hiks.. Gak mau..”
“yaudah kakak tinggal bilangin ke ibu..”
“jangan kak, pliss.. Apa aja saya lakuin kak asal jgn ini…”
“kamu senang ngelakuin ini ke Panji, tp saat ini sok jual mahal..”
“hiks.. Hikss.. ” adikku tak bisa menjawabnya.
Aku tersenyum penuh kemenangan, kini saya siap jadi kakak berengsek buatnya.
Aku perlahan duduk Disamping Hesti ditepi ranjang, tampak adikku risih bersama dengan perlakuanku, dia mencoba menjauh. Aku menahannya bersama dengan melingkarkan tanganku kepinggannya..
“kak. Hikzz. Hikss.. Jangan kak”
“udah kamu tenang aja..”
Aku termasuk memang diliputi cemas dan grogi yg luar biasa, namun dikala nafsu telah berkuasa akal manusia jadi tak berdaya. Aku beranikan diri mengeluarkan batang penisku yg baru 1/2 menegang, menghendaki adikku senang membuatnya on seratus prosen melalui servisnya. Melihatku mengeluarkan senjataku, Hesti menutup mukanya bersama dengan ke dua tangannya, tangisnya tambah menjadi.
“Kak, gak mau.. Heuu.. Heu…”
Aku tak kehabisan akal, saya mencoba langkah Panji, dia memancing gairah adikku. Aku perlahan mendekatkan wajahku kekepalanya, dan terasa menciumi rambutnya, dia mencoba menghindari lagi, namun tanganku tetap menghambat pinggangnya. Tangankupun langsung naik, meraih ke dua payudaranya, dan langsung kuremas perlahan..
“kakk..! Ehmmm.. Jangan!” pekik adikku, tubuhnya terlonjak dikala tanganku tiba-tiba meremas dua bukit kembarnya, tangannya pun memegang tanganku mencoba melepaskannya, namun tenanganya lemah, kemungkinan letih akibat menangis dan Bercerita yg kuras emosi tadi. Buatku sendiri ini pertama kalinya saya menyentuh payudara wanita, baru kutau betapa empuk dan kenyalnya, meskipun payudara Hesti tak amat besar, kutaksir cuma sebesar nasi di KF*C, namun selalu saja terasa mengasyikkan ditanganku.
“ehmm. Kak.. Jangan kak.. Udahan” rengek adikku, tetap mencoba melepas tanganku berasal dari dadanya, namun saya terasa merasakan nafasnya menderu, tubuhnya terasa bereaksi aneh, penisku tambah menegang, bahkan gesekan tubuh Hesti yg sesekali menyenggol penisku membawa dampak nafsuku sampai diubun-ubun, ciumanku yg sejak tadi cuma menciumi rambutnya kini turun kelehernya..
“euuh.. Kak.. Jangan kak.. Udah.. Heu.. Heu..” kata Hesti dalam sisa tangisannya.
“Kalo senang cepet mending kamu langsung kocokin penis kakak..”
“Hikss.. Hikss.. Kak Rama jahat.. Heuheu”
Kurasakan tubuh adikku terasa menggeliat, meskipun mulutny tetap sesenggukan namun saya percaya birahinya terasa naik, terbukti tak berapa lama dia menyentuh batang penisku.
Serrr! Baru kali ini penisku disentuh, darahku berdesir, ditambah kembali kini tangan adikku terasa menggenggam penuh batangnya, seketika tubuhku bergetar..
“ezzzhh!!!” lenguhku sendiri..
“yah buruan kocok dek.. Ehmm” kataku yg dikuasai nafsu ini.
Adikku terasa mengocok batang penisku, tengah tanganku tetap bermain pada dua payudaranya. Kini bukan cuma tubuh hesti saja yg terasa meliuk, tubuhku termasuk bereaksi cocok bersama dengan kocokan Hesti yg terasa naik temponya. Gila, belajar berasal dari mana dia, nikmat sekali rasanya, saya menduga ini karena memang jemari adikku yg lentik, prima untuk memuaskan hasrat lelaki. Nafas kita tambah memburu, saya tetap menciumi leher Hesti, menghirup arona tubuhnya, sedangakn Hesti sendiri melenyapkan muka kekiri, namun berasal dari pantulan kaca saya melihat ekspresi wajahnya aneh, matanya terpejam sambil menggigit bibir bawahnya, tak tampak kembali airmatanya, pasti ini isyarat bahwa dia termasuk telah dilanda birahi tinggi. Kuberanikan untuk meraba vagina adikku yg tetap tertutup celana basketnya, saya menghendaki kita saling mengocok, tangan kiriku pun turun dan mencoba masuk kedalam celananya, kali ini Hesti tak menolak, malah dia meregangkan ke dua pahanya memberi area buat tanganku masuk dan…
“eerrmmmh kakkhh..”
Tubuh Hesti terlonjak hebat dikala jari tanganku terasa menyentuh bulu halus kemaluannya, kocokan tangannya tambah spartan, tak melenyapkan waktu saya turunkan kembali tanganku sampai akhirnya tibalah dibibir vaginanya, kurasakan tembem sekali dagingnya, dan langsung saja saya terasa kocokanku bersama dengan jari tengahku memainkan klitorisnya..
“euurggh kagghh.. Ehhmm..” Racau Hesti, kini tangan kirinya yg tidak mengocok meremas tanganku yg ada d vaginannya.
“ouuh kaghh.. Euuh..” mulut adikku kembali meracau, akupun meracau, kita saling mengocok kemaluan kita masing-masing. Sungguh nikmat sekali rasanya, dan kini saya bisa melihat langsung ekspresi muka adikku waktu dilanda birahi, aneh memang, namun menimbulkan sensasi tersendiri, kemungkinan karena dia saudara sekandung.
Beberapa lama kocokanku saya merasakan ada cairan muncrat berasal dari vaginanya, adikku mengejan hebat sambil merobohkan badannya kearahku..
“orgghh kak Rammaa.. Oruuhh.. Ouuh”
Kulihat pinggangya berkedut lebih dari satu kali isyarat dia dilanda orgasme hebat. Aku sampai meringis karena penisku sempat diremasnya keras..
Tak berapa lama, Hesti mencoba sesuaikan nafasnya, kepalanya bersandar pada dadaku.
“enak ya dek?” kataku menggoda, hesti tak menjawab.
“lanjut dong kocoknya, era kamu duluan yg keluar, kakak belom.”
Langsung saja Hesti bangkit, namun kali ini dia langsung mendorong tubuhku sehingga berbaring diranjangnya, lantas dia naik keatas tubuhku, wajahnya didekatkan kebatang penisku dan… Langsung dia memberi tambahan servis blowjob pada penisku, entah apa namanya ini namun yg pasti ini rasa nikmat pertama dikala penisku masuk kedalam mulut seseorang, gilanya ini mulut adikku sendiri. Rasanya hangat, basah dan kenyal dikala lidahnya menyenggolnya. Aku terasa melenguh keenakan, kubiarkan adikku memuaskanku, kakaknya sendiri. Servisnya amat luar biasa, tak cuma menjilat, dia mengemut, penisku berasal dari ujung bahkan sesekali buah zakarku, entah belajar berasal dari mana dia, namun ini luarbiasa. Hingga tak berapa lama saya meraih puncak.
“dek, kakakgh.. Mau keluar”
Hesti bangkit, melepas penisku berasal dari mukutnya dan kini tangannya kembali mengocok penisku sampai saya terasa panas pada ujung batang penisku, dan kusemprotkan spermaku sampai membasahi perut, seprai, dan tangan adikku.
“oouuh” saya mengambil nafas kenikmatanku, servis adikku sungguh luarbiasa, pantas saja si Panji ketagihan.. Kini Hesti berbaring membelakangiku, tampak dia mencoba merapikan pakaiannya yg acak-acakan. Dan lagi-lagi kudengar tangisnya lirih, menimbulkan rasa bersalahku. Ah sial, kenapa penyesalan selalu mampir terlambat, kini rasa sesal itu meliputiku, apa yg telah kuperbuat? Aku baru saja laksanakan tingkah laku nista ini bersama dengan adikku sendiri. Aku bangkit berasal dari ranjangnya, memasukan penisku kembali kedalam celanaku, lantas mencoba mendekati Hesti diujung ranjang..
“dek, maaf.. Kakak tadi salah..”
Mendengar permintaan maafku tangisannya malah tambah menjadi, ah ini bukan waktu yg baik untuk berbicara, saya memutuskab untuk berdiri dan meninggalkan adikku.