Tiwi Gadis Cantik Yang Masih Perawan

Tiwi Gadis Cantik Yang Masih Perawan

Tiwi
Tiwi Gadis Cantik Yang Masih Perawan

kenangan.xyz – Kenapa lagi sih anda ? “ tanyaku bersama dengan nada sinis kepada Tiwi. “Maaf kak….. aku jarang latihan..” “Udah berkali2 anda ga mampu ngikutin.. nadanya melenceng semua… jangan dikira mampu tanpa latihan anda mampu main saksofon bersama dengan bagus” lanjutku. Tiwi hanya terdiam. matanya lihat ke lantai, seakan2 mengkalkulasi jumlah lantai keramik, atau hanya mengira2 luas karpet yang melapisinya. Aku sebal. Sebagai seorang guru musik, hal yang paling menyebalkan adalah ketika muridmu tidak berlatih mirip sekali. Ditambah lagi, ketika aku tengah pusing mengerjakan tesis s2ku, di mana mengajar saksofon adalah satu2nya hiburanku, murid yang satu ini membawa dampak hatiku kesal. Tiwi, 19 tahun, seorang mahasiswi yang kebetulan satu universitas bersama dengan tempatku mengambil kuliah s2, menurutku sangat punya bakat bermain saksofon. Tapi dia jarang sekali latihan. Terdengar dari nadanya yang melenceng, dan tiupannya yang tidak statis, menandakan dia jarang menyentuh alat musik itu. Sebagai mahasiswa S2 yang membiayai kuliahnya sendiri, bermain musik dan mengajar musik adalah tulang punggung utama yang membiayai kuliahku. Ayahku tidak mampu membiayai lagi kuliahku dikarenakan beliau sudah lama meninggal. Uang yang ibuku memberikan tiap tiap bulannya hanya cukup untuk membayar kos saja. Uang untuk kuliah, terhitung disokong oleh beasiswa. Tetapi beasiswanya tidak penuh. Itulah mengapa aku gunakan bakatku dalam bermain alat tiup saksofon untuk mencari uang, mengajar maupun bermain di acara2 musik. Dari yang kulihat melalui website pertemanan facebook, Tiwi nampak senang sekali bermain bersama dengan teman2nya entah itu nongkrong di kafe, jalan2 ke mall, maupun datang ke Bandung bersama dengan teman2nya. Itu tidak persoalan sebenarnya, namun jika dia meninggalkan latihan saksofonnya, itu persoalan buatku. Ada orang yang bilang kalo muridnya ngaco, berarti gurunya yang ga bener. Itu membuatku jadi gemas ketika Tiwi selalu membawa dampak kesalahan ketika bermain. “udah ya, hari ini hingga di sini saja” aku membereskan saksofonku dan buku musik ku. “tapi kak…” Tiwi memotong ucapanku “tapi kenapa… pokoknya minggu depan aku tes lagi yang tadi ya, jangan sampe ga mampu kayak sekarang.” Aku langsung bergegas keluar, Mengenakan jaket, isikan absen guru di meja resepsionis, dan terlihat untuk menyalakan mesin motorku. Sudah senang maghrib rupanya. Tiwi menyusulku keluar. “Kak… maafin aku ya…. Aku emang lagi banyak aktivitas akhir2 ini, jarang latihan….” Ucapnya. “yaudah… minggu depan perbaikin oke” aku Mengenakan helmku. “saya pulang dulu ya” aku mengendarai motorku hindari daerah les itu. Dari spion aku mampu lihat Tiwi masuk ke dalam city car nya. Pertemuanku bersama dengan Tiwi bermula ketika aku isikan acara yang diadakan oleh BEM kampusnya. Dia jadi panitia, LO band yang beranggotakan diantaranya aku sendiri. Berawal dari ngobrol2 Tiwi rupanya bermain saksofon terhitung dan dia inginkan belajar dariku. Karena aku mengajar di tidak benar satu sekolah musik yang mentereng di Jakarta, kusuruh saja dia daftar, dan dia pada kelanjutannya mendaftar untuk jadi muridku. Sebenarnya Tiwi menyenangkan, senang melucu dan gampang akrab. Tetapi kekurangannya ya itu, malas berlatih, entah hari2nya dihabiskan oleh apa tidak cuman kuliah. Apakah itu main, pacaran, aku tidak sangat tahu, dikarenakan obrolan pada aku dan Tiwi hanya berkisar musik lokal maupun musik global. Aku lagi ke kosanku, kunyalakan laptop hasil tabungan sendiri itu. Sebenarnya aku bukan dari keluarga yang kurang mampu, hanya saja ayahku orangnya tekun dan tidak memanjakan anaknya. Waktu aku kuliah s1 di bandung dulu, ketika mampu mencari uang sendiri, aku sudah merasa meringankan beban orang tuaku bersama dengan tidak meminta uang jajan. Ketika sebelum saat aku lulus s1, ayahku meninggal dan wasiat terakhirnya adalah supaya aku tetap meneruskan sekolah. Kujalani pesan ayahku, dan nyatanya, walau hanya dari mengajar dan bermain musik, aku mampu menabung, membayar uang kuliah, dan menyicil motor, walau uang untuk kos masih dibantu oleh ibuku. Sedangkan Tiwi, mampu diamati hidupnya sangat mudah. Orang tua yang kaya, dan memanjakan anaknya, terlihat dari saksofonnya yang terlihat baru dan kinclong, beda bersama dengan saksofon tua ku yang hasil nabung sendiri itu. Naik mobil kemana, jalan2, pacarnya pun aku kenal, walau hanya hanya memahami mirip memahami saja. Anak orang kaya juga. Kehidupan mereka tidak sama jauh denganku. Tampaknya apa2 saja yang mereka inginkan gampang didapat. —————————–Minggu Depan———————————————— TiwiJam 4 sore. Aku menunggu hujan reda di kosanku. Jam 5 seharusnya aku sudah di sekolah musik itu. Tapi dikarenakan aku Mengenakan motor, maka aku hanya mampu menunggu. Waktu tetap berlalu. Hujan tidak reda. Maghrib sudah tiba, dan aku sudah menelpon ke sekolah musik itu untuk membatalkan les hari ini. Aku tidur2an di kasurku, malas untuk terlihat kemana2 lagi. Tiba2 handphoneku berbunyi. Aku lihat layar handphoneku. Ternyata nomer Tiwi. “Halo kak….” Tiwi mengawali obrolan “Eh kamu, ada apa ? sudah tau kan lesnya ga jadi ? “ jawabku “Aku ada di depan kosan kakak” lanjutnya “Eh…. Ngapain ? “ aku heran. Tiwi memutus telponnya. Aku bergegas terlihat dari kamar kosanku, dan kulihat Tiwi bersama dengan basah kuyup terguyur air hujan, berdiri di depan gerbang kosanku. Tanpa pikir panjang aku mengambil payung, lari dan terhubung pintu gerbang. “Lho anda kenapa ? kok kehujanan ? mobil anda mana ? “ tanyaku bertubi2. Tiwi hanya diam saja. DIa menggigil menghambat dingin, sekilas kulihat matanya memerah dan ada bekas tangisan. Untung saja tidak ada orang yang lihat, jadi Tiwi mampu masuk ke kamarku. Karena kamar mandinya ada di dalam kamar, kusuruh Tiwi untuk mandi. Tak lupa kuberikan t-shirt ku yang ukurannya agak kecil dan celana pendek, terhitung handuk yang biasa kupakai. Aku agak kuatir sebenarnya. Karena di kosan ini tidak boleh mempunyai tamu perempuan ke dalam kamar. Aku tidak memahami apa yang bakal berlangsung jika orang2 kosan mengira aku dan Tiwi jalankan hal2 yang tidak senonoh. Aku hanya diam menatap pintu kamar mandi. Suara air mengalir dari shower mampu kudengar bersama dengan jelas. Tak berapa lama Tiwi keluar, bersama dengan Mengenakan pakaian yang tadi kusiapkan. Dia tengah mengusahakan mengeringkan rambutnya bersama dengan menggosok2annya bersama dengan handuk. Bisa kulihat matanya masih merah. “Kenapa sih anda ?” aku memberanikan diri menanyakan “Ceritanya panjang kak….” Katanya sembari duduk disampingku, di tepi ranjang. “kalo ga senang cerita ga usah dipaksa” aku lalu berdiri dan Mengenakan jaket “Saya membeli makan ya, anda diem di sini dulu, jangan ikut keluar, soalnya di kosan ini ga boleh ada tamu cewek masuk ke dalam kamar” “ dan jangan ribut, nanti dikirain aku nyelundupin anda ke dalem” kataku mengingatkan Aku tidak habis pikir. Apa yang ada di anggapan Tiwi supaya dia nekat datang ke kosan guru musiknya. Aku berlangsung bersama dengan payung di tengah hujan, menuju tukang nasi goreng untuk memesan 2 porsi, dibawa pulang. Aku lagi ke kamar kosan. Hujan sudah reda. Aku terhubung kunci kamar, dan mendapatkan Tiwi tengah terima telpon bersama dengan air mata yang menetes. Aku langsung menutup pintu kamar dan mempersiapkan makanan. Tiwi hanya diam saja, dan dia serta merta menutup telponnya. “Eh… makan dulu…” aku menegurnya Tiwi hanya diam. Sejenak kita berdua terdiam sebagian saat. “Kak… ada tisu ?” Tiwi kelanjutannya terhubung mulut. Aku langsung mengambilkan tisu dari laci meja belajarku. Tiwi mengusap air matanya dan menarik nafas panjang. “Maaf ya kak aku ngerepotin” Tiwi mengambil makanannya dan merasa makan. “Gapapa kok, enjoy aja” “Ntar kalo bajunya dah kering aku anter anda pulang ya” jawabku. “Ga usah kak…. Aku senang di sini aja” pengakuan Tiwi membuatku kaget. “Tapi, aku kan sudah bilang, kosan di sini ga boleh terima tamu cewek sebenernya “ Aku sengaja mempertegas kata2ku. “Aku gak bakal ribut kak. Janji” jawabnya Aku hanya menghela nafas sambil ogah2an menyantap nasi gorengku. Apa sih maunya dia, begitu pikirku. “Kalo senang minum ambil tuh gelasnya di rak di deket pintu kamar mandi” ucapku sesudah Tiwi merampungkan makanannya. Tiwi menurut dan mengambil gelas, dan menuangkan air dari dalam dispenser. Aku tidak menggunakan makananku, dan menyalakan laptopku. Jujur saja aku bingung bagaimana wajib menghadapi Tiwi. Aku jarang pacaran, ketika kuliah aku jadi tidak sempat pacaran. Sibuk oleh kuliah dan musik. Apalagi sekarang, kuliah, musik, ngajar. Itulah yang menyebabkanku agak canggung hanya berdua di kamar bersama dengan seorang perempuan.“Kalau senang baca2 majalah itu ada di rak di atas kasur” Aku berkata layaknya itu dikarenakan Tiwi terlihat hanya duduk di tepi ranjang dan lihat lantai bersama dengan tatapan kosong Tapi Tiwi seakan tidak menggubris ucapanku. Dia masih melamun “Tiwi. Kenapa sih ?” Aku tambah penasaran. Tiwi nampak kaget mendengar pertanyaanku. “Hmmm…. Aku heran kak… apa sih yang dimauin mirip laki2” dia terhubung dialog “Kenapa gitu ?” aku turun dari kursi dan duduk di karpet. Tiwi pun turun dari tepi ranjang dan duduk di hadapanku. “Tadi aku rencananya bolos les kak….” jawab Tiwi “Terus ?” “Aku jalan2 mirip pacarku tadi. Pas jam 5, jam seharusnya aku les, aku di dalem mobil pacarku, dia lagi nyetir, rencananya senang jalan cari makan tetap nonton” Tiwi melanjutkan ceritanya. “Entah kenapa handphone dia ditempatkan di dashboard. Aku pinjem, senang main game yang ada di hapenya. Dia ngebolehin, namun entah kenapa aku tiba2 pingin buka inbox smsnya” Halah. Pasti cowoknya selingkuh, begitu pikirku dalam hati. “Aku ngeliat sms2 mesra kak. Gak hanya satu namun sebagian cewek” Buset. Pikirku. Jagoan banget tuh cowok. “Aku kurang apa mirip dia coba ? bela2in bolos les, bela2in dia, selalu aku temenin, kok dia begitu mirip aku ?” dia merasa menangis lagi. “Jijik liat sms2 itu, sayang2an segala macem orang pacaran aja” Aku mengambilkan Tiwi tisu lagi dikarenakan air matanya mengalir deras. “Terus gimana ?” aku memintanya melanjutkan ceritanya. “Aku marah kak. Tapi dia hanya diem aja ga ngomong apa2. Akhirnya di lampu merah aku terlihat dari mobil” “Kan ujan” jawabku sedikit tidak antusias. Entah mengapa persoalan ini sangat klasik pada orang2 yang pacaran. Tapi tampaknya Tiwi sangat terpukul oleh kejadian tersebut. “Biarin aja kak. Aku jalan, ngejauh dari mobil, aku mampu denger sih dia nglakson terus….. namun sesudah jauh dari mobilnya, aku bingung senang kemana. Tapi aku inget kalo daerah tadi deket mirip kosan kakak. Makanya aku kesini” Memang dulu Tiwi dulu kesini diantar oleh pacarnya, mengambil partitur lagu. “Terus ? kok anda jadi kesini ? ga pulang aja ?” tanyaku sambil mengusahakan menegaskan dia supaya pulang. “Males nanti ditanyain mirip orang tua…. kemana si pacar, kok pulang sendiri. Ribet “ jawabnya “Lah kalo dicariin gimana ?” aku tambah bingung “Aku sudah bilang mirip orang tua aku… senang tidur di rumah temen” “Tenang aja, mereka percaya kok…..” Aduh. Entah mengapa menurutku Tiwi terlalu berlebih dalam menghadapi persoalan ini. Kenapa gak putusin aja cowok itu, cari taksi, pulang, tidur, besok lupa. Tapi dia jadi repot2 pergi ke kosanku. “Terus anda senang ngapain di sini ?” tanyaku bersama dengan malas “Aku senang nenangin diri dulu kak…..” Eh. Bukannya lebih enak di rumah ? disitu kan mampu nangis bombay di depan orang tua. Dijamin bakal ditenangin, abis nangis besoknya lega deh. Aku bingung lihat kerapuhannya menghadapi persoalan ini. “yaudah lah terserah” kataku “tapi inget, jangan ribut, jangan terlihat kamar, besok pagi aku anterin ke rumah” “Iya kak” jawabnya… Jam2 berikutnya diisi bersama dengan obrolan2 yang biasa kita lakukan, soal musik, tehnik bermain saksofon. Tak lupa aku menyetel musik keras2 dari laptop dan menyalakan tv supaya nada kita tidak terdengar. Tanpa merasa sudah jam 11 malam “Aku ngantuk kak….” Kata Tiwi “Hmm…. anda tidur di atas aja, aku biar tidur di karpet” jawabku sekenanya. “Enggak kak… aku kan tamu. Aku aja yang tidur di karpet” jadi enak di gw. Aku pikir. Aku mengiyakannya dan menggelar selimut cadangan di karpet, untuk alas tidur supaya agak empuk, dan memberinya selimut tipis serta bantal yang berlebih di ranjang.Aku mematikan lampu, dan terhitung naik ke ranjang, bersiap untuk tidur. “Jangan dimimpiin kejadian yang tadi ya..” kataku mengingatkan “Iya kak….” Sepi. Aku hanya menatap langit2 sambil memikirkan caranya besok pagi terlihat tanpa ketahuan yang jaga kos. Kebetulan aja tadi hujan besar supaya penjaga kos tidak memperhatikan pintu gerbang. Aku agak kesal bersama dengan sikap Tiwi. Sudah malas latihan, dan tidak berpikir panjang. Sebenernya terlihat rasa kasihan yang besar dalam diriku. Dia belum dewasa, belum mampu mengambil keputusan bersama dengan matang, dan akibatnya layaknya ini. Ada di kos2an guru musiknya, dan tidur di lantai. Yasudahlah. Mungkin Tiwi perlu rekan malam ini, begitu pikirku. Entah kenapa aku tidak mampu tidur malam ini, wajib kuakui kehadiran Tiwi malam ini mengakibatkan kerusakan pikiranku. Bukan jadi buruk, namun pikiranku jadi kotor. Aku dulu jalankan seks, sekali2nya kala baru kuliah dulu. Pengalaman itulah yang membuatku sedikit membayang2kan bagaimana jika aku bermain cinta bersama dengan Tiwi. Tiwi sebetulnya cantik, kulitnya putih dan mukanya manis. Dan fakta2 itulah yang membawa dampak pikiranku jadi kotor. Coba jika dia laki2. pasti aku santai2 saja. Lama aku tidak mampu tidur. Aku sengaja menghadap ke tembok supaya tidak lihat Tiwi. Tiba2.. Jleg. Aku merasa ranjangku dinaiki orang. Aku kaget, sedikit terkesiap namun aku berhasil menahannya. Rupanya Tiwi menaiki ranjangku. “Kak… aku tidur mirip kakak ya……” katanya bersama dengan nada merajuk. Damn Aku tidak mampu menolak dikarenakan dia sudah naik ke atas ranjang. “Ehh… ni jika senang pake selimut. Aku memberikan bagian selimutku pada Tiwi. Dia nampak agak malu, dan langsung mengambil bagian selimutnya, dan tidur membelakangiku. Sial. Apa2an ini. Kenapa dia naik ? apa dikarenakan kedinginan ? atau keras ? atau kenapa ? Aku merasakan gerakan di sebelahku. “Kak… maaf… aku sebenernya masih pingin ngobrol” “gapapa kan ?” Aku membalik badanku dan mendapati bahwa jarak mukaku dan muka Tiwi tidak lebih dari 2 jengkal. Matanya yang memerah menatapku penuh harap. “Kamu ya… Dengerin. Kenapa sih wajib gini ? anda sekarang ada di kamar cowok, tidur bareng satu kasur. Ga pantes tau. Apa aku tidur di bawah aja ya” Aku mengusahakan bangkit. “Ini yang aku senang dari kakak…” tiba2 Tiwi berkata layaknya itu. “Eh……..” Aku heran dan mematung sejenak “Kakak orangnya tegas…” “gak kayak dia…. egois… sudah gitu ga dulu mampu tegas dan ga punyai pilihan” “Tiwi… tapi” Kata2ku terhenti ketika tangannya menyentuh pipiku lembut. “Aku senang mirip kakak” pengakuannya membuatku terhenyak. Apakah benar ? apa Tiwi Cuma terbawa perasaan akibat baru mengalami kekecewaan dalam berpacaran ? Aku mematung. Terdiam. Dalam hati aku mengakui bahwa sosok Tiwi yang manis membuatku tertarik. Tetapi selama ini aku selalu me-ignore perasaan itu dikarenakan 1, dia sudah punyai pacar, dan 2, aku tidak ada kala untuk perempuan ditengah aktivitas tesis, musik dan ngajar. “Kak” tangannya tetap mengelus pipiku. Aku pun luluh. Tiba2 kita berdua saling memajukan muka kita masing2. kita menutup mata dan bibir kita pun bersentuhan. Kami berciuman bersama dengan pelan dan lembut. Tiwi tetap maju ke dalam pelukanku. Aku mencapai pinggangnya, dan menggenggam tangan satunya. Telapak kaki kita saling bersentuhan dan saling bertautan. Di dalam selimut itu. kita berciuman bersama dengan hangat. Kami mengabaikan batas pada guru dan murid. Walaupun usia kita tidak tidak sama jauh, hanya enam tahun, namun rasanya ini layaknya affair yang aneh pada guru dan murid. Walaupun guru dan muridnya hanya di sekolah musik saja. Kami berciuman sangat lama. Ngentot Dengan TiwiEntah kenapa kita berdua tidak berciuman bersama dengan nafsu dan tergesa2. Tangan kiriku yang menyentuh pinggang Tiwi, tiba2 merasa nakal. Tanganku masuk ke dalam t-shirt yang dia pakai. Menyentuh kulit halusnya. Tiwi tidak berontak. Dia jadi tetap menciumiku. Tiwi pun tidak protes ketika tanganku masuk kedalam celana pendeknya dan memegang pantatnya. Damn. Rupanya dia tidak Mengenakan celana dalam dan BH. Aku melepaskan ciumanku, dan merasa menciumi telinga dan lehernya. “Ahh… Kak… ‘ Tiwi nampak nikmati perbuatanku. Tanganku tetap bermain coba terhubung celana pendeknya. Tiwi tidak berontak, kakinya jadi beringsut membantuku melepaskan celana pendek itu. Pada kelanjutannya aku melempar celana itu ke lantai. Aku merasa menyentuh pahanya yang sangat mulus. Aku memeluknya erat, menempelkan perutnya di perutku. “Kak….. “ Tiwi memanggilku “Kenapa ?” Aku menghentikan ciumanku di leher “Kalau senang itu’… pelan2 ya…. aku belum pernah…” jawabnya pelan bersama dengan nada pasrah dan tatapan penuh harap. Apa. Masih perawan ? aku kaget.Kupikir setidaknya dia dulu tidur bersama dengan pacarnya. Pantas saja dia tidak mampu menyikapi kelakuan pacarnya bersama dengan benar, pengalamannya sangatlah minim. Aku terdiam. Mematung. Tidak mampu berpikir bersama dengan jernih. “Tiwi… jika anda gak mau, jangan….” aku mundur “Gak apa2 kak. Kalau mirip kakak aku mau..” Tiwi mencapai tanganku. “Kamu belum pernah…. jangan dipaksa jika gak mau….” aku mengusahakan berpikir jernih. Tiwi terdiam, namun dia jadi masuk ke pelukanku kembali. “Aku mau….” jawabnya pelan “Aku Cuma minta kakak perlakukan aku bersama dengan lembut” “Tapi” aku masih bertahan “Kak…. aku senang kasih ke kakak malem ini” “itu dikarenakan aku senang mirip kakak” “dari pertama ketemu, namun kakak tampaknya cuek mirip aku…. namun aku tambah senang dikarenakan tau kakak orangnya tegas, dewasa, “ “Tiwi, itu hanya perasaan pelarian aja…” jawabku Tiwi hanya diam. Tetapi dia menjawab bersama dengan tambah masuk ke dalam pelukanku.Dia memelukku bersama dengan erat, dan tidak senang melepasku. “Aku senang ngelakuinnya hanya mirip kakak” Tiwi selalu gigih. Kami berpandangan sangat lama. Hingga kelanjutannya aku menciumnya kembali. Pertahanan akal sehatku runtuh. Tanganku tetap melingkari pinggangnya yang ramping itu. Tiwi perlahan2 bergerak menindih tubuhku. Badannya naik ke atas badanku. Tangannya coba terhubung t-shirt ku namun tampaknya dia agak canggung melakukannya. Aku melepaskan tanganku dari pinggangnya dan membantunya terhubung atasanku. Setelah itu aku mengusahakan bangkit dan duduk. Tiwi memegang bahuku dan coba maju menciumku. Aku menahannya dan memegang ke dua tangannya. Aku menatap matanya lekat2. Tiwi menatapku malu2.Aku sedikit tegang. Malam ini ke dua kalinya aku terkait seks. Dan ini yang pertama bagi Tiwi. Jantungku berdetak hebat. Aku menggenggam ujung t-shirt yang dia pakai. Pelan2 kutarik keatas. Tiwi menurut bersama dengan mengangkat tangannya. Tiwi sudah telanjang bulat di pangkuanku. Kedua tangannya disilangkan, menutupi buah dadanya yang kecil. Dia sedikit menunduk dan nampak sangat malu. Pasti ini pertama kalinya dia telanjang bulat di depan laki2. Aku memegang dagunya dan mengangkat wajahnya. Tak berapa lama kucium bibirnya lembut. Aku menggenggam ke dua tangannya dan merasa menciumi lehernya, tetap hingga ke buah dadanya yang kecil Aku menciumi putingnya. Kurasakan badannya agak gemetar, entah dikarenakan geli atau agak takut. “Uhh….. Kak… geli…..” Tiwi mendesah kecil. Aku berbisik kepadanya “Jangan sangat berisik ya… nanti mampu gawat jika ketahuan penjaga kos…” Tiwi mengangguk pelan. Aku melanjutkan menciumi buah dadanya. Sempat kulihat Tiwi menggigit bibirnya. Menahan supaya dia tidak ribut. “Ngggh…. mmmhhh…” Tiwi tetap mendesah. Aduh, bagaimana nanti ketika kita hingga ke inti permainan ?. Aku menyuruh Tiwi untuk turun dari pangkuanku. Aku langsung melepaskan celanaku. Tiwi terlihat agak kaget ketika lihat penisku. Ini pertama kalinya terhitung dia lihat penis Laki-laki langsung. Tiwi duduk di sampingku. “Tiwi, jika anda emang ga siap, mendingan gak usah….” Aku menatap wajahnya yang nampak malu bersemu merah, “ Ga apa2 kak…. sudah sampe sini….” dia tersenyum kecil walau aku mampu merasakan bahwa dia merasa gugup dan deg2an. Aku memegang lembut tangannya dan mencium keningnya. Lalu aku menariknya pelan supaya lagi duduk di pangkuanku. Tiwi duduk membelakangiku. Punggungnya sungguh mulus dan bersih. Aku merasa menciumi bahunya, tetap hingga keleher. Kupeluk erat pinggangnya dan mampu kurasakan tangan Tiwi memeluk erat leherku. Lama kuciumi bagian belakang leher dan punggungnya. Tak tahan lagi, pelan2 kubimbing Tiwi untuk berbaring di kasur. Aku memegang lututnya dan kulebarkan pahanya. Aku menindih badannya. Tangan Tiwi menghambat bahuku. Aku sejenak mematung memandangi Tiwi. Patutkah kurenggut keperawanan perempuan manis ini ? Haruskah dia melakukannya denganku ? Tiwi balik menatapku dan berkata “Kak….. pelan2 ya… aku tau pasti sakit pada awalnya” “Kalau anda gak mau, mampu kita hentikan sekarang kok….. “ aku menjawabnya. Tiwi menggeleng pelan. “Aku siap kak………..” Kepala penisku menyentuh bibir vaginanya yang sudah basah. Pelan2 kugesekkan kepala penisku di bibir vaginanya. Tiwi mengejang2 geli. Aku melakukan perbaikan posisi bersama dengan menggenggam tangannya. Kurasakan pelan, penisku memasuki bibir vaginanya. Sempit sekali. Aku berkonsentrasi penuh memasuki vaginanya. “Nggggh…….Ahhh….. “ Tiwi menghambat sakit. Bisa kulihat dia menggigit bibirnya dan matanya sedikit berkaca2. “Uhhhh…..” dia menarik napas lega ketika penisku masuk penuh kedalam vaginanya. Aku merasa mobilisasi penisku maju mundur bersama dengan pelan. Tiwi nampak menutup matanya, dan meringis layaknya menghambat sakit.Aku mencabut penisku. Kulihat penisku berlumur darah perawan Tiwi. “Sakit? Kalau anda ga tahan sakitnya ga usah dilanjutin…” Aku kuatir “Gapapa kak…..” Tiwi tersenyum bersama dengan mata agak berkaca2. Aku menarik nafas panjang, kuputuskan untuk tidak merubah2 posisi bercinta kami, sangat dini untuk kita berdua. Ditambah lagi pengalaman kita berdua sangat minim. Aku lagi memasukkan penisku ke lubang vaginanya. Sudah lebih mudah, walau masih sempit. Kurasakan dinding vaginanya yang hangat mengapit penisku erat. “Mmmhhhh….kak.. “ Tiwi mendesah pelan, dia sudah tidak meringis atau menggigit bibir lagi layaknya sekarang. Aku tetap memaju mundurkan penisku bersama dengan pelan namun temponya stabil. “Uhhh…..” Tiwi tiba2 mencengkram erat bahuku. Seakan inginkan mencakarnya. “Mmmmhhh” Kaki Tiwi mencengkram erat pinggangku. Aku memahami dia bakal orgasme. Terlalu cepat mungkin. Tetapi wajar. Karena ini pengalaman pertama bagi Tiwi. Dia belum memahami bagaimana mengatur tempo, memengaruhi posisi, disempurnakan lagi malam ini seluruhnya aku yang mengendalikan. Tiwi tetap bersuara kecil mengikuti tempo goyanganku. “Nggg… mmmmhh….” Tiba2 aku menghentikan gerakanku. Aku tak inginkan aku bablas terlihat di dalam. Kaki Tiwi kuat mencengkram pinggangku. Malam ini adalah pengalaman pertamanya. Wajar jika dia nampak tegang atau gugup. Aku tak senang jika ketegangannya membawa dampak kecelakaan yang tidak diinginkan. “ah…. kenapa kak ?” tanyanya polos bersama dengan nafas tidak teratur “Enggak… tadi anda ngejepit pingganggku sangat keras… aku was-was jika nanti aku terlihat di dalem…” jawabku. “oh…. “Tiwi “kamu enjoy ya sayang….” aku mengelus rambutnya lembut dan dia hanya mengangguk pelan. Pelan2 aku menandakan supaya Tiwi tidur tengkurap. Dari belakang aku memposisikan kepala penisku tepat di lubang vaginanya. Pelan2 aku masukkan kembali. “hmmhhh… aaahhhh…” Tiwi lagi mendesah ketika kumasukkan penisku. Aku memeluk pinggangnya dan membimbingnya naik. Kami bercinta dalam posisi doggy style. Tangan Tiwi bersangga pada kasur. Aku mobilisasi penisku maju mundur sembari memegang erat pinggangnya. “Uuuuuh…. Ahhh….. “ Tiwi tidak mampu menghambat lagi suaranya. Entah dikarenakan kesakitan atau keenakan. Tapi jika pun kesakitan, dia tidak berontak. Tiwi tetap mengerang. Entah berapa lama kita melakukannya. “Kak…. aku… ahhh” Aku tau Tiwi bakal langsung orgasme. Tapi aku tidak mencabut penisku. Aku jadi tambah bernafsu menggerakkannya. Tumpuan tangannya tambah lemas. Aku secara refleks jadi menarik tangannya kebelakang supaya posisi tubuhnya selalu stabil.Aku merasakan tubuhnya menegang dan vaginanya menjepit erat penisku. “Aaaaah….. aaaahh….. nggghh….” Tiwi mengerang tanpa memperdulikan kondisi kamar kosku yang barangkali saja nada malam itu mampu bocor ke kamar sebelah. “Ngggghh… aaaaaaaaaah”. Tak berapa lama aku langsung mencabut penisku dan spermaku lalu muncrat berantakan di luar vaginanya. Tiwi langsung bersama dengan lunglai menjatuhkan diri ke kasur. Aku pun merebahkan diri di sebelahnya. Kami berpandangan bersama dengan cukup lama dan berpelukan hingga kita tertidur. Kini, kita bukan murid dan guru lagi. Tapi lebih dari hanya itu. Kami kerap menggunakan kala bersama dengan di luar les, dikarenakan kita sekarang jadi sepasang kekasih. Kejadian malam itu, tidak dulu terulang lagi hingga sekarang. Dan kita tidak dulu mengungkitnya lagi. Biarkan malam itu ada untuk dikenang saja dalam hati kita masing2.

CeritaDewasa