Nikmatnya Perawan Gadi Desa yang Cantik Dan Seksi

kenangan.xyz – Wasti sendiri sebetulnya puas dirangsang begini, cuma lagi-lagi jikalau menjadi geli menyengat sebabkan dia refleks menolaki kepala Oom Rony, akibatnya sama, gigitan-gigitan gemas segera mendarat di bagian seputar bukit kemaluannya. Malah lebih bertubi-tubi gara-gara Oom Rony lebih bernafsu bersama bukit kemaluan Wasti yang baginya begitu menggiurkan sekali karena
Wasti sering mencukuri bulu-bulu kemaluannya sehingga lebih merangsang langganannya. Jadi jikalau dapat digabungkan suara-suara yang sedang terjadi, maka di bangunan sebelah suara riuh pegawai-pegawai percetakan yang sedang sibuk bekerja sambil bercanda akan berpadu rengekan manja sang majikan perempuan di dalam kamar yang sedang menjadi keenakkan bercanda bersama kemaluannya dikerjai mulut Oom Rony. “He.. hehngg.. aahss diapain gittu.. gellii iihh..
” merengek-rengek kegelian dia jikalau menjadi ujung lidah Oom Rony berputaran menjilati klitoris sesekali menyodok-nyodok pendek di pintu lubang kemaluannya, atau terhitung jikalau gigitan-gigitan kecil Oom Rony di bibir di dalam kemaluannya menjadi seperti ditarik-tarik ke atas. Kepala botak Oom Rony yang menempel di selangkangannya dipermainkan seperti bola, kadang didekap diusap-usap jikalau menjadi keenakkan atau kadang ditolaki jikalau geli terlalu menyengat.
Tapi Wasti tidak cuma dapat menerima, dia terhitung pintar berikan “asyik” pada lawan mainnya gara-gara inilah keliru satu yang sebabkan dia terhitung jadi perempuan kesayangan langganannya itu. Sebentar sesudah itu bertukar permainan bersama Wasti saat ini yang ganti menghisap batang kemaluan Oom Rony. Dengan pengalamannya yang banyak Wasti mengetahui persis bagaimana mengasyikkan Laki-laki lewat permainan mulutnya. Teliti dan cukup lama dia menjilati sepanjang batang, menghisap-hisap kepala bulatnya, melocoknya sekaligus dan mengenyot-ngenyot kantung zakarnya sebabkan batang kemaluan Oom Rony yang tadi setengah mengeras saat ini bangun mengencang. Merasa telah cukup barulah keduanya tiba di babak senggama. Kembali Wasti menjadi merasakan asyiknya bagian lubang kemaluannya dikerjai, kali ini disogok-sogok batang kemaluan Oom Rony. Ini yang dibilang biarpun tampangnya tidak “sreg” tetapi Oom Rony cukup mengasyikkan Wasti. Memang tidak besar tetapi batang kemaluan lawannya ini cukup dapat bertahan lama kerasnya untuk Wasti terikut hingga di kepuasannya. Itu terhitung sebabnya biarpun di babak awal pembukaan rangsangan Oom Rony tidak cukup disukai Wasti tetapi jikalau telah hingga di bagian ini Wasti cukup puas bersetubuh bersama langganannya yang royal berikan uang itu. Terbukti mimik mukanya berseri cerah memainkan kocokkan lubang kemaluannya mengimbangi tarik tusuk batang kemaluan Oom Rony menggesek ke luar masuk lubangnya.
Seirama bersama bunyi “mencicit” putaran roda mesin cetak yang seolah tidak cukup pelumasan di bangunan sebelah, di kamar ini papan tempat tidur pun bergerit oleh gerak putaran kemaluan Wasti mengocok batang kemaluan Oom Rony. Keduanya justru biasanya dilumas gara-gara makin lama lincir saja beradunya kedua kemaluan menjadi bersama makin lama cepatnya goyangan keduanya isyarat telah akan capai akhir permainan.
“Hshh.. ayyo Was.. Bapakk keluarr..” di ujungnya Oom Rony segera berikan isyarat tiba di ejakulasinya.
“Ayyo Pakk.. sama-sama.. hhoghh.. dduhh..” Wasti cepat menyahut, dia pun segera menyusuli bersama orgasmenya.
Berpadu kejang tubuh mereka ketika tiap-tiap capai puncak permainan secara bersamaan. Oom Rony menjadi puas bersama pelayanan Wasti, begitu terhitung Wasti terikut menjadi puas di dalam permainan seks bersama langganan tetapnya ini.
Akan tetapi bukan cuma Oom Rony saja yang dapat bercinta bersama Wasti di rumahnya itu tetapi aku sendiri pernah mengambil alih bagian seperti itu dengannya. Sudah dua kali aku bertandang ke rumahnya sebatas untuk ngobrol-ngobrol, tetapi pada kali ketiga aku berkunjung bertepatan Ardi sedang terlihat rumah, waktu itulah peluang baik ini menghendaki dimanfaatkan Wasti. Ceritanya waktu aku menumpang buang air kecil, Wasti menunjukkan kamar mandi yang berada di kamar tidurnya tetapi rupanya dia menanti bersama tidak sabaran lagi. Karena baru saja ke luar kamar mandi aku segera ditubruk pelukan rindunya.
“Duh Mas Dony.. Was kangen banget deh, Mas nggak kangen ya mirip aku,” katanya membuka serangan bersama menciumi seputar wajahku.
“Sama aja Was, tetapi kan nggak enak masa dateng-dateng selanjutnya minta gitu mirip kamu. Lama nggak perginya Mas Ardi?”
“Dia ulang ngurus ke kantor pajak, pasti lama pulangnya kok..”
Sebentar percakapan terputus hingga di sini gara-gara kami memuasi diri pernah bersama saling membebaskan rindu lewat ciuman bibir yang saling melumat hangat bersama posisi tetap berdiri berdekapan di ruang sedang itu. Di situ rupanya kami telah tidak sabaran menanti gara-gara sambil mulut selalu sibuk kuikuti bersama tanganku segera bekerja membebaskan penutup badannya, ini dituruti Wasti apalagi hingga lolos hingga bertelanjang bulat di pelukanku. Begitu terpandang tubuh mulusnya darah pun segera panas menggegelegak. Hmm.. kuakui lekuk liku tubuhnya yang indah dan selalu tidak berubah sejak pernah terlihat begitu menggiurkan dan memompa darah birahiku menaikkan rangsanganku. Masih menghendaki kunikmati pemandangan indah ini tetapi Wasti yang telah bertelanjang bulat di depanku seperti risau aku batal berubah pikiran, dia segera menarik aku ulang di dalam pelukan untuk melanjutkan berciuman sambil dia terhitung membalas mendukung membukai bajuku. Kali ini mengetahui lebih asyik, bergelut lidah bertempelan hangat kedua dada telanjang cepat saja mempunyai nafsu birahi naik menuntut, sehingga tidak bermesra-mesraan lebih lama ulang kami pun bersiap masuk di babak utama.
“Ayo Mass.. membuka terhitung ininya..” berdesis suaranya sambil tangannya menghendaki merosot celanaku, tampak dia seperti menghendaki terburu-buru. Kuturuti permintaannya sebentar sesudah itu kami telah mirip telanjang tetap melanjutkan berciuman merangsang nafsu yang pasti saja naik bersama cepat.Sekarang baru nyata kerinduan Wasti gara-gara sambil tetap sibuk bergelut lidah bertukar ludah, sebelah tangannya yang terjulur ke bawah telah segera beraksi meremas-remas gemas jendulan batanganku. photomemek.com Diserang begini ganti aku terhitung membalas. Kedua tanganku yang pada mulanya merangkul pinggangnya kuturunkan meremasi kedua pantatnya dan memainkan jariku menggaruki bibir luar kemaluannya, mengukiri celah hangatnya sebabkan Wasti menjadi menggelinjang terangkat-angkat pantatnya menempelkan jendulan kemaluannya ke jendulan batanganku. Lama-lama tidak tahan, Wastipun tidak membuang-buang waktu untuk merendahkan tubuhnya dan segera mencaplok kepala batangku, dilocoknya sebagian lama bersama mulutnya sekaligus membasahi bersama ludahnya. Setelah menjadi basah licin barulah dia menegakkan ulang tubuhnya dan menanti aku berlanjut untuk berusaha memasukkan di lubang kemaluannya.
Kuteruskan sesaat ciumanku bersama ulang mengiliki klitorisnya, waktu Wasti menyambut bersama terhitung melocok menarik-narik batang kemaluanku. Saling merangsang begini pasti saja sebabkan tuntutan birahi jadi naik tinggi. Merasa cukup, kutunda ciuman sebentar untuk mempunyai dia bersandar ke dinding di belakangnya, Wasti menurut cuma memandangi aku agak bingung.”Nggak di tempat tidur aja Mas..?” tanyanya seperti tidak cukup sesuai bersama tempat yang kupilih.”Di sini dulu, sekali-sekali kami main berdiri kan dapat juga?” begitu jawabku memilih keputusanku. Meskipun agak tidak cukup “sreg” tetapi dia terhitung telah kepingin berat jadinya menurut saja ketika sesudah kusandarkan ke dinding, kulanjutkan pernah bersama mengecupi mesra seputar wajahnya sambil selalu menghangatkan bara nafsu bersama bermain sebentar mengusapi kemaluannya, menggaruki klitorisnya.
Dia kuserbu bersama sebabkan tidak sempat protes lebih jauh gara-gara segera ujung jariku merasakan licin basah liang kemaluannya. Batang kemaluan yang telah dibubuhi ludah kudekatkan masuk terjepit di selangkangannya menenempel ketat di lubang kemaluannya. Begitu kena mimik mukanya segera tegang rahang setengah menganga gara-gara jikalau dua kemaluan yang mirip telanjang telah ditempel begini, hangatnya berkenan tidak berkenan menuntut untuk melibat lebih dalam. Sinar matanya makin lama sayu meminta dan ini kupenuhi bersama menjadi berusaha memasukkan batang kemaluanku. Kedua lutut kutekuk agak merendah berasal dari situ kutekan membor ke depan ujung batangku hingga menjadi menyesap masuk di jepitan lubang kemaluan Wasti, ini gara-gara dia terhitung menyambut bersama menjinjit dan membuka lebar-lebar pahanya.
“Ahngg Mass Doonyy..” terlihat erang senangnya sambil menyebut namaku. Seperti biasa dia selalu terlihat sibuk jikalau dimasukkan batangku, tegang sungguh-sungguh mukanya sambil sesekali melirik ke arah pintu seperti tetap risau jikalau tersedia yang masuk mendadak waktu dia sedang sibuk di dalam usahanya ini. Begitupun pelan-pelan tenggelam terhitung batangku ditelan lubang kemaluannya masuk dan sebentar sesudah itu terendam habis semua panjangnya. Aku berhenti sebentar untuk dia mengatur ukuranku baru sesudah itu aku pun menjadi menikmati jepitan asyik kemaluannya di batangku. Lepas berasal dari sini kami berdua telah segera meningkat meresap nikmat sanggama tanpa perduli suasana sekitar lagi. Aku memulai bersama memainkan batangku menusuk tarik ke luar masuk, sebentar sesudah itu diimbangi Wasti bersama memainkan pinggul mengocokkan lubang kemaluannya. Masing-masing mirip berkonsentrasi pada rasa permainan cinta bersama di atas ulang saling melumat bergelut lidah, kali ini untuk melengkapi gelut dua kemaluan yang mengasyikan di dalam posisi sanggama berdiri ini. Sambil begitu kedua tanganku pun meremasi sekaligus kedua susunya menaikkan enaknya permainan.
Wasti baru sekali kuajak main jenis begini tetapi telah segera tenggelam di dalam kelebihan rasanya. Terbukti baru disogok-sogok sebagian waktu saja dia telah tegang sungguh-sungguh mukanya, tetapi sebelum saat hingga ke puncaknya segera kuangkat dia berubah posisi ke tempat yang lebih santai bikin dia dan baru saat ini kubaringkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. “Wiihhss.. Mas Donny kangen aku kontolmu Mass.. sshh mantepp rasanya..” komentar pertama bersama suara suara bergetar terdengar puas seperti anak kecil baru diberi mainan. Saking rindu dan senangnya hingga mengalir terlihat airmata bahagianya.
Tidak kusahut kata-katanya tetapi bersama gemas-gemas sayang aku menindih untuk mengecup menggigit bibirnya dan berasal dari situ kusambung bersama menjadi memainkan batangku terlihat masuk memompa di jepitan lubang kemaluannya. Inipun tetap pelan saja tetapi reaksinya telah menjadi banyak bikin kami. Pinggulnya dimainkan sebabkan lubang kemaluannya berputaran memijati batanganku, cuma tempo singkat kami telah meningkat di dalam sungguh-sungguh tegang dilanda nikmatnya gelut kedua kemaluan. Airmuka kami mirip tegang dan cahaya mata mirip sayu tiap-tiap hanyut meresapi jumpa mesra yang baru ini ulang kami laksanakan sesudah lewat cukup lama perpisahan keintiman kami. Menatap muka si manis sedang hanyut begini pasti saja menaikkan rangsangan tersendiri yang membuatku makin lama menaikkan tempo, sambil selalu meresapi asik yang mirip pada gelut dua kemaluan kami.
“Enak nggak Was rasanya punyak Mas..” bisikku menguji di sedang kesibukanku, sebatas menghendaki mengetahui komentarnya.
“Hsh iya ennak sekalli Mass.. kontol Mas Donny palingg ennak berasal dari semuanya.. hhssh wihh ker-ras sekalli.. ennaakk.. Adduuh Maas iya ditekenn gittu dalem bbanget hhshh.. Mass Donyy ennaak sekalii Maas..”
Wasti kuhapal sebetulnya type spontan terbuka, dipancing sedikit saja segera terlihat suaranya mengutarakan apa yang sedang dirasakannya. Jelas mengasyikkan mendapat partner bercinta seperti ini, segera kutenggelamkan terhitung perasaanku menyatu di dalam asyik sanggama sepenuh perasaan dengannya. Makin lama gelut kami makin lama berlomba hangat isyarat bahwa tiap-tiap menjadi menuju ke puncak permainan, hingga tiba di batas akhir kuiringi waktu orgasme kami bersama menempel ketat bibirnya saling menyumbat bersama lumatan hangat. “Hhrrh hghh.. nghhorrh.. sshghh.. hoorrhgh hhng.. hngnhffgh.. ngmmgh..” suara tenggorokan kami saling menggeros bertimpal seru mengiringi waktu ternikmat di dalam sanggama ini. Mengejut-ngejut batang kemaluanku menyemburkan cairan maniku yang terhitung menjadi seperti diperas-peras oleh pijatan dinding kemaluannya. Sampai terbalik kedua bola mata kami saking enak dirasa tetapi begitupun sumbatan mulutku belum kulepas menanti sentakan-sentakan ekstasinya melemah. Baru ketika helaan nafas leganya ditarik isyarat kenikmatan berlalu, aku pun membebaskan tempelan bibirku menyambung bersama kecupan-kecupan lembut seputar wajahnya.
“Hhahhmmhh Mas Ddony.. assyiknyaa.. keturutan kangenku mirip Mas..” ulang terdengar komentarnya bersama tetap saling berpelukan mesra.
“Mas sendiri terhitung kangen sekali mirip kamu Was,” kataku jujur membalas perasaan hatinya.
“Bener?” tanyanya menguji bersama suara manja.
Tapi selalu menjepitkan otot-otot lubang kemaluannya di batanganku menanti hingga terlihat aku menjadi mengendor menghela nafas legaku, di situ baru dia berhenti dan membebaskan aku membebaskan batanganku berasal dari lubang kemaluannya. Aku lega dan puas tetapi air mukanya terhitung tampak berseri isyarat puas telah berhasil memuaskan kerinduannya denganku.
Sejak berasal dari hari itu berlanjut ulang jalinan lamaku bersama Wasti di tiap-tiap kedatanganku ke rumahnya tetapi bersama alasan yang mirip seperti Oom Rony yaitu pura-pura minta dipijat oleh Wasti. Hari itu aku berkunjung ke rumahnya bertemu bersama Ardi yang sedang sibuk mencetak di bangunan sebelah, dia mempersilakan aku menemui Wasti di rumah induk. Aku pun mengiyakan dan waktu masuk ke rumah kudapati Wasti di dapur sedang membasuh piring-piring dan gelas bekas makan siang mereka. Wasti menoleh dan tersenyum manis menyambut kehadiranku serta meminta aku menanti pernah di ruang tamu. Timbul tekad isengku menggoda, kurapati dia yang waktu itu tetap berdiri di depan meja cucian piring, segera memeluk berasal dari belakang mencumbui dia. Mengecupi lehernya sambil kedua tanganku meremasi bukit susunya. Karuan Wasti menggeliat-geliat bersama muka malu-malu geli, menghendaki menahan tetapi mana berkenan kulepas begitu saja. Akhirnya dia diam saja membebaskan aku menggerayangi tubuhnya, dia sendiri selalu meneruskan mencucinya gara-gara dipikirnya mana bisa saja aku berani mengajak dia untuk waktu yang senekat ini.
“Mas Dony ini nggodain aku aja, paling-paling Mas terhitung telah ngiseng mirip yang lain, saat ini kayak telah kepengen lagi..?”
“Lha sebetulnya kepengen kok, mirip kamu kan belum?” jawabku sambil mengangkat rok belakangnya, segera melorotkan celana dalamnya.
Tentu saja Wasti jadi kaget gara-gara tidak mengira bahwa aku sungguh-sungguh sungguh-sungguh meminta.
“Heh Mas Dony! Ngawur ah, ini kan tetap di dapur.. nanti aja di kamar Mas.. jikalau di sini nanti tersedia yang liat gimana?”
Wasti tetap cobalah memperingatkan aku sehingga mengurungkan kenekatanku tetapi aku telah tidak dapat menahan lagi. Malah telah kulepas ritsleting celanaku membebaskan kemaluanku segera menempelkan batanganku di selangkangannya.
“Kasih sebentar aja kan dapat Was, berasal dari sini kan kami dapat ngeliat ke sebelah jikalau tersedia yang dateng..” kataku meminta sambil menenangkan dirinya.
Kebetulan di dekat meja cucian piring itu tersedia jendela kaca darimana kami dapat memandang suasana bangunan percetakan di sebelah.
“Ahhs Maass..!” Wasti kontan menjengkit ketika menjadi batang telanjangku yang menempel di lubang kemaluannya itu telah menjadi naik mengencang.
Sempat bingung dia tetapi berasal dari pada mulanya menghendaki berkeras menahan kelanjutannya Wasti jadi tidak tega juga, segera melunak suaranya berbisik.
“Wih, wih Mass.. kok cepet banget sih keras bangunnya..?”
“Makanya itu.. Mas Dony masukin ya?”
“Iya tetapi aku belum basah Mas..”
“Nanti Mas basahin sebentar..”
“Tapi jangan lama-lama ya, nanti keburu tersedia yang dateng jadi jadi penasaran..”
Tanpa membuang-buang waktu aku berjongkok di belakang Wasti dan segera menyosor di lubang kemaluannya yang terhitung cepat memasang posisi sehingga lebih mudah, bersama membuka secukupnya kedua pahanya serta menunggingkan sedikit pantatnya. Sambil begitu Wasti sendiri terpaksa menunda pernah pekerjaannya dan menanti bersama bergantung kedua tangan di tepi meja cucian sambil pandangannya tetap menempel perhatikan ke luar jendela kaca itu. Niatnya sebetulnya pada mulanya cuma menghendaki sebatas berikan bikin aku, tetapi ketika menjadi sedotan dan jilatanku di lubang kemaluannya disempurnakan ulang bersama satu jariku yang kucucukan menggeseki kecil di lubang itu, yang begini cepat saja sebabkan gairahnya terangsang naik. Cepat-cepat dia membilas kedua tangannya yang tetap penuh sabun gara-gara sesewaktu bisa saja dibutuhkan untuk memegangi tubuhku.
Betul juga, tepat saatnya dia selesai membilas seiring aku terhitung selesai mengerjai liang kemaluannya. Segera kubawa batanganku ke depan lubang kemaluannya dan menjadi menyesapkan masuk berasal dari arah belakang, segera saja sebelah tangan yang tetap basah itu dipakai untuk memegang pinggulku, sebagai langkah untuk mengerem jikalau sodokkanku dirasa terlalu kuat. Tapi rupanya tidak. Biarpun telah dilanda gairah kejantananku, tetapi aku tetap dapat meredam emosi tidak kasar bernafsu. Selalu hati-hati sewaktu membor batangku masuk biarpun seperti biasa Wasti selalu menanti bersama muka tegang. Dia baru melega jikalau batangku dirasanya telah terendam habis di lubang kemaluannya.
“Keras sekali rasanya Mas..?” komentar pertamanya sambil menoleh tersenyum kepadaku di belakangnya.
Kugamit pipinya dan menempelkan bibirku mengajaknya berciuman.
“Kalau ketemu lubangmu sebetulnya jadi cepet kerasnya..” jawabku berbisik sebelum saat menekan bersama ciuman yang dalam.
Kami menjadi saling melumat sambil diiringi gerak tubuh bagian bawah untuk meresap nikmat gelut kedua kemaluan bersama aku menarik tusuk batang kemaluan, sedang Wasti memutar-mutar pantatnya mengocoki batanganku di liang kemaluannya. Inipun tekad pada mulanya tetap sebatas berikan bagiku saja, tetapi tidak dapat dicegah, dia pun dilanda nikmat sanggama yang sama, yang membawanya terseret menuju puncak permainan bersamaku.
Dari pada mulanya gerak senggama kedua kami tetap berputaran pelan, makin lama lama makin lama meningkat hangat, gara-gara tiap-tiap telah menumpukkan rasa enak terpusat di kedua kemaluan yang saling bergesek, telah bersiap-siap akan melepaskannya sesaat lagi. Wasti tidak ulang bergantung di tepi meja tetapi menahan tubuhnya bersama lurus kedua tangannya pada dinding depannya. Di situ tubuhnya meliuk-liuk bersama air muka tegang seperti kesakitan tertolak-tolak oleh sogokan-sogokan batanganku yang terlihat masuk cepat berasal dari arah belakangnya, tetapi sebetulnya justru sedang tegang sungguh-sungguh keenakkan sambil membalas bersama putaran-putaran liang kemaluannya yang menungging. Masing-masing telah menjelang tiba di batas akhirnya, cuma tinggal menanti kata sepakat saja.
“Aahs yyohh Wass.. Mass telah berkenan samppe..”
“Iya Mass.. sama-samaa.. sshhah-hhgh.. dduhh.. oohgsshh.. hrrh hheehh Wass ayyoo.. dduuh Maass.. aaddussh hrhh..”
Pembukaan orgasme ini tiap-tiap saling mengajak dan berikutnya saling bertimpa mengerang mengaduh dan tersentak-sentak ketika secara seiring capai batas kenikmatan. Jika dihitung secara waktu maka permainan kali ini relatif cepat tetapi dapat terhitung mempunyai Wasti pada kepuasannya. Memang nyaris saja terlambat, gara-gara baru saja aku mencabut batang kemaluanku telah terdengar langkah kaki seseorang akan masuk ke rumah induk. Ternyata sebetulnya Ardi yang datang. Wasti sendiri tidak sempat ulang membasuh lubang kemaluannya, buru-buru dia menaikkan celana dalamnya untuk menyumbat cairan mani bekasku yang menjadi akan meleleh ke pahanya dan selepas itu dia pura-pura ulang meneruskan membasuh piring yang sempat tertunda itu.