Kamar Gelap Yang Memberikan Kenikmatan Seks

Kamar Gelap Yang Memberikan Kenikmatan Seks

Kamar
Kamar Gelap Yang Memberikan Kenikmatan Seks

kenangan.xyz – Delapa belas dan kali ini adalah sebuah cerita yang terlampau hot dan panas dimana cerita sex ini main sex di kamar itu gelap. Sinar bulan terlihat menyentuh kisi-kisi jendela kamar kecil itu. Membayangkan silhouette tubuh yang meringkuk di sudut kamar. Rena menenggelamkan kepalanya ke didalam lipatan lengannya yang memeluk lutut- lututnya. Bahunya yang bergerak-gerak pertanda bahwa gadis kecil itu sedang menangis.

Cerita Sex Main Sex Dikamar Yang Gelap – Rena mengangkat kepalanya, mengutuk cahaya bulan yang menerpa wajahnya yang ternoda jejak-jejak air mata didalam hatinya. ‘Bagaimana saya mampu memaafkan dia..’ “Rene.. ah.. Rene..” mulutnya berbisik 1/2 terbuka. Buliran air mata jatuh lewat pipinya menetesi lengannya.

Gagang telephone di sebelahnya memperdengarkan suara sibuk. Rena memasukkan ulang kepalanya didalam dekapan kakinya, dan bahunya ulang bergerak-gerak. Sepuluh kilometer jauhnya, kala yang sama. Rene membanting C35-nya ke lantai, memandangi sejenak serpihan- serpihan mesin itu berpencaran ke segala arah. Rene menjambak rambutnya bersama kesepuluh jemarinya.

Gila.. seluruh gila, batinnya didalam hati. ‘Rena.. bangsat! Cintaku.. aku..’ Rene menjatuhkan tubuhnya di atas area tidurnya, matanya merawang menatap langit- langit kamarnya. Melamunkan wajah gadis kecil itu didalam dekapannya.. yang beralih jadi bayangan api kemarahan dan kesedihan yang terpancar berasal dari suara suara gadis yang beberapa menit lantas masih bercakap-cakap dengannya. Rene menutup matanya bersama lengan kanannya, bahkan ia masih miliki sedikit rasa malu kepada kamar kesayangannya, untuk melihatnya meneteskan air mata. Somewhere, lantai dua, kala yang sama. Rina mengeraskan suara walkman- nya. Membiarkan lantunan musik kesayangannya memenuhi rongga telinganya. Tangannya bergerak terhubung lembaran-lembaran literatur dihadapannya.

‘Ah, saya wajib belajar giat sehingga cepat lulus.. lalu..’ Matanya melihat ke bingkai foto di atas meja disamping area tidurnya. Tangannya mengambil bingkai foto itu, dan bibirnya mencium wajah cowok yang sedang tersenyum kepadanya lewat foto di hadapannya. Cup.. cup.. Rina mencium foto itu berulang-ulang, membayangkan kehangatan cowok itu kala memeluknya, menciumnya, mencumbunya.. belajar.. belajar.. Rina mengingatkan dirinya sendiri sebelum saat tangannya merasa gatal.

Dua purnama yang lalu. Cowok yang hanya mengenakan kaus oblong itu muncul sibuk bersihkan mobilnya. Tangannya menggosok permukaan mobil itu bersama cermat, sesekali menyeka peluh yang muncul berasal dari dahi dan pelipisnya. ‘Ah.. panas sekali’, umpatnya didalam hati. Rene capai selang yang tergolek di sebelah kakinya, bangkit berdiri dan menghimpit knob penyemprot di tangannya.

Dicobanya untuk mengarahkan air itu ke wajahnya, ahh.. segarnya. Dibilasnya mobil itu bersama hati-hati, memastikan seluruh kotorannya luluh ke jalan. Mendadak telinganya menangkap suara bertubruknya sesuatu. Matanya mencari- cari, kala tangannya yang memegang selang tetap mengarahkan semprotan air ke mobilnya. Setengah jam sebelumnya. “Kaak.. mana.. katanya rela ngajak saya jalan-jalan?”, suara gadis ABG itu terdengar manja dan memaksa. Gadis yang lebih tua berkata dangan malas, “Sekarang? Tanggung nih..”. Remote TV itu masih didalam genggamannya.

“Kaakk..!!” Rena memegang pundak kakaknya, merayu-rayu sehingga kakaknya bersedia menjelaskan janjinya. “Iyaa.. telah sono!” Rina tertawa geli melihat perbuatan adiknya yang manja. ‘Yah beginilah’, pikirnya, kalau hanya miliki adik semata wayang, yang terlampau kebetulan manja dan pemaksa. Rina menyusuri jalanan kecil itu lewat rumah-rumah yang muncul sepi. Adiknya yang duduk di belakang seakan nikmati kondisi panas di siang hari itu, kala kakaknya sesekali mengelap keningnya yang basah oleh keringat. Rina merasakan sebutir keringat tentang matanya.. aduh.. Rene melihat seekor kucing lari terpincang-pincang dan menghilang dibalik pagar sebuah rumah. Rene tertawa, bukan pada tingkah gugup kucing itu, tetapi pada ke dua gadis di seberang jalan yang saling menyalahkan satu bersama lainnya. “Makanya kalau jalan hati-hati..” Rina kaget mendengar suara itu dan menghentikan pertikaiannya bersama adiknya yang masih cemberut. “Rene..” matanya hampir tak berkedip melihat sosok cowok yang cengar-cengir di hadapannya, yang sesudah itu membungkuk untuk membantu menegakkan sepeda motornya.

“Reneehh..”, Rina menahan desahan nafasnya kala bibir Rene mengecup mesra bibirnya. “Ada adikku loh.” “Biar saja, biar cari pacar.. hehehe.. mm..”, Rene meneruskan ciumannya, kala tangannya bergerak meremas-remas payudara Rina. “Akhh.. Rene!” Rina menyingkirkan telapak tangan Rene berasal dari dadanya, meninggalkan area tamu dan Rene yang tertawa-tawa, menghampiri adiknya yang mengomel panjang lebar di luar rumah. “Nih.. awas.. sakit.” Rina mengusapkan kapas yang basah oleh Betadine itu ke luka di lutut adiknya. Rena mengerutkan alisnya, menahan nyeri berasal dari reaksi Betadine yang menyapu pori- porinya. Rene muncul membawa segelas air.

“Nih, minumnya..”. Rena capai gelas itu berasal dari tangan Rene dan meminumnya, tak sempat melihat tangan Rene yang menyusup masuk ke didalam baju kakaknya, sempat meremas sejenak, sebelum saat Rina mobilisasi sikutnya. Rene tersenyum-senyum kala melihat kakak beradik itu melambaikan tangan kepadanya, sebelum saat sepeda motor mereka oleng ulang dan kali ini hampir saja naik ke trotoar. Rene masih sempat mendengar erangan si adik yang memaki panjang lebar sebelum saat sepeda motor itu selanjutnya menghilang di kejauhan. Dua minggu kemudian, di sebuah malam minggu. “Aduhh..”, Rina memegangi perutnya yang merasa nyeri. Otot-otot keningnya menegang. Rina mampu merasakan pegangan tangan Rene di bahunya. “Rina, tahan dong.” Rene berkata panik. “Apotik.. obat.. hhggnn..”

Rina mengerang-erang kesakitan. “Hah? Apotik mana? Obat apa?” “Rena..”, telunjuk Rina mengarah ke area tengah. Rene langsung berlari, mendapati Rena yang sedang tiduran di depan TV. “Ren, kakakmu kumat tuh..”. Rena langsung berlari dan memegangi perut kakaknya yang masih meringis. “Duhh.. mana Papa Mama nggak ada, lagi..” suara suaranya terdengar panik. “Beli.. uang.. di atas meja..” Rina berkata terengah-engah. Rena langsung berlari ke dapur, mengambil segepok duwit yang terdapat di atas meja makan. “Ayo..” Rene mendahului muncul “Bangsat!” Rene melayangkan tinjunya ke rahang keliru seorang anak muda yang berdiri paling dekat dengannya, menyebabkan anak muda itu terjatuh. Orang banyak langsung berkerumun di sekeliling mereka. Teman- teman si anak muda jadi reseh dan ngeloyor pergi sambil membawa teman mereka. Rene tak mengacuhkan pertanyaan orang- orang di sekitarnya, memegangi bahu Rena yang terguncang dan terhubung pintu mobil.

“Kamu sih, muncul duluan. Makanya.. lain kali..” Rene tidak meneruskan omelannya, merasa iba melihat tangis gadis kecil di sebelahnya. Rene menghentikan mobilnya. “Sudah.. jangan nangis lagi. Jelek.”, Rene mengulurkan tangannya memegang pundak Rena, dan menghimpit tubuh gadis kecil itu ke dadanya. Rena menangis sejadi- jadinya, merasakan kecemasan yang terhubung pori-porinya kala tangan- tangan iseng tadi mendadak memegang buah dadanya. Rene melewatkan gadis itu membasahi bajunya, sebelum saat ingatan tentang Rina memaksanya untuk melewatkan pelukannya dan melajukan mobilnya secepat mungkin. Seminggu setelahnya. Rene membelokkan mobilnya bersama gerakan seminimal mungkin, berusaha tidak mengubah posisi kepala Rina yang berada di pangkuannya. “Ahh..” Rene mendesah kala ujung penisnya masuk tambah didalam ke rongga mulut gadisnya. Tangan kirinya menindah perseneling ke gigi dua, melewatkan laju mobil tetap stabil. Rena menghisap penis di mulutnya, nikmati rasa anyir dan asin itu bercampur di lidahnya.

Dikeluarkannya sejenak penis itu berasal dari mulutnya, memandangi dan nikmati air liurnya yang membasahi batang penis di depan matanya. Bibirnya turun dan mencium ujung penis itu dan sesudah itu menelannya ulang ke didalam mulutnya. “Mmmhh..” Rene nikmati gerakan lidah gadisnya yang menyapu kulit batang penisnya bersama gerakan liar. “Yang..keluar nih..” Rene berkata lirih. Rina mengulurkan tangannya ke kotak tissue yang ada di jok belakang, mengambil segenggam tissue, menghisap penis Rene sekuat tenaga, mengeluarkannya berasal dari mulutnya, dan menutup bibir penis itu bersama tissue. “Aarrgghh..” Rene mengerang kala spermanya muncul membasahi tissue yang menutupi ujung penisnya. Rina tersenyum melihat ekspresi kekasihnya.

Rene merasa sakunya bergetar. Diambilnya HP berasal dari sakunya, melewatkan Rina sibuk bersihkan cairan sperma yang tersisa, bersama tissue.. bersama kecupan bibirnya.. bersama lidahnya.. ‘Sial, jangan sekarang.’ Rene menghimpit tombol merah di HP- nya. “Siapa?” “Ah.. anak-anak, pasti deh ngajak jalan.” “Ya udah, kami pulang saja, saya ngerti kok.” Rene tersenyum dan merasakan kancing celananya terpasang kembali.

“Oke.. thanks, love you so much”, Rene mengecup bibir Rina dan merasakan sisa-sisa sperma di ujung bibir gadisnya. “Ada apa?” “Ngga pa-pa.. saya sedih saja..” Rene tertawa kecil, “Hahaha.. ada apa sih?” “Ntar.. ada kakak..” Rena menutup speaker telephone bersama telapak tangannya, menunggu sosok Rina yang bersiul-siul menghilang berasal dari hadapannya. “Halo?” “Iya.. ada apa adik kecil?” “Aku ngga kecil lagi!” Rene tertawa, matanya menatap ke depan, menghindari sebuah sepeda motor yang melaju kencang. “Iya deh, adik besar..” “Ngga rela besar.. tua..” Susah. “Ada apa sih..?” “Ngga pa-pa, ingin aja ngobrol ama kamu..” “Hahahaha.. masih ngga berani keluar?” Rena merasa wajahnya merona, “Iya..” “Besok kujemput pulang sekolah?” “Iya.. eh.. kutunggu loh.. bener ya!” Rene merasakan ketidak sabaran yang umum berasal dari seorang gadis ABG,

tertawa kecil dan berkata, “Oke, tungguin aja.” Rene tertawa melihat tubuh Rena yang tenggelam didalam baju yang kebesaran itu. Rena mengerang berasal dari balik baju, “Jahat. Masa saya disuruh gunakan yang begini..” Rene tertawa lagi. Kali ini lebih keras. Rena ulang masuk ke didalam kamar pas, dan muncul beberapa kala sesudah itu sambil cemberut, mengembalikan baju hip-hop itu ke gantungan, tanpa memperdulikan pandangan Mbak penjaga stan yang mencemooh. Rene mengusap kepala Rena bersama buku jarinya. Membiarkan Rena menggelengkan kepalanya bersama sebal. “Makan yuk.” Rene memperhatikan Rena menyantap paha ayam itu bersama penuh perhatian. ‘Ah, desahnya didalam hati’, ini telah yang ke dua kalinya, tetapi getaran ini.. sejenak Rene terngiang sebuah pepatah Jawa ‘tresno jalaran soko kulino’.. dan bibirnya tersenyum. “Apa liat-liat?” Rena menyerang bertanya. “Ge-er deh.. saya ngeliatin ayammu, kalo ngga abis..” Keduanya tertawa dan menggunakan makanan mereka. Seminggu sesudah kejadian terakhir.. di sedang hujan lebat.. “Mmmhh..” Rena mengeluh lirih, “Rene.. hh..” Rene mengecup bibir gadis kecil itu bersama perlahan, melewatkan gadis itu mengeluh.

“Rena.. saya sayang kamu..” Tangannya menyingkap baju si gadis, memegang buah dada si gadis yang merasa kencang di telapak tangannya. “Ahh..”, Rena memejamkan matanya, merasakan untuk pertama kalinya disentuh oleh seorang lelaki, seorang lelaki yang jadi idolanya sejak kejadian di depan apotik tempo hari. Rene menempelkan bibirnya lebih keras.. menenggelamkan lidahnya ke didalam rongga mulut si gadis kecil.. memaksa lidah si gadis untuk bergerak mengiringinya. “Mmmhh..” Rena mengeluh ulang kala tangan Rene masuk ke didalam bra- nya, memainkan puting buah dadanya, mengangkat lengannya untuk merangkul leher pahlawannya. Rene memainkan puting si gadis bersama gerakan yang lembut, menahan gejolak nafsunya sendiri, menundukkan kepalanya, dan mengecup puting itu bersama perlahan, merasakan lengkungan tulang punggung si gadis sejalan bersama desahannya.

“Rene.. telah dong.. ahh.. hh..” Rene menghentikan hisapannya, melihat mata Rena yang merasa berkaca-kaca, mengembalikan bra si gadis ke posisi semula. Rena melewatkan Rene mengecup bibirnya, nikmati kasih sayangnya yang menggebu, dan memeluk kepala Rene yang tenggelam di dadanya. Kehangatan yang mereka rasakan kala itu menyebabkan kaca mobil mengembun, dan mengingatkan mereka dapat seseorang yang bersama sabar menunggu kehadiran McDonalds pesanannya di rumah tanpa curiga. Dua hari kemudian, di sebuah hotel kelas menengah. “Ahh.. ah.. Rene.. hh..”, Rina mengerang, menggigit bibir bawahnya, merasakan keperihan yang ditimbulkan oleh tekanan penis kekasihnya yang tambah didalam ke kemaluannya. Rene merasakan nafasnya merasa memburu. Ia mengangkat tubuhnya dan melihat batang penisnya yang telah 1/2 tenggelam didalam kemaluan gadisnya, digerak- gerakkannya pinggulnya, menghimpit penisnya lebih dalam, untuk sesudah itu menariknya muncul sehingga mampu mendengar gadisnya mengerang di bawahnya.

“Ahh..” Rene mengeluh penuh kenikmatan. Rina mengulurkan tangannya, merangkul leher Rene, menempelkan bibir kekasihnya ke ujung buah dadanya, mobilisasi pinggulnya untuk nikmati penetrasi kekasihnya, kala rasa perih yang awal mulanya dirasakannya perlahan menghilang, berganti bersama kegelian dan kenikmatan yang luar biasa, yang memaksanya mengeluh dan mengerang didalam nafsu yang membara di benaknya. “Ahh.. Rina.. ah.. hh” Rene merasakan nafsunya yang merasa beranjak ke ubun- ubun. Pinggulnya bergerak tambah cepat, menggesek dan menusuk kemaluan gadisnya. Rina menjerit tertahan, memeluk dan mencakar punggung Rene, merasakan sedikit sakit kala liang vaginanya menelan seluruh batang penis kekasihnya, gesekan- gesekan itu tingkatkan rasa geli dan nikmat di seluruh tubuhnya. “Rene.. ahh.. ahh.. hh..” Rene mencabut muncul penisnya, mengeluarkan spermanya yang berwarna kemerahan di atas permukaan perut gadisnya.

Rina mengulurkan tangannya, menggenggam dan meremas batang penis yang melekat di perutnya, nikmati ciuman kelelahan Rene di bibirnya dan dadanya, dan gunakan tangannya yang bebas untuk menyeka air matanya. Awal minggu kedua, purnama kedua, di didalam mobil. “Trus.. diapain?” Rene tertawa melihat kepolosan gadis kecil ini. “Nih.. digini’in..” “Oke.” Rene mendesah lirih kala jemari Rena memainkan batang penisnya yang menegang. Tangannya terjulur meremas buah dada si gadis yang menggantung kala si gadis ulang membungkuk. Rena nikmati desahan pahlawannya, memperhatikan bersama penuh rasa ingin sadar wujud batang penis didalam genggamannya, ujungnya yang kemerahan, uratnya yang menonjol berasal dari kulitnya.. ‘Ah.. jadi begini wujudnya.’ Rina menggerak- gerakkan tangannya sesuai yang dicontohkan Rene kepadanya, sedikit terhanyut oleh sentuhan-sentuhan Rene pada payudaranya.

“Awww.. ihh..” Rena menarik kepalanya ke belakang kala semburan sperma itu hampir tentang wajahnya. “Ahhkk.. sori.. sori.. maaf..” Rene sempat kikuk sesudah sadar berasal dari buaian kenikmatan ejakulasinya. Menatap mata Rena yang bertanya-tanya, mengambil tissue berasal dari jok belakang, dan menyeka ujung kemaluannya, sedikit geli melihat ceceran sperma yang tentang permukaan tombol klakson mobilnya. “Lengket..”, Rena bergumam sambil memainkan sperma yang terselip di jemarinya. Rene tertawa lirih dan bersihkan jemari gadis kecilnya bersama tissue. “Itu yang namanya sperma..”, Rene hampir terbahak melihat mulut Rena yang meringis dan alisnya yang berkerut. ‘Aku sayang kamu gadis polos..’, ucapnya didalam hati. Rena mengamati Rene bersihkan tangannya, dan melihat penis pahlawannya perlahan mengecil. Tanpa mampu ditahannya, Rena tertawa, “Ihh.. kecil.. sekedar segitu rupanya..”, Rene tersipu dan bergegas membenahi celananya Akhir minggu kedua, purnama kedua. Rena mengeluh panjang lebar. Menunggu di tepian jalan layaknya perek bukanlah jenis pekerjaan yang disenanginya. Dilihatnya matahari yang telah naik tinggi di atas kepalanya. Sial. Dihampirinya box telephone di belakangnya, dan sesudah memasukkan koin seratus terakhirnya, jarinya memencet- mencet no telephone rumahnya.

‘Brengsek’, umpatnya didalam hati mendengar suara penjawab telpon, “Disini rumah keluarga Ta..”, Rena membanting gagang telephone itu, melewatkan beberapa pasang mata pengunjung warung menatap heran ke arahnya. Rena melangkah ke pinggir trotoar dan melambaikan tangannya. “Awas.. yah! Jalan melulu.. lupa mirip adiknya! Kuberitahu Mama dan Papa kalau telah pulang!”, Rena menggeram dan mengomel selama perjalanan. Sopir taksi itu menatapnya geli berasal dari balik kaca spion. Rena melengos dan mengalihkan pandangannya muncul jendela Sementara itu, sepuluh menit sesudah Rena menyetop taksi. “Ahh.. ahh.. ahh.. ahh..” Rene memegang ke dua payudara kekasihnya, menciumi punggung kekasihnya yang putih dan mulus. Pinggulnya bergoyang- goyang ke depan ke belakang bersama irama yang penuh nafsu. Rina mengangkat pinggulnya, merasakan gerakan pinggul Rene yang agresif, nikmati batang penis yang muncul masuk di liang vaginanya. “Ahh.. ah..”, Rene mengerang dan mengeluh penuh kenikmatan, merasakan setiap himpitan liang kemaluan kekasihnya.

Rina merasakan kulit dada kekasihnya melekat di punggungnya, gerakan pinggul Rene tambah cepat, Rene melewatkan pegangannya pada buah dada Rina dan memeluk pinggangnya bersama kencang, merasakan kepalanya yang terangkat dan peluhnya yang mengucur kala menghimpit penisnya lebih didalam dan mempercepat gerakan pinggulnya. “Ahh.. ah.. ah.. ah.. ah..”, Rina mengeluh sejalan irama pergerakan pinggul Rene. Rene melewatkan rangkulannya, melewatkan tubuh kekasihnya jatuh menelungkup di pinggir area tidur, gunakan tangannya menarik muncul penisnya dan menyemburkan spermanya ke permukaan pinggul kekasihnya. “Ahh..”, Rene menyeka peluhnya, menindih tubuh Rina yang tertelungkup, melewatkan penisnya melekat di celah pinggul si gadis, dan menciumi belakang kuping dan leher gadisnya yang kelelahan. “I love you.. honey-bunny..” Rina tertawa lirih. Dan betapa sepasang mata yang berurai air mata itu melihat setiap adegan tanpa berkedip.

CeritaDewasa