Tetangga Sombong Berakhir Puas Di Atas Ranjang Ku

kenangan.xyz – Cerita ini berawal berasal dari kebencian saya pada seorang manager marketing sebuah bank swasta ternama, agar saya mesti lakukan hal-hal yang belum dulu terpikirkan oleh aku ini. sebelum saat menceritakan pengalaman aku ini, perkenankan aku memperkenalkan diri, nama aku Satorman, umur 22 th. tinggi 170cm, bersama berat 56kg. Ya, seperti yang anda hiraukan perawakan saya memanglah dengan tubuh yang sedikit kurus, bersama kulit yang memadai gelap dan rambut yang krebo, seperti halnya perawakan orang NTT. aku telah nyaris 5 tahun meninggalkan kampung halaman saya ke kota ini, kota yang terkenal bersama pendidikannya yang lebih baik. Empat tahun saya menyelesaikan kuliah aku di sebuah kampus yang lumayan populer di kota ini, lebih-lebih se-Indonesia. namun saya tidak merasa bangga menyandang gelar sarjana ini. 1/2 th. sesudah wisuda, saya udah coba melamar kerja di banyak perusahaan di kota ini, dan tidak datang satu pun kabar panggilan. Kecewa dan putus asa tambah menjadi karena 6 bulan sudah saya menunggak pembayaran sewa kamar kost. walaupun tidak begitu mahal, dikarenakan aku memang pilih sarana kost yang tidak mahal meriah, pemilik kostnya pun baik hati, kali saja karna aku telah ngontrak di sini sejak aku menjejakkan kaki di kota ini, makanya sang pemilik kost agak longgar pada pembayaran saya akhir-akhir ini. Keterlambatan ini pun karna ulah aku sendiri yang sedikit sombong sesudah mendapat gelas sarjana, aku telepon ke kampung halaman supaya orang tua tidak perlu mengirimkan duit lagi dikarenakan saya berniat mencari kerja dan hidup lebih berdiri sendiri awalnya mereka menampik gara-gara tidak harap menyulitkan ke dua orang tua aku ulang maka dengan terpaksa aku membohongi mereka bahwa saya telah memperoleh pekerjaan. awalannya saya pikir bersama gelar sarjana yang saya peroleh, aku akan lebih muda memperoleh pekerjaan, nyatanya tidak demikian kali saja gara-gara aku yang belum dulu bekerja, baru kali ini merasakan bagaimana susahnya mencari kerja, supaya saya berjanji antara hati saya apa pun pekerjaan yang akan aku dapati nanti maka bakal saya geluti bersama serius.
Tujuh bulan telah berlalu, meskipun sang pemilik kost tidak menagih, akan tetapi aku terlampau tidak sedap hati. Untungnya suatu pagi hadir berita yang terlalu baik, hp saya bunyi dan bersama senang aku mengangkatnya bertumpu ini adalah panggilan interview. Harapan saya jadi semakin nyata sehabis mendengar nada seorang perempuan yang benar-benar lembut, “Hallo, ini bersama Satorman ya? Satorman ada masukkan lamaran ke perusahaan kami ya? Besok dikehendaki Satorman untuk ada ke perusahaan kami jam 9 pagi, kita akan datang kan interview. mau Satorman hadir pas waktu Selamat pagi. menerima kasih.” Senangnya hati saya mendengar berita ini, bersama dengan riang aku berteriak “Yes!”, setidaknya hadir harapan saya untuk mencabut gelar pengangguran ini. Malamnya pun saya tidak harap ngembun kembali segera aku untuk coba terlelap di kamar kost yang kecil dan sumpek ini, bersender besok aku dapat terbangun lebih pagi dan lebih segar.
Pagi nya bersama dengan busana yang rapi, aku pun langsung berangkat ke perusahaan itu. tepat pukul 8 pagi saya muncul berasal dari kost, Bersandar tidak telat nantinya, kendati aku tahu ini masih amat awal, yah lumrah saja, ini panggilan pertama dan yang terlampau aku tunggu sesaat aku tetap naik angkot, gara-gara perencanaan saya adalah sesudah akan pekerjaan barulah coba kredit motor. tepat di perusahaan yang dimaksud, aku turun dari angkot, memang tak begitu jauh berasal dari fasilitas kost aku Hmm, sebuah bank swasta yang cukup ternama di kota ini. dalam benak saya terbayang, aku yang kenakan pakaian rapi lebih-lebih berdasi duduk di sebuah kursi mewah depan komputer di ruangan ber-AC. Sesampai di depan pintu, segera security yang buka pintu menyambut aku “Selamat hadir pak”. Ya biasalah, bank profesional memanglah semestinya begitu. “Maaf pak, saya ke sini karna hadir panggilan interview” aku memberitahukan kepada security tersebut mengenai maksud kedatanganku. “Oh, silahkan naik ke lantai 2 pak, di sana hadir resepsionis, tanya saja di sana ya pak” jawabnya sambil menunjuk ke arah tangga. “Terima kasih pak” aku tunjukkan kesan yang sopan walaupun terhadap seorang security, dan saya jalan menuju tangga dan menaikinya. tepat di lantai 2, sebelah kanan tangga datang meja resepsionis, saya mencoba melangkah ke sana, dan seorang gadis yang namun duduk di sana langsung berdiri dan menebarkan senyuman, “Ada yang bisa aku bantu pak?” Wow, gumam saya di di dalam hati, senyumnya terlalu manis, kulitnya putih bersama rambut lurus hingga punggung, tingginya kali saja 173cm gara-gara lebih tinggi sedikit berasal dari saya Vera namanya, aku review ID Card yang terjepit di baju nya, gadis yang amat sesuai bersama dengan tipeku, dan terbesit dalam pikiran apabila saya sukses masuk di perusahaan ini, aku akan coba menggaetnya, maklum lah saya yang belum pernah pacaran ini termasuk benar-benar dambakan seorang pendamping hidup. “Saya bakal panggilan interview mbak” jawab saya yang masih terkagum. “Oh iya, silahkan menanti ya pak, nanti aku panggil” kata gadis itu menunjuk ruangan depan yang seperti Ruang tamu. aku pun masuk dan duduk di kursi sofa yang melingkar itu. hadir seorang Laki-laki termasuk yang duduk bersama aku pakaiannya rapi, akan tetapi kulitnya tidak cukup lebih dengan aku meskipun terlihat dia lebih hitam bersama dengan kulit yang tidak terawat, sedangkan dia membuka tubuh yang memuat dan tegap seperti orang yang kerap fitnes. sehingga situasi tidak tegang, saya mencoba menegur orang berikut “Hai, dapat panggilan interview juga?”. “Iya nih, mas termasuk ya?” jawabnya sambil tersenyum dan menjulurkan tangan kanannya bermaksud bersalaman denganku, “Namaku Andi” dia memperkenalkan diri padaku. Tangannya terasa terlalu kasar, “Namaku Satorman, udah lama mas tunggu di sini?” jawabku sambil melayangkan sebuah pertanyaan. “Ga juga lebih cepat datangkan lebih cepat pulang, tuh di ruangan sebelah datang yang sedang diinterview”. Kelihatannya orangnya ramah banget, bersama dengan berbincang sedikit saja kita pun jadi akrab. Sambil menanti kita pun konsisten melanjutkan pembicaraan kami “Mas Andi asal mana?” “Saya asli Bandung, mas sendiri?” “Wah, kebetulan sekali, papa aku terhitung orang Bandung, akan tetapi ibu aku NTT, maklum bapak aku perantau”. Banyak sekali yang kami bicarakan bahkan sampai bertukaran nomer hp. dari penuturan ini lah saya baru mengetahui bahwa cari kerja itu susah Andi menceritakan seluruh kisahnya padaku. Dia udah 3 tahun menyandang gelar sarjana, namun tak satu pun pekerjaan yang layak dia dapatkan. Dia dulu terasa cleaning pelayanan di sebuah restoran, namun dia dipecat cuman karna tidak sengaja memecahkan sebuah gelas minum. setelah itu dia terhitung pernah menjadi tukang bangunan dan kuli angkut di pelabuhan. Ya, tak heran tangannya agak kasar. apalagi dia pernah jadi kurir ganja demi dapat bertahan di dunia yang dia katakan fana ini. Dan sekarang ini, dia semata-mata bantu di kios temannya yang sekedar menjual premium eceran dan melayani tambal ban. Tak menyadari di sela pembicaraan kita Vera sang resepsionis memasuki ruangan dan memanggil Andi untuk segera ke ruangan sebelah. Berpapasan itu terhitung saya lihat seorang pria yang jalan melewati pintu, sepertinya dari dia baru keluar dari ruangan sebelah. Prediksi saya dia adalah orang yang baru diinterview tadi, mukanya nampak sedih dan seperti suram sekali, kemungkinan dia telah dikecewakan bersama dengan hasil interview barusan.
Tanpa Andi, ruangan ini terasa sepi, aku sekedar duduk terdiam dan jadi sedikit tegang. saya mencoba menghibur diri supaya tidak begitu tegang, aku semangati diri saya sendiri dan berbicara dalam hati “Ya, setidaknya yang diinterview pertama sudah kemungkinan gagal, mengisyaratkan aku punya kesempatan jadi besar”. Tiba-tiba Vera masuk keruangan, “Pak Satorman, boleh ke ruangan sebelah untuk interview”. “Oya, menerima kasih” aku kaget didalam lamunan saya dan segera saksikan arloji aku ternyata telah 40 menit saya menunggu tanpa ditemani Andi. saya pun segera bangkit dan nampak dari ruangan, tapi sementara di depan pintu, Andi bersama dengan mimik wajah yang kelihatannya marah, bergumam “Brengsek” sambil jalan menuju tangga. Kelihatannya dia terhitung gagal diinterview, ini tambah bikin saya berbalik pikir, apakah para calon karyawan yang tak kompatibel dengan kriteria perusahaan, atau interview ini yang cukup sulit?
Saya mengupayakan meraih gagang pintu bersama perasaan saya yang benar-benar gugup. aku membuka pintu tersebut “Selaamat pagii” aku coba menyapa orang yang berada di dalam ruangan itu. Apa? datang 2 orang wanita di didalam ruangan itu, kemungkinan mereka yang bakal interview? Jantung saya pun berdebar kencang, ini adalah pertama kali saya mengalami interview kerja. “Silahkan masuk” keliru satu wanita yang duduk berdampingan itu menyapaku bersama senyuman yang menurut saya betul-betul indah. Sambil jalan menuju ke meja bundar media mereka duduk, wanita tersebut menjulur tangannya untuk berjabat tangan denganku, “Susi, Manager HRD” dia masih melayangkan senyumnya yang manis kepada aku “Satorman” balas aku menjabat tangannya. tetapi wanita yang satunya lagi duduk diam saja, mukanya terlihat judes sekali, biarpun facenya lebih cantik dibandingkan wanita yang tadi. “Satorman” aku mencoba berjabat tangan bersama wanita judes tersebut “Viany, manager marketing” jawabnya sambil menjabat tangan aku tetap bersama dengan wajah judes tanpa senyuman. “Silahkan duduk” perintah wanita yang tersenyum tadi. saya pun segera duduk, dan berpikir apabila ke dua wanita ini yang dapat mewawancarai aku kedua wanita ini masih muda, prediksi aku mereka masih berumur 30-an, barangkali tak lebih berasal dari 35 tahun Tubuh mereka pun tidak cukup lebih identik dengan bodi yang masih sexy dan tinggi badan yang identik lebih kurang 165-168cm, mereka memanfaatkan rok yang cukup mini, terlalu menakjubkan dibalik umur mereka yang bukan ulang gadis remaja. Bu Viany cukup cantik, wajahnya mulus terawat, dengan rambut terurai panjang di punggungnya, barangkali kalau di umurnya yang tetap remaja, dia adalah gadis incaran teman-teman pria sekelasnya, hanya benar-benar disayang, pandangannya terlalu sinis, jujur saja saya agak muak menonton type juteknya tersebut sedang Bu Susi, mukanya tidak terlalu cantik, biasa-biasa saja menurut saya tetapi senyumnya telah mengalahkan semuanya dia terlihat amat manis jadinya. dapat aku tebak apabila Bu Susi ini adalah seorang yang periang. apabila mereka berdua digabungkan bisa saja bakal merasa sedikit prima dengan penampilan luar yang cantiknya Bu Viany digabung bersama dengan inner beauty nya Bu Susi.
“Satorman, kamu mengerti hadir lowongan darimana?” bertanya Bu Susi dibarengi senyumannya sesudah membolak-balik surat lamaran aku “Saya cuma mencoba taruh saja bu” jawab aku karna saya telah pasrah mencari kerja agar saya pun memasukkan lamaran kemana saja walaupun tak mengetahui ada info lowongan. “Jadi, kamu tidak mengerti kamu tetapi melamar pembagian apa?” sambung Bu Viany bersama dengan judesnya, dan saya pun terdiam semakin gugup dan tak tenang. “Kami kembali perlu staff marketing, kurang lebih Satorman berminat ga?” sambung Bu Susi sambil tersenyum seolah dia tak mau saya sampai gugup dan kehilangan pembicaraan tiap tiap pertanyaan Bu Viany sangatlah menjatuhkan mental aku dan Bu Susi yang tetap terasa malaikat pendamping yang menolong menenangkan ketegangan aku “Kamu belum berpengalam kerja loh, bagaimana nanti kamu dapat meyakini kerja di sini?” tany si ratu sinis itu, sungguh kesal saya bersama dengan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkannya. “Satorman kan udah sarjana, tentu telah banyak belajar dong di kuliah…” senyuman Bu Susi sangatlah manis, dia selamanya tampak menjadi penolongku. mungkin sebab gugup dan tegang saya jadi tidak konsentrasi dan banyak pertanyaan yang susah saya jawab. apalagi tatapan Bu Viany yang bagai ratu iblis itu, bersama dengan pertanyaan yang bertubi-tubi menjatuhkan mental aku dan mengikis harapan aku untuk di terima bekerja di bank ini. Apa karena efek jabatannya? Di usia 30-an bersama dengan standing seorag manager bahkan bersama penampilan yang menawan, itu yang bikin dia merasa sombong seperti itu. “Sekarang coba anda praktekkan, coba tawarkan ini di depan kami” kata Bu Viany bersama melemparkan spidol ke arah saya tatapannya tidak berpindah persis sekali, tetap sinis. “Gini Satorman, anggap saja Satorman adalah seorang salesamn spidol, dan kami ini calon pembeli santai saja, tak butuh tegang..” sambung Bu Susi si malaikat penebar senyum. bersama dengan perasaan gugup aku mencoba tawarkan spidol itu dan agak sedikit terbata-bata. Dan kelihatannya, Bu Viany terlampau tidak bahagia dengan presentasi saya sedangkan Bu Susi masih tersenyum dan memberi kesempatan kepada aku “Coba Satorman mengulangi sekali kembali berasal dari awal, tak memerlukan tegang, anggap saja kami ini tidak tahu berkenaan spidol tersebut seolah-olah kita tidak memahami sama juga sekali apa itu yang namanya spidol”, belum sempat aku mengawali Bu Viany langsung memotong, “Saya mau anda mempraktekkannya berasal dari luar ruangan, bagaimana kamu ketemu kita anda mesti masuk dan mempromosikannya”. What the hell is it? Gumam saya dalam hati. Kenapa tuh iblis seolah-olah tidak menjunjung aku dia mau say mengemis padanya? tetapi apa boleh bikin saya sangat perlu pekerjaan. berasal dari luar saya mengetuk pintu dan permisi masuk, memperkenalkan diri lantas menjelaskan product yang sedang say promosikan ini. Tak terasa hampir 1 jam aku diwawancarai, dan di akhir interview, Bu Viany hanya bilang “Kalau anda untung nanti kita hubungi lagi” dia tidak harap lihat saya seolah saya tak pantas bekerja di perusahaan ini. “Satorman menunggu kabar berasal dari kita ya paling lama 1 minggu, seandainya tidak kita hubungi menandakan kita belum jodoh ya…” kata Bu Susi memberi sedikit harapan pada saya meskipun aku paham bahwa harapan aku tak sampai 5 prosen aku pun menjabat tangan mereka dan mengucapkan menerima kasih. Setidakny saya sudah mencoba dan saat ini dapat meninggalkan ruangan seolah berkumpulnya si hitam dan si putih.
Sampai di kost, saya langsung mengistirahatkan badan, dan mencoba terlelap supaya apa yang berjalan ini segera aku lupakan. Karna kekesalan di hati ini sangatlah berat, dan barangkali ini juga yang dia Andi dan calon karyawan sebelumnya.
Nada dering lagu area Rindu nya Letto di hapeku mengusik tidurku dan membangunkanku. “Halo, gimana interview tadi?” ternyata telpon berasal dari Andi. aku pun menceritakan seluruh nya dan ternyata nasib kami nyaris identik “Kita ngobrol di warung kopi aja yuk, biar aku yang jemput anda saja” ajak Andi. Karna tidak ada kegiatan aku pun menyetujuinya. Bergegas saya segera mandi dan menunggu jemputan dari Andi. Bunyi klakson pun tak lama terdengar dari luar sarana kost. saya sedikit kaget gara-gara mengira Andi akan menjemput saya dengan sepeda motor, ternyata dia membawa mobil Suzuki APV warna hitam bersama kaca film hitam. Yang menyupir bukan dia, namun seseorang yang sepertinya aku kenal. Andi duduk di bangku ke-2 dan membukakan pintu untukku. Dia segera menyambutku dan memintaku langsung naik ke mobil. aku dan Andi duduk di bangku ke dua, di belakang saya memirsa datang 2 orang dan di depan datang 2 orang mencakup sang supir. Andi pun lantas memperkenalkan saya dengan mereka. Yang dudu, di belakang, mereka adalah Syamsul dan Mamat, mereka berperawakan seperti preman, tangan penuh tatto dan brewokan. aku mulai sedikit risau untuk join didalam group ini. tapi 2 orang di depan sedikit menenangkanku, mereka lebih terlihat rapi dan layaknya orang berpendidikan. Yang duduk di sebelah sang sopir, namanya Tono, bersama memanfaatkan kacamata, dia kelihatan seperti seorang kutu buku. tetapi sang sopir bernama Herman, wajahnya layaknya tidak asing bagi saya kulitnya putih dan terawat layaknya seoarang anak toke yang kaya raya. Baru ku memahami seandainya si Herman ini adalah calon karyawan yang lebih pernah diwawancarai sebelum kami tadi padi. Andi pun menjelaskan semua Syamsul dan Mamat adalah temannya, dan Tono adalah teman si Herman, Andi beroleh nomor hp Herman dikala mereka tunggu di ruangan menunggu di bank sarana kita diinterview, layaknya kita Andi dan Herman pun banyak membagi cerita sambil menanti interview. Herman ternyata memang anak orang kaya, namun dia sebenarnya orang yang independent dan tidak harapkan dukungan orng tua nya didalam bekerja, dia lebin milih mengusahakan sendiri melacak pekerjaan yang setidaknya tidak mengecewakan kedua orang tuanya. sedangkan si Tono ternyata adalah orang yang jorok dan terlalu mesum, selama perjalanan dia tetap membahas masalah bokep, dan aku sebetulnya sedikit risih. “Jadi, kami ingin ke mana nih?” bertanya aku kepada Andi. “Kita ingin pergi bersenang-senang, turut aja, pasti ga nyesal deh” jawab Andi yang sepertinya dia memiliki sebuah idea yang cemerlang. dalam perjalanan Andi pun memceritakan segalanya ternyata mereka merencanakn suatu hal perihal yang buruk mereka bakal balas dendam karena perihal sepele hasil dari interview tadi pagi. “Loh, seandainya kami memanglah tak masuk kualifikasi, ya apa boleh membuat Lagian mereka kan terhitung lakukan tugas mereka? Bu Susi pun sepertinya amat terbuka dengan saya” saya mencoba menenangkan mereka, dikarenakan saya takut mereka membunuh ke dua wanita itu, apalagi Andi mempunyai kedua temannya, Syamsul dan Mamat yang berlatarbelakang berprofesi sebagai preman di pasar. kami pun memasuki komplek perumahan elit, kondisinya benar-benar sepi, mungkin sebab yang tinggal di sini adalah beberapa orang kaya yang s3lalu repot dengan usaha mereka. saya mencoba melihat sekeliling, layaknya tidak adanya tanda-tanda kehidupan, kalaupun hadir dapat saja mereka sudah membebaskan capek di kamar. Samapi di ujung komplek, mobil kita berhenti saat di depan rumah bernomor 18CC. Andi langsung turun dan membunyikan bel yang ada di samping pagar. Tak lama saya saksikan seorang wanita membuka pagar pintu, dan betapa kagetnya saya saksikan bahwa pwanita itu adalah Bu Viany. Andi bersama cepat segera menodongkan pisau lipat yang udah dia siapkan dalam saku celananya. Bu Viany nampak sangat pucat, Andi segera berikan aba-aba menyuruh kita masuk. Hermanpun memasukkan mobil sampai ke didalam garasi yang namun terbuka. saya melihat Tono yang segera bergegas turun seperti orang yang kehilangan kesabaran, dengan mem awa sebuah tas jinjing dia pun berlari segera ke arah Andi dan Bu Viany. saya sangat kuatir sekali dengan seluruh ini, dan aku bepikir, apa yang sudah aku kerjakan Kenapa dapat hingga turut gerombolan ini. “Kamu jangan diam saja, cepat tutup tuh pagar!” perintah Herman yang sontak mengagetkan saya bersama dengan reflek cepat seera aku langsung pergi menutup pagar pintu depan tempat tinggal saat itu termasuk saya melihat mereka seluruh udah menggotong bersama paksa tubuh Bu Viany ke di dalam tempat tinggal bersama langsung aku berlari ke arah mereka, Bu Viany yang tadi pagi nampak sombong, kini tak berkutik, dia sebatas bisa terdiam dikarenakan was-was dengan pisau yang dibawa Andi. “Cepat bawa ke kamar, dan kuncir dia!” perintah Andi. Rumahnya cukup besar, Ruang tamu nya tampak mewah sekali, dengan sofa yang elit dan tv LCD yang besar, kemungkinan ukuran 52 inchi bersama dengan sound system yang lengkap. “Jangan bengong aja, ayo bersenang-senang” ajak Andi menarik tanganku menuju sebuah kamar. sehabis mengikat Bu Viany, Syamsul dan Mamat segera keluzr dari kamar dan berkata kepada Andi, “Kami gasak hartanya dulu boss, biar tuh perek boss yang kerjai aja dulu selamat bersenang-senang”. Bu Viany yang diikat layaknya huruf Y terbalik di atas fasilitas tidur merasa memelas, “Ampun, biarkan saya pergi, kalian boleh ambil harta aku tetapi jangan apa-apa kan saya” Bu Viany pun jadi meneteskan air mata. “Saya tak membutuhkan hartamu!” teriak Herman mendekati Bu Viany dan menamparnya. Bu Viany tambah tambah keras menangis dan menghendaki ampun, “Akuu mo mohon maa af kan ak akuu…” dengan kuat Herman menarik pakaian yang dikenakan Bu Viany sampai terkoyak dan payudara berbalut bra hitamnya menyembul keluar “Maaf? Itu ga cukup beib… Kau telah mempermalukanku, dan aku pun akan mempermalukanmu..” kata Herman diikuti senyuman yang benar-benar menakutkan. aku cuman terdiam, walaupun sedikit terangsang, tapi saya coba menahan saya ke sudut ruangan dan duduk di kursi yang tersedia “Santai saja pernah lihat dulu dengan permainan kami” kata Andi kepadaku sambil melemparkan sebungkus rokok Marlboro dan sebuah pemantik apinya. saya menyalakan rokok dan coba menenangkan diri dan saksikan aksi mereka.