Anak Gadis Langgananku Pecah Perawan

kenangan.xyz – Perkenalkan namaku Wira, umurku 32 th. dan saya bekerja disalah satu perusahaan yang bergerak dibidang jasa perbaikan parabola. Aku telah bekerja di perusahaan itu tidak cukup lebih 2 th. dan selama itu terhitung saya telah meraih banyak pelanggan. Mungkin gara-gara saya ramah dan servisku yang baik maka para pelangganku selalu saja menghubungiku tiap kali parabolanya rusak.
Kali ini saya akan menceritakan pengalaman pribadiku bersama anak pelangganku yang bernama Anggita. Gadis muda yang berumur lebih kurang 15 tahun. Anggita adalah anak dari pelangganku yang bernama bu Erna. Gadis kecil yang manis, cantik dan terhitung sangat ganas dalam terkait seks. Langsung saja keceritaku.
Waktu itu terkecuali tidak salah hari sabtu saya meraih sebuah telephone dari Ibu Erna pelangganku. Bu Erna menyuruhku langsung ke rumahnya untuk memperbaiki parabolanya yang rusak gara-gara hujan deras tadi malam. Karena saya terhitung telah dekat bersama bu Erna, maka saya langsung menuju rumahnya.
Tak berapa lama kemudian, pada akhirnya saya sampai dirumah bu Erna dan disana saya disambut oleh seorang anaknya yang bernama Anggita. Karena bu Erna telah jadi langgananku, maka saya langsung disuruh masuk kedalam rumahnya.
Saat itu kulihat suasana rumah bu Erna sangat sepi sekali hanya tersedia Anggita yang dirumah dan tetap menggunakan seragam sekolahnya. Dan kulihat Anggita terhitung baru saja pulangdari sekolahnya.
“Ibumu pulang jam berapa Gita..?” tanyaku.
“Biasanya sih sore lebih kurang jam 1/2 6’an gitu..” jawabnya.
“Owh…tadi om disuruh kesini membuat betulin parabola di rumahmu. Apa tetap gak muncul gambarnya..?” tanyaku.
“Iya om.. sampai Anggita gak dapat nonton film kesukaan Anggita, rugi deh jadinya..” jawab Anggita.
“Sebentar yah, om betulin pernah parabolanya..” balasku.
Kemudian saya langsung naik keatas genteng dan singkat kata tidak cukup lebih 15 menit saja saya sudha dapat membetulkan posisi parabola yang tergeser gara-gara tertiup angin kencang tadi malam.
Naaah, awal pengalamanku bermula saat saya senang turun dari genteng, lantas minta tolong pada Anggita untuk memegangi tangganya. Ketika itu Anggita telah ganti busana sergamnya bersama kaos oblong ala Bali. Kedua tangan Anggita terangkat ke atas memegangi tangga, akibatnya ke dua lengan kaosnya merosot kebawah dan ujung kerahnya yang kedodoran membuka sangat lebar.
Pembaca tentu mengidamkan ikut memandang gara-gara dari atas pemandangannya sangat tahu terlihat. Ketiak Anggita ditumbuhi bulu-bulu tipis sangat sensual sekali, lantas dari ujung kerahnya kulihat gumpalan toketnya yang kencang dan putih mulus yang membawa dampak batang penisku sekejap berdenyut dan merasa mengeras. Sebuah panorama yang sangat membuatku terangsang.
Anggita gak menggunakan bra, barangkali gara-gara kepanasan, toketnya berukuran cukup tetapi tahu muncul sangat kencang, namanya terhitung toket remaja yang belum terkena polusi. Dengan menghambat nafsuku, perlahan kuturuni anak tangga sambil sesekali mataku melirik kebawah.
Anggita muncul gak tahu terkecuali saya sedang nikmati keindahan buah dadanya. Namun yaaaah.. sebaiknya begitu. Gimana jadinya terkecuali Anggita tahu lantas tiba-tiba tangganya dilepas, dijamin minimal tentu saya jatuh dan patah tulang. Yang tentu sesudah sampai kebawah, pikiranku jadi tidak cukup konsentrasi pada tugas.
Aku baru ingat terkecuali saat itu suasana rumah ini hanya tersedia saya dan Anggita sigadis remaja yang cantik. Anggita sebetulnya cantik dan muncul telah dewasa bersama mengenakan busana enjoy ketimbang seragam sekolah.
Seperti biasanya, mataku menaksir wanita habis wajah lantas turun kebetis lantas naik ulang ke bagian dada. Kulihat Anggita pantas kukasih nilai 90. Dna memandang saya memandangi tubuh molek Anggita, lantas Anggita berkata,
“Om kok memandangku begitu sih.. saya jadi malu donk..” ujarnya 1/2 manja sambil mengibaskan majalah ke mataku.
“Wahh.. sorry deh Gita.. habis selama ini om baru tahu kecantikanmu” balasku sekenanya sambil tanganku menepuk pipinya.
Seketika wajah Anggita langsung memerah, barangkali tersinggung, sebetulnya dulu-dulunya nggak cakep layaknya sekarang.
“Idiiiiihh.. om kok jadi genit deh..” balas Anggita sambil tersenyum manis dan Duiiiilah senyumnya membuat hati gemes, terutama merasa dapat angin harapan.
Kemudian sesudah itu kucoba menyalakan TV dan langsung muncul SCTV. Beres deh, tinggal merapikan kabel-kabel yang berantakan dibelakang TV.
“Sekarang dicoba Gita.. bantuin om pegangin kabel merah ini..” ujarku.
Dan gara-gara posisi TV sedikit rendah maka Anggita terpaksa jongkok didepanku sambil memegang kabel warna merah yang kusuruh tadi. Kaos terusan Anggita yang pendek gak cukup untuk menutupi semua kakinya, akibatnya telah dapat diduga. Paha Anggita yang sangat mulus dan putih bersih berkilauan didepanku, apalagi sempat muncul warna CD Anggita.
Seketika itu terhitung jantungku layaknya berhenti berdetak lantas berdetak bersama cepatnya. Dan semkain makin tambah cepat ulang saat tangan Anggita diam saja saat kupegang untuk mengambil alih kabel merah kembali.
Punggung tangannya kubelai, Anggita diam saja sambil menundukkan wajah. Aku pun langsung memperbaiki posisiku saat tangannya kuremas Anggita telah mengeluarkan keringat dingin. Kemudian perlahan kudongakkan wajahnya dan juga kubelai sayang rambutnya.
“Anggita..kamu cantik sekali.. Boleh om menciummu?” ujarku kubuat sesendu barangkali untuk menarik simpati Anggita.
Anggita hanya diam saja tetapi perlahan matanya terpejam. Bagiku sikap Anggita itu adalah jawaban. Perlahan kukecup keningnya dan lantas ke dua pipinya. Dan 1/2 sangsi kutempelkan bibirku kebibirnya yang membisu. Tanpa kuduga Anggita membuka sedikit bibirnya. Itu-pun terhitung sebuah jawaban. Selanjutnya terserah anda.
Segera kulumat bibirnya yang empuk dan merasa lembut sekali. Lidahku merasa menggeliat ikut meramaikan suasana. Tak kuduga pula Anggita menyambut bersama hangat kehadiran lidahku, Anggita mempertemukan lidahnya bersama lidahku. Kujilati semua rongga mulutnya sepuas-puasnya, lidahnya kusedot, Anggita-pun mengikuti caraku.
Perlahan tubuh Anggita kurebahkan kelantai. Mata Anggita menatapku sayu. Dan kubalas bersama kecupan lembut dikeningnya lagi. Kemudian ulang kulumat bibirnya yang sedikit terbuka. Tanganku yang sejak tadi membelai rambutnya, rasanya tidak cukup puas, saat ini saat yang pas untuk merasa mencari titik-titik rawan. Kusingkap perlahan ujung kaosnya. Karena Anggita memakai kaos terusan, pahanya yang mulus merasa terbuka sedikit demi sedikit.
Sengaja saya bergaya softly, gara-gara tahu yang kuhadapi adalah gadis muda berumur 16 tahun. Harus penuh kasih sayang dan kelembutan, sabar menunggu sampai Anggita dimabuk kepayang. Dan kelihatannya Anggita dapat tahu sikapku, saat saya kesusahan menyingkap kaosnya yang tertindih pantat, Anggita sedikit mengangkat pinggulnya. Wah, sungguh seorang gadis remaja yang penuh pengertian.
“Aaaahh.. Aaaaahh..”
Hanya suara desahan yang muncul dari mulutnya sata mulutku merasa mencium batang lehernya. Sementara tanganku sedikit menyentuh ujung CD-nya lantas berganti sedikit ulang ketengah. Kurasakan CD Anggita telah lembab.
Tanganku menemukan gundukan lunak yang erotis bersama belahan pas ditengahnya. Aku tak kuasa menghambat gejolak nafsuku lagi, kuremasi gundukan itu dan Anggita memejamkan matanya rapat-rapat dan menggigit sendiri bibir bawahnya.
Suasana yang panas meningkatkan panas tubuhku yang telah panas. Segera kulucuti bajuku, terhitung celanaku sampai saat ini tinggal tersisa CD-ku saja. Tanpa sangsi ulang kupelorotkan CD Anggita. Wooowww…baru kali ini kulihat sebuah gundukan seindah punya Anggita.
Luar biasa.. padahal belum tersedia sehelai bulu pun yang tumbuh. Bukitnya yang besar putih sekali. Dan saat kutekuk lutut Anggita lantas kubuka kakinya, nampak bibir vaginanya tetap bersih dan berwarna kemerehan. Anggita gak tahu ulang akan suasana dirinya, belaianku sukses membuatnya melayang. Anggita hanya dapat tetap medesah kegelian sambil meremasi kaosnya yang telah tersingkap setinggi perut.
Gak sabar lagi, tak kubiarkan sebuah keindahan itu terbuka percuma begitu saja. Segera kuarahkan wajahku disela-sela paha Anggita dan menenggelamkannya dipangkal pertemuan ke dua kakinya. Mulutku kubuka lebar-lebar untuk dapat melahap semua bukit kemaluan Anggita.
Bau semerbak kas kemaluan seorang gadis gak kuhiraukan, kuanggap semua kemaluan wanita serupa saja. Lidahku menjuluri semua permukaan bibir vaginanya. Setiap lendir kujilati lantas kutelan habis dan kujilati terus. Kujilati sepuas-puasnya seisi selangkangan Anggita sampai bersih.
Lidahku bergerak lincah dan keras ditengah-tengah bibir vaginanya. Dan saat lidahku mengayun dari bawah keatas sampai pas jatuh di iutilnya, Kujepit klitorisnya bersama gemas dan lidahku menjilatinya tanpa kompromi. Anggita gak dapat ulang untuk berdiam diri. Badannya memberontak keatas kebawah dan berganti kekiri kekanan.
Segala ujung syarafnya telah terkontaminasi oleh kenikmatan yang sangat sangat dashyat. Sebuah kenikmatan yang bersumber dari lidahku mengorek klitorisnya tetapi menyebar keseantero tubuhnya. Anggita telah gak mengenal ulang siapa dirinya yang membuatku jadi makin ganas dan meniadakan Anggita itu siapa.
Batang penisku telah sangat besar bergemuruh semua isinya. demi memandang Anggita tersenggal-senggal, langsung kutanggalkan modal terakhirku, yaitu celana dalamku. Tanpa basa-basi langsung kuarahkan ujung penisku kepangkal selangkangan Anggita. Sekilas kulihat Anggita mendelik khawatir memandang perubahan perangaiku.
Batang penisku sebetulnya kelewatan besarnya belum ulang panjangnya yang hampir menyentuh pusar apabila berdiri tegak. Anggita kelihatannya ngeri dan merasa tahu ingatannya, kakinya agak tegang dan berusaha merapatkan ke dua kakinya.
“Ampun om.. jangan oomm.. ampun omm.jangann..” Tangan Anggita mencoba menghalau kedatangan penisku yang siap mengarah keVaginanya.
Merasa mendapat perlawanan, sejenak saya jadi agak bingung, tetapi untunglah saya mErnaliki pengalaman yang cukup untuk menghadapinya. Segera saya mErnanta maaf sambil tanganku ulang membelai rambutnya yang terurai acak-acakan.
“Anggita takut om. Nanti terkecuali mama tahu tentu Anggita dimarahin. Dan ulang Anggita gak pernah kayak ginian. Anggita terhitung jadi malu..” ujarnya 1/2 senang menangis dan membetulkan kaosnya untuk menutupi tubuhnya.
“Kamu gak usah kawatir Gita, om gak bermaksud jahat terhadapmu, om sayang sekali serupa Anggita Dan ulang Anggita jangan takut serupa om. Semua orang cepat atau lambat tentu akan merasakan kenikmatan pertalian intim. Jangan takut terkait intim gara-gara terkait intim itu enak sekali” balasku menenangkan serayu merayu Anggita
“Iya, tetapi Anggita gak tahu mesti bagaimana dan kenapa tahu-tahu Anggita jadi begini..?” Air mata Anggita merasa mengalir dari pojok matanya. Dan memandang itu saya langsung memeluknya sehingga dapat menenangkannya.
Cukup lama saya memberi ceramah dan teori edan secara panjang lebar, sampai pada akhirnya Anggita dapat tahu seluruhnya. Dan sesekali senyumnya merasa muncul lagi.
“Coba saat ini Anggita belajar pegang burung om, bagus kan” ujarku smabil tanganku meraih tangannya lantas membimbingnya memegang kebatang penisku.
Tangannya kaku sekali tetapi sesudah perlahan-lahan kuelus-eluskan pada batang kontolku, otot tangannya merasa mengendor. Kemudian tangannya merasa menggenggam batang penisku. Perlahan tangannya kutuntun maju-mundur.
Kelembutan tangannya membawa dampak batang penisku merasa bergerak membesar, sampai pada akhirnya tangan Anggita gak cukup ulang menggenggamnya. Dan Anggita nampak menikmatinya, tanpa kuajari ulang tangannya bergerak sendiri.
“Aaaahh.. enak sekali Gita.. aahh.. kamu sebetulnya anak yang pintar.. Aaaaahh..” mulutku tak dapat menghambat kenikmatan yang merasa menjalari semua syarafku.
Sementara itu tangan kiriku merasa meremas buah dadanya yang tetap tertutup kaos yang tipis. Belum pernah saya meremas buah dada sekeras punya Anggita. Tangan kananku yang satu meraih kepalanya lantas bersama cepat kulumat bibirnya.
Lidahku menjulur muncul menelusuri tiap tiap sela rongga mulutnya. Hingga pada akhirnya lidah Anggita-pun mengikuti yang kulakukan. Dari matanya yang terpejam, dapat kurasakan kenikmatan sedang membakar tubuhnya.
Segera saya menghendaki Anggita untuk melepas kaosnya sehingga lebih leluasa. Dan tanpa ragu-ragu Anggita langsung berdiri lantas menarik kaosnya keatas sampai melampaui kepalanya. Batang penisku makin berdenyut-denyut memandang tubuh mungil Anggita tanpa mengenakan sehelai benang. Tubuhnya yang sintal dan putih bersih membakar semangatku. Benar-benar sempurna. Kedua buah dadanya menggelembung indah bersama puting yang mengacung keatas.
“Gitaaa.. Tubuhmu luar biasa sekali.. Hebat!” Pujiku membawa dampak wajahnya memerah barangkali menghambat malu
“Oomm, boleh gak Anggita mencium burung om?” Anggita tersipu-sipu menunjuk keselangkanganku. Rasanya gak etis terkecuali saya menolaknya. Kemudian sambil duduk disofa saya menelentangkan ke dua kakiku.
“Tentu saja boleh terkecuali Anggita menyukainya..” Kubikin semanis barangkali senyumku
Anggita-pun mengambil alih posisi bersama berjongkok lantas kepalanya mendekati selangkanganku. Mulanya hanya mencium dan mengecup seputar kepala batang penisku. Perlahan lidahnya merasa ikut berperan aktif menjilat-jilatinya. Anggita nampak keenakan mendapat mainan baru. Dengan rakus lidahnya menyusuri sekeliling batang penisku. Sensasi yang snagat luar biasa membuatku gemas meremasi ke dua toketnya.
“Aaduuhh.. enak sekali Gita.. Teruss.. Gita..Coba kesebelah sini,” kataku sambil menunjuk kebuah zakarku. Dan Anggita langsung tahu lantas mejulurkan lidahnya kebuah zakarku. Anggita menjalankan lidahnya kekanan kekiri atas-bawah.
“Oomm…kekamar Anggita aja yuk biar gak panas..” Sahutnya mengajakku kekamarnya yang ber-AC.
“Terserah Anggita aja dehh..” balasku
Begitu Anggita merebahkan tubuhnya keranjnag, saya gak senang menunggu lama ulang untuk merasakan tubuh indahnya. Segera kutindih dan kucumbui. Sekujur tubuhnya gak tersedia yang kusia-siakan. Terutama dibagian toketnya yang aduhai. Tanganku seakan gak pernah lepas dari liang vaginanya. Setiap tanganku menggosok klitorisnya, tubuh Anggita menggelinjang entah mengapa. Sementara itu batang penisku layaknya akan meledak menghambat tekanan yang demikianlah besarnya.
Akhirnya kutuntun burungku menuju liang vagina Anggita. Lubang vagina Anggita yang telah kebanjiran sangat berfaedah sekali, bibir vaginanya yang kencang memudahkan batang penisku menyelinap kedalam. Sedikit-sedikit kudorong maju. Dan tiap tiap dorongan membawa dampak Anggita meremas kain sprei.
Kalau Anggita merasa layaknya kesakitan saya mundur sedikit, lantas maju lagi, mundur sedikit, maju lagi, mundur, maju, mundur, maju, dan “bleeeeeess..” Tak kusangka lubang vagina Anggita dapat terima penisku yang besar ini. Begitu amblas semua batang penisku, Anggita menjerit kesakitan. Aku tidak cukup mengacuhkan jeritannya.
Kenikmatan yang tak tersedia duanya telah merasuki tubuhku. Namun saya selalu melindungi irama permainanku maju-mundur bersama perlahan. Menikmati tiap tiap gesekan demi gesekan. Lubang vagina Anggita sempit sekali sampai tiap tiap berdenyut membuatku melayang. Denyutan demi denyutan membuatku makin tak dapat ulang menghambat luapan gelora persetubuhan.
Terasa beberapa kali Anggita mengejangkan lubang vaginanya yang bagiku tambah memabukkan gara-gara liang vaginanya jadi makin keras menjepit batang penisku. Erangan, rintihan, dan jeritan Anggita tetap menggema memenuhi ruangan. Rupanya Anggita-pun nikmati tiap tiap gerakan batang penisku.
Rintihannya mengeras tiap tiap kali batang penisku melaju cepat kedasar liang senggamanya. Dan mengerang lirih saat kutarik batang penisku. Hingga pada akhirnya saya telah gak dapat bertahan lebih lama lagi.
Saat batang penisku melaju bersama kecepatan tinggi, meledaklah sudha spermaku. Batang penisku menghujam keras dan kandas didasar jurang memek Anggita. Anggita-pun melengking panjang sambil mendekap kencang tubuhku, lantas tubuhnya bergetar hebat. Sebuah kenikmatan yang sempurna.