Bercumbu Dengan Gadis Lesbian Yang Sedang Horny

Bercumbu Dengan Gadis Lesbian Yang Sedang Horny

Bercumbu Dengan Gadis Lesbian Yang Sedang Horny
Bercumbu Dengan Gadis Lesbian Yang Sedang Horny

kenangan.xyz – Bercumbu Dengan Gadis Lesbian Yang Sedang Horny, Nama saya sebut saja Ivon, aku tinggal dan bekerja di London, Inggris, di bagian administrasi sebuah perusahaan trading. saat itu, saya berusia 28 tahun tinggi/berat 164 cm/41 kg, dan bentuk badan saya biasa saja, cenderung agak langsing dan tidak bertonjolan di dada dan pinggul.

Saya ingat, malam itu aku namun berada di kantor untuk menyelesaikan sisa-sisa kerjaan. Sebentar ulang bakal libur musim panas selama kurang lebih 2 minggu, jadi aku tidak pengen liburan saya terganggu oleh pikiran berkenaan kerjaan yang belum kelar. beberapa yang berpamitan dan mengucapkan happy holidays semata-mata saya jawab dengan senyum manis dan jawaban pendek “You too!” di sela-sela aktivitas aku menghadap ke layar monitor.
Semua terjadi begitu saja, hingga selanjutnya di kantor kecil itu cuman hadir saya sebagian penjaga malam, dan si pemilik kantor, sebut saja namanya Pak Smith. Agak lama lantas saya mendengar ribut-ribut di lantai bawah, nada orang membentak, nada kegaduhan dan banyak lagi.
Saya merasa agak kuatir dan mengintip berasal dari jendela ke arah jalanan di bawah sana. kelihatan sebuah mobil mewah berwarna hitam sedang terparkir di depan kantor. Celaka! Pikir saya Itu pasti segerombolan preman kasar pegawai perusahaan Italia yang menagih duit keamanan. benar-benar menjengkelkan sekali, sebab penyebab ketidakamanan itu adalah mereka sendiri. tapi bila kantor-kantor kecil seperti kantor aku ini telat membayar tagihan, mereka akan melakukan hal-hal yang diluar perikemanusiaan.

Saya memberanikan diri menuruni tangga untuk mengintip apa yang berjalan di area bawah. saya memirsa boss aku Pak Smith sedang menghitung sejumlah duit bersama tangan gemetar. Di hadapannya, nampak dua orang pria bertubuh tinggi besar. Yang satu berkulit hitam legam dan berkepala gundul, sesaat yang satunya kembali berwajah ganteng khas Italia, sedang tampangnya juga kelihatan seram ketika itu, dengan memasukkan tangan ke kantong, yang mungkin saja hadir pistolnya. tetapi hadir seseorang ulang berbarengan dua orang centeng itu.
Seorang wanita berkebangsaan Asia yang kurus tinggi berpakaian mahal. sebetulnya ia cantik di balik kaca mata biru yang dipakainya, namun gayanya berdiri di depan Pak Smith sambil berkacak pinggang itu benar-benar menyebalkan dan menakutkan.
“Ivon! Tolong ambilkan dua puluh pound dari ruanganmu!” tiba-tiba Pak Smith memekik karena duit yang wajib dibayarnya agak kurang.
Dengan tergopoh-gopoh saya berlari ke kantor saya mengambil dua puluh pound berasal dari laci, lantas berlari ulang menuruni tangga.

“Berikan segera antara mereka!” ujar Pak Smith yang masih berdiri dengan gemetaran.
Saya menyodorkan dua lembar sepuluh pound itu ke arah mereka, dan si wanita Asia segera menyambarnya dari tangan saya.
Entah kenapa, tetapi wanita itu tidak segera mengalihkan pandangannya, ia menatap saya berasal dari balik kaca mata birunya. bisa saja dikarenakan kurang suka ia membebaskan kacamatanya, dan konsisten menatap aku Sepasang mata paling mengerikan dan paling tajam yang dulu aku lihat sepanjang hidup aku aku hanya diam terpaku sambil melangkah mundur perlahan.

“Jangan mundur!” bentak wanita itu bersama dialek British yang kental.
Ia selanjutnya mendekatkan wajahnya ke wajah saya membuat saya menundukkan pandangan sebab gemetar.
“Lihat ke arah saya!” bentaknya lagi masih bersama bahasa Inggris beraksen British yang terlalu kental.
Saya memirsa ke arah matanya, dan sepasang mata itu tidak lagi setajam tadi.
Ia menunjuk name-tag di dada aku dan bicara “Ivon. Hmm, Indonesian name, isn’t it?” tanyanya kembali bersama suara datar.
“Y-Yes, It is.” jawab aku agak terbata-bata, khawatir kalau-kalau ia menyakiti saya.

Pak Smith termasuk tak kuasa Mengerjakan apa-apa untuk menolong aku sebab dua orang preman tinggi besar itu memperhatikannya terus.
“Kalau gitu, disc. sepuluh pound deh!” ujar wanita Asia itu, benar-benar dengan bhs Indonesia yang fasih dan lancar.
Ia menyodorkan antara aku lembaran sepuluh pound yang tadi saya memberi padanya, bersama agak gemetar aku menerimanya.

Wanita itu tersenyum dingin, dan berbicara lirih, “Maaf Ivon, aku hanya melaksanakan tugas, demi keselamatanku sendiri.”
Lalu ia berpaling ke arah dua rekannya sambil memberi kode mengajak pergi. Pak Smith dan aku semata-mata diam terpaku melihat ketiga manusia sangar itu meninggalkan ruangan dan membanting pintu bersama keras. Sejenak sebelum saat menutup pintu, si wanita sempat melirik ke arah saya dan mengerdipkan mata kanannya, seolah membuktikan satu sinyal yang aku tidak pernah mengerti.
Setelah malam yang menegangkan itu usai, liburan tiba, dan semua nya jalan biasa-biasa saja. aku pergi ke Paris bersama keluarga saya sepanjang seminggu, lalu lagi ke London untuk menghabiskan sisa liburan di sini. Rasanya, saya telah lupa akan kejadian dengan para debt collector seminggu di awalnya tetapi apa yang terjadi siang ini seperti membuat aku tidak dapat saja mengabaikan perihal malam itu.
Saat itu saya sedangkan menemani tante dan om aku dari Indonesia berkunjung ke museum Madame Tussaud. Usai melihat-lihat patung lilin di museum itu, tante dan om aku naik kereta kembali ke hotel mereka, sesaat saya masih berjalan-jalan di Bakerstreet (tempat museum tadi berada), sebab banyak teman asal Indoneisa yang menginap di apartemen-apartemen sekitar situ.
Waktu aku sedang berjalan cepat di trotoar, aku jadi datang yang jalan di sebelah kiri saya dengan kecepatan yang sama juga saya tidak terlalu memperdulikan, dan mempercepat berjalan saya tetapi ia terhitung mempercepat jalannya sampai terus sejajar dengan saya.

Tiba-tiba ia mencolek bahu aku “Hi Ivon, lupa persis aku ya?” sapanya bersama bahasa Indonesia.
Saya menengok ke arahnya dan kaget setengah mati. Wanita Asia yang kerja untuk Mafia itu! aku sempat bermaksud kabur, sedang ia memegangi lengan saya.

“Hey, jangan kabur dong!” ujarnya ramah, meski mengenggam kuat lengan saya.
Akhirnya saya pasrah saja diajaknya minum di sebuah kafe tepi jalan.
Saya waswas lihat ke kiri kanan, kalau-kalau dia ditemani dua orang centengnya tempo hari. tetapi ia nampak tenang saja sambil tertawa-tawa menyebutkan bahwa dia tetapi diluar jam kerja.
Singkat cerita, kami mengobrol panjang lebar di kafe itu. Lambat laun, rasa risau saya merasa hilang, berganti lantas rasa persahabatan. Maklum, di negeri orang, siapa saja yang sebangsa dengan kami akan merasa teman baik yang amat baik, siapapun dia.
Namanya, sebut saja Jenny. Ia menceritakan peristiwa kedatangannya ke Inggris untuk menyelesaikan S2-nya, termasuk mengenai keterlibatannya dengan para Mafia itu, yang disebabkan gara-gara ia sedang kesusahan ekonomi. Ia memiliki rencana untuk menyatukan uang pernah sebelum akan meninggalkan Inggris. Ia bercita-cita untuk pulang ke Indonesia, dan bekerja manfaatkan gelar MBA-nya selama beberapa th. lalu buka usaha sendiri berbekal pengalaman dan manajemen Italia yang dipelajarinya di lingkungan Mafia ini. aku bersimpati padanya, sekaligus mengagumi keberaniannya menceburkan diri ke lingkaran yang begitu ‘hitam’ dan berbahaya itu.

“Kamu nggak milik boyfriend kan?” tebak Jenny di sela obrolan.
“Kok kamu tahu?” bertanya saya balik.
“Old Fashioned dan pendiam, seandainya nggak dijodohin mana kali saja akan pacar?” katanya sambil tertawa kecil.
Saya tersipu malu, memahami bahwa ‘tongkrongan’ aku memanglah terkesan tertutup, saya juga pendiam dan tidak banyak berkata Beda bersama Jenny yang tampaknya ceplas-ceplos dan tidak kenal cemas atau malu. Dia dapat berkelakar di dalam bahasa Indonesia maupun Inggris bersama sangat lancar, lebih-lebih bersama para waiter di kafe itu, yang baru saja dikenalnya. Diam-diam, aku bersyukur dapat berteman bersama dengan seorang ‘putri mafia’ (nama ejekan aku untuknya) seperti dia ini.
Tanpa jadi hari terasa malam, dan Jenny mengajak aku meninggalkan kafe. gara-gara apartemen saya agak jauh, ia merekomendasikan saya untuk tinggal di apartemennya. saya menurut saja karena telah terlanjur yakin Ia mengajak saya berjalan kaki melewati jalan-jalan yang aku belum dulu lewati, daerah-daerah lampu merah, tempat kumuh, dan daerah pusat hiburan malam. memang segi lain dari London yang tidak dulu aku memirsa meski saya udah menetap disini selama 3 tahun.

“Nggak usah cemas Von.” katanya sambil melangkah cepat, “Kita safe di area sini.”
Saya mengusahakan untuk masih tenang, meski di kiri kanan saya melihat pria-pria bertubuh besar sedangkan mabuk atau teler sebab narkoba. Wanita-wanita jalang terhitung terlihat berkeliaran di area yang aku tidak sadar namanya itu. tetapi Jenny jalan bersama cuek, sambil sesekali menyapa orang di kira-kira situ bersama dengan akrab. aku sempat heran, orang macam apa sebetulnya kawan saya ini.
Akhirnya kami sampai di apartemennya. Sebuah apartemen yang dari luar terlihat kumuh dan buruk sedangkan begitu saya masuk ke kamarnya, semuanya terasa berlainan Meski tidak besar, ruangannya tertata rapih dan dipenuhi perabotan kelas menengah, penghangat listrik, seperangkat laptop, juga ponsel (yang antara th. itu belum begitu populer). Satu perihal yang membuat saya bergidik adalah sepucuk pistol kecil berwarna perak tergeletak di samping ponselnya.
Ia mempersilakan saya duduk di ranjang, lantas membuatkan saya segelas teh hangat. Darjeeling tea, teh yang tergolong mahal. ketika saya tanya mengenai teh itu, Jenny menjawab bahwa teh itu diambilnya berasal dari sebuah hotel kecil media ia menagih hutang. Tanpa rasa risih, Jenny menanggalkan celana panjang dan raincoat-nya. Sambil cuman memakai kaos oblong dan celana dalam ia mondar mandir di situ. membilas muka sikat gigi, dan menyisir rambut, seolah-olah sudah terlalu akrab bersama dengan aku Diam-diam aku iri saksikan tubuhnya yang ramping dan cukup jangkung untuk ukuran Indo, benar-benar menarik. saya kira tidak akan ada pria ataupun wanita yang tidak mencuri pandang ke arahnya ketika berada di sarana umum.

“Ngeliatin apa, Von?” tanyanya membuat aku tersipu.
“Ngeliatin badan kamu.” jawab aku coba untuk tidak malu, “Bagus banget.”
“Hihihi.” ia tertawa kecil, “Kamu juga sexy kok.”
Terus terang, saya kege-eran terhitung mendengar pujiannya. bahkan sesudah ia menyebutkan itu, ia menatap aku dalam-dalam sambil menyunggingkan senyum aneh.
Ia lantas melangkah mendekati aku aku terpaku di bibir ranjang sambil memegangi cangkir teh yang telah kosong, seolah tidak tahu harus berbuat apa. bersama dengan takut aku melirik ke arah buffet fasilitas pistolnya berada, dan terasa agak tenang gara-gara pistol itu tetap hadir di situ. Tiba-tiba dia telah hadir di hadapan saya.

“Mana gelasnya?” bisiknya sambil beroleh cangkir dari tangan aku dan meletakkannya di karpet.
“Kamu manis sekali, Von.” bisiknya kembali sambil melepaskan kacamata saya yang minus tujuh.
Lalu ia naik ke ranjang dan memeluk saya dari belakang.

Mula-mula saya gemetar dan takut mengingat bahwa Jenny adalah seorang anggota mafia, ditambah juga perasaan rikuh sebab dipeluk sesama wanita. aku coba untuk berontak secara halus.
Namun ia masih memeluk pinggang saya dan berbisik di kuping kiri, “Jangan kuatir Von. menikmati saja.”
Saya sekedar dapat diam dan coba menikmati.
Ia lalu buka satu persatu kancing baju saya yang terdapat di proporsi belakang, sampai punggung saya memanglah terbuka di hadapannya. bersama lembut juga ia membebaskan kaitan BH di punggung saya lalu terasa tangannya yang halus memijat dan mengelus punggung saya Hangat dan lembut.

“Punggung kamu halus sekali, Von.” bisiknya, “Pasti anda rawat bersama dengan baik, ya? Hmm?”
Ia lalu membelai rambut saya yang lurus dan panjang sebahu, disibakkannya ke samping, selanjutnya lagi-lagi ia memuji saya “Tengkuk anda bagus, saya terangsang banget ngeliatnya, boleh saya cium?”
Tanpa menanti jawaban aku ia segera menciumi leher dan tengkuk saya aku memejamkan mata merasakan kehangatan itu. Kehangatan yang belum pernah saya rasakan sepanjang hidup, sebab aku belum dulu sama sekali berpacaran.
Ciumannya menjalar kemana-mana, ke dagu aku rahang, telinga, aahh rasanya geli sekali, sedangkan membuat aku lantas lupa daratan, dan menyerahkan diri padanya. Tangannya mulai meraba-raba ke balik baju aku mengelus-elus perut saya sambil mulutnya terus membisikkan kata-kata indah memuji keindahan tubuh saya Kata-katanya bikin perasaan saya lantas PD (percaya diri), sebab selama ini saya minder bersama tubuh aku yang kurus.
Lidahnya menjilat-jilat punggung aku tengkuk aku dan bahu aku Kulit aku mulai merinding dan badan saya menggelinjang kecil. hal itu bikin Jenny tambah bersemangat. Ia melucuti baju dan BH aku hingga tubuh jatah atas aku benar-benar telanjang. Ia menyuruh saya berdiri dan mencegah dari berasal dari ranjang. saya menurut saja, meski mulai agak gila.
Di bawah sinar lampu yang terang benderang, saya berdiri 1/2 telanjang di hadapan seorang wanita yang baru saja saya kenal tadi siang. Wanita mafia pula! namun entah kenapa, saya nikmati permainannya, saya nikmati tatapannya yang lekat ke sekujur tubuh aku Bola matanya terlihat tajam menatap dua buah dada saya mestinya aku menjadi malu, tetapi aku malah menegakkan tubuh, membusungkan dada, sampai Jenny bebas menikmati keindahan dua susu saya yang berwarna lebih terang dibandingkan tubuh saya yang sawomatang, lengkap bersama dengan dua putingnya yang coklat tua.
Jenny terbaring miring di ranjangnya dengan pose yang benar-benar merangsang. Garis pinggulnya tampak begitu indah, pahanya yang mulus dan putih bersih begitu panjang dan menggoda. Kaosnya oblongnya agak tersingkap ke atas, buat perutnya yang indah mengintip nakal. Celana dalam yang dipakainya pun hitam transparan memperlihatkan rambut-rambut halus di selangkangannya. Matanya meredup dan bibir basahnya berbisik agar aku kembali naik ke ranjang.

“Kamu cantik sekali Von.” bisiknya kembali dikala saya menelentangkan diri di ranjang.
“Kamu termasuk Jen.” saya sudah terasa berani menjawab.
Ia lantas mendekatkan wajahnya, lalu mulut-mulut kami berciuman bersama dengan mesra. disaat itulah saya pertama kali berciuman, merasakan lidahnya masuk ke mulut aku menjilat dan menghisap-hisap bibir bawah saya mm, nyaman sekali.

Bibirnya selanjutnya membiarkan bibir saya dan beranjak menuruni rahang dan leher aku Lidahnya yang hangat berputar-putar di pangkal susu aku bikin saya kegelian. Tangan saya membelai-belai rambutnya yang lurus dan pendek seleher.
Entah kenapa, namun aku merasakan perihal yang tidak sama saya mulai dikagumi, diperhatikan, dan dicintai. Sebuah perasaan yang tidak dulu aku dapatkan berasal dari barang siapa jika orang tua aku namun kali ini rasanya benar-benar lain.

“Von, susu kamu indah sekali.” bisiknya dengan nada setengah merintih.
“Ciumin dong Jen.” pinta saya tidak sabar.
“Haa, anda sudah ingin ya?” godanya.
“Kok tau sih?” jawab aku lagi menggoda.
“Pentil anda sudah tegang gini.” jawabnya cuek sambil menatap ke dua puting susu saya.
Saya mengangkat kepala untuk lihat ke susu aku dan benar, kedua puting ini tampak berdiri meruncing. saya tersipu malu. sedang Jenny segera menangkap puting susu saya bersama dengan mulutnya.
“Engghh..” aku langsung mengerang sambil menggelinjang kala puting susu saya dihisapnya.
Saya mendongakkan kepala, merem melek dan mengerang-ngerang. Aduhh, puting susu aku rasanya begitu nikmat. aku tidak menyadari apa yang Jenny melaksanakan sedangkan ke dua puting aku tidak henti merasakan belaian lembut dan hisapan-hisapan halus. Rasa nikmatnya mengalir ke seluruh badan hingga rasanya seperti lemas dan pasrah padanya. Ohh, benar-benar mabuk kepayang. Betapa tidak, rasanya nikmaat sekali. (Mengetikkan cerita ini saja bikin dua puting susu aku terangsang ulang mengingat rasanya).
Entah berapa lama Jenny memainkan susu aku akan tetapi rasanya layaknya bertahun-tahun terjerat dalam rasa nikmat. Sampai-sampai vagina aku mulai gatal dan mengeluarkan cairannya. Padahal sebatas susu saya saja yang dimainkannya. Aduhh, Jenny memanglah mengerti bagaimana menaklukkan seorang wanita innocent seperti aku ini. Ia tetap mengulum, menjilat, dan menghisap, dan entah ngapain lagi di ke-2 puting saya ini, yang mengetahui aku begitu menikmatinya. sampai saya mencengkeram tengkuknya sehingga mulutnya tidak lari berasal dari puting saya Mata saya ‘kiar-kier’ mencegah nikmat, mulut saya tetap mengerang-ngerang keenakan.
“Uhh, Ohh.. Ahh.. Jennyy.. Aduhh.. enaknyaa.. Ohh..”
Jenny layaknya tidak perduli, ia terus saja buat ke dua puting ini merasakan rangsangan luar biasa. Badan aku menggelinjang-gelinjang hebat, punggung saya terangkat-angkat dari ranjang sebab tidak kuat mencegah enaknya permainan ini. Tiba-tiba Jenny berhenti. saya terengah-engah lemas, dua susu aku merasa menyesak dan berat.
“Von.. Oi, membuka mata kamu Von..!” ujar Jenny sambil tetap memilin-milin puting saya.
Saya membuka mata dan sulit payah mengangkat kepala melihat ke arah dada saya Astaga! Puting-puting aku yang selama ini coklat tua, kini lantas berwarna merah daging, dan begitu besar. Tidak pernah saya memirsa puting saya sendiri berdiri begitu tingginya. Dua susu saya pun jadi agak membengkak.

“Ohh, Jenny.. anda apain susuku..?” desah saya naif.
“Belum pernah ya?” bisiknya menggoda, “Tapi enak kan?”
Saya mengangguk lemah sambil mengusahakan tersenyum. Tangan saya meraih susunya berasal dari balik kaos, namun ia menepiskannya.
“Eits, ingin balas dendam ya? Nggak boleh!” godanya nakal.
God, saya terasa jatuh cinta padanya, antara kenakalannya, pada kedewasaannya.
Tanpa banyak bicara Jenny selanjutnya melucuti celana dan celana dalam aku sudah tidak ada lagi rasa cemas malu, atau risih di hadapannya, jadi saya mulai tidak sabar menanti permainan selanjutnya Dilemparkannya celana panjang aku jauh-jauh. lantas ia menciumi paha saya.

“Wow, paha anda halus banget! aku lantas iri!” ujarnya sambil menciumi.
Saya agak malu, karena paha dan kakinya jelas-jelas lebih panjang dan lebih indah.
“Kangkangin dong, aku pengen menonton lebih jauh!” katanya lagi.
Saya mengangkangkan paha saya lebar-lebar, membiarkannya melihat jelas-jelas kemaluan saya aku agak heran melihatnya menggeleng-gelengkan wajah cantiknya sambil menatap kemaluan saya.

“Kenapa, Jen?” bertanya saya ragu.
“Aghh..” saya terhenyak sedikit ketika ia mencolek kemaluan saya.
“Lihat nih!” Jenny memberikan jarinya yang dibasahi oleh lendir kental bening, banyak sekali, “Kamu sudah terangsang banget ya, Von?”
“Gimana nggak terangsang?” bertanya aku balik, “Abis anda gituin sih.”
Jenny tersenyum sekilas, lantas membenamkan wajahnya di selangkangan aku Dan dikala itulah aku merasakan hal terindah di dalam hidup saya.
“Ngghh.. Jennyy..” saya memekik keras mengatakan namanya disaat Jenny mulai menjalankan lidah dan bibirnya di kemaluan saya.
Ohh, saya tidak tahu apa yang dilakukannya di bawah sana, tapi rasanya sungguh nikmat. aku terhentak-hentak merasakannya, wajah saya meringis keenakan, menggeliat-geliat untuk menghambat rasa nikmat yang luar biasa ini. saya layaknya bingung, mengupayakan mendapatkan dan mencengkeram apa-pun yang akan saya capai sprei, bantal, tiang ranjang, apapun sesaat mulut Jenny di bawah sana mengeluarkan bunyi berkecipak.
Kemaluan saya merasa seperti digosok keras-keras oleh benda lunak dan lembab, enak sekali. Tiap gesekannya jadi nyetrum ke seluruh badan ini. Kepala saya terangkat-angkat berasal dari ranjang, paha aku menghimpit kepala Jenny. Tiak lama sesudah itu Jenny memasukkan jarinya ke lubang kemaluan saya Uhh, antara dikala yang sama aku raih klimaks kenikmatan.

“Aduhh Jennyy.. Oughh..” serasa hadir yang menyembur terlihat berasal dari kemaluan saya begitu deras dan nikmat.
Saya sampai meremas sendiri dua susu saya untuk menambah kenikmatan, hingga semua nya prima selanjutnya aku menjadi lemas sekali. Terkulai dan terengah-engah kelelahan. saya memejamkan mata, menikmati sisa-sisa orgasme pertama yang saya rasakan. menjadi Jenny meninggalkan ranjang, mengecup kening saya selanjutnya aku tertidur di sedang kenikmatan maha dahsyat ini.
Pagi seterusnya saya baru terbangun dari tidur panjang saya yang begitu nikmat. Badan menjadi segar dan nyaman, meski ke-2 kaki aku jadi agak pegal. aku bangkit duduk, dan cepat-cepat menarik selimut untuk menutupi badan telanjang saya Betapa tidak, di ruangan itu, Jenny tidak sendiri berbarengan saya Wanita itu tampak namun berbicara bersama dengan seorang pria berwajah Italia. Bukan tidak benar satu dari centengnya tempo hari tapi seorang pemuda ganteng berkaca mata, dengan dandanan yang rapih.

“Wah, pacarmu sudah bangun rupanya.” ujar si pria Italia ketika saksikan aku terjaga.
“Ya, dan itu mengisyaratkan waktumu untuk pergi.” jawab Jenny bersama dialek British yang benar-benar sempurna.
“Oke, saya pergi.” jawab pria Italia itu sambil tersenyum.
“Hey, suatu dikala aku pengen bertukar sarana denganmu!” seru pria itu sambil menatap ke arah aku dengan senyuman ramah.
“Kalau aku ingin nanti malam terhitung bisa!” canda Jenny sambil menepuk bahu pria itu, mengantarkannya nampak kamar.
Aku agak tertegun setengah marah mengenali Jenny membiarkan orang lain masuk ruangan saat aku tetap tertidur dalam kondisi telanjang bulat. namun aku layaknya tidak tega mengungkap perasaan itu. aku saksikan Jenny membawa nampan berisi sarapan pagi ke dekat ranjang dan mempersilakanku makan. aku menurut saja, sebab memang permainan semalam membuatku kelaparan pagi ini. Jenny berdiri berharap di dinding sambil melihatku makan.
Pagi itu ia tampak fresh dan cantik. Rambutnya yang pendek seleher diikat ke belakang hingga tengkuknya yang jenjang kelihatan begitu indah. Ia memakai kaos T-Shirt hijau tua dan celana pendek putih, mempertunjukkan kaki-kakinya yang bagus itu. Ia melihatku makan dengan tatapan senang Sejujurnya, aku terlalu terharu dengan sikap manisnya padaku.

“Von..” ujarnya lirih.
“Kenapa, Jen?”
“Maaf ya, semalam aku tidak cukup ajar persis kamu.” sambungnya, “Maaf terhitung soalnya saya biarin temanku tadi masuk.”
“Nggak apa-apa Jen.” jawab aku mengupayakan maklum, “Semalam itu.. indah sekali.”
Jenny tersenyum. Senyum yang ramah, hangat, dan bersahabat. namun hanya itu. Senyuman seorang sahabat bukannya senyuman mesra seorang kekasih. menonton senyumnya, aku merasa agak patah hati juga dikarenakan telah jadi jatuh cinta kepadanya. aku terdiam, dan tanpa tahu air mata mengalir di pipi saya.

“Aku tahu apa yang hadir di hati kamu Von.” ujar Jenny membaca situasi.
“Tapi saya juga ngerti, kamu nggak mungkin dapat hidup bareng aku.” lanjutnya lagi.
Ia selanjutnya melangkah menghampiri aku dan mengangkat nampan sarapan pagi berasal dari pangkuan aku sesudah letakkan nampan itu di meja, ia kembali naik ke ranjang di sisi saya.
“Aku sayang identik kamu kok!” ujarnya sambil mengecup kening aku “Itu sebabnya saya nggak ingin kamu terlibat jauh di hidupku.”
Saya memeluknya erat-erat, tanpa paham perlu berkata apa antara seorang yang baru saja ‘memerawani’ saya ini.
“Kamu ngerti maksudku kan?” tanyanya lagi dengan penuh harap.
Semula aku terasa sedih. aku benar-benar pengen melupakan hidup saya bersamanya tetap Tidak pernah hadir orang yang buat aku jadi begitu safe tenang, nyaman, dan buat saya menjadi begitu dicintai dan dikagumi. semata-mata dia, Jenny, yang membuktikan seluruhnya antara aku sedang aku menonton sekeliling, lemari pakaiannya kebetulan terbuka, perlihatkan gaun-gaunnya yang mahal dan berwarna warni, sederet sepatu yang jadi idaman tiap wanita, laptop dan ponsel yang tunjukkan tingkat kemapanan hidupnya, lalu ah.. pistol keperakan itu.
Bagaimana saya dapat hidup damai dan bermesraan bersama seorang yang berkeliaran di lorong-lorong gelap London bersama menenteng pistol kemana-mana? Yang bergaul bersama preman-preman dan penjahat? Yang bersama dengan entengnya mengobrak-abrik kantor atau toko seseorang gara-gara telat membayar tagihan? semua nya berkecamuk dalam otak saya.
Namun, hey. Ivon sekarang udah dewasa! Pikir aku saat ini aku lebih yakin diri, dan mengetahui bahwa hidup ini indah dan tidak menakutkan. bisa saja saya bisa setegar Jenny, atau lebih dari dia? bisa saja terhitung saya bakal mendapatkan peluang lain yang buat hidup aku lebih berarti daripada cuman karyawan admin di sebuah perusahaan kecil? Rasa cinta dan terpesona bercampur bersama dengan haru dan terimakasih berkecamuk di dada aku tetapi saya terhitung mengetahui seandainya saya wajib melanjutkan kehidupan aku tanpa Jenny.
“Hey, cool dong!” hiburnya, “Kita dapat ketemu lagi kapan-kapan andaikata anda harap ketika liburan kayak gini kan bisa juga?”
Saya coba tersenyum nakal. Ia membalas senyuman saya bersama dengan nakal termasuk Iseng-iseng saya meraih dan meremas susunya yang kanan, sambil menjentik-jentik putingnya dari balik bajunya. Jenny menatap aku Pelan-pelan matanya meredup, lalu setengah memejam. aku membebaskan susunya dari tangan saya.

“Kok berhenti?” tanyanya sambil kembali membuka mata.
“Emang boleh?” bertanya saya.
“Kenapa enggak?” bertanya Jenny balik sambil melucuti pakaiannya sendiri.
Jenny langsung telanjang bulat berdiri di samping ranjang. Indah sekali tubuhnya, kulitnya halus mulus dan putih bersih. Kakinya panjang indah, begitupula lehernya. Wajahnya sangat cantik, berkesan cerdas tetapi dingin. ke dua buah susunya tidak besar, namun kencang dan indah. Puting-putingnya berwarna merah jambu kecoklatan, dan tampak agak terangsang oleh sentuhan saya tadi. aku duduk di sisi ranjang, muka saya tepat menghadap ke dua putingnya. Tanpa banyak basa-basi, aku mendekap pinggangnya, dan mengisap puting susunya. Mmm.., puting susu hangat itu jadi lucu didalam mulut saya aku jilati, aku hisap-hisap.
Terdengar rintih erangan Jenny tiap-tiap kali lidah aku menyentuh puting itu. jadi sekali puting itu mengencang, membengkak dalam mulut aku kami berbagi kehangatan bersama amat mesra pagi itu, dan kejadian itu sempat terulang sebagian kali lagi di hari-hari setelahnya, hingga kemudian aku mendapati apartemennya kosong dan teleponnya tidak diangkat. Ia memang sudah pergi jauh dari kehidupan saya Mungkinkah ia sudah menggapai cita-citanya? Mungkinkah ia telah berada 2 meter di bawah tanah? saya tidak tahu aku masih bakal mengenangnya, karena dia adalah yang pertama bagi saya

info langsung Radar utama Medan daily Suara publik Detik nusantara Kabar rakyat Media Cepat Lensa berita Pusat Informasi Kabar terkini Detik viral Goal update Gadget update Inovasi digital Update tekno Karir news Portal loker Skor today Zona olahraga Sport headline Zona berita Berita now asamblea3cantos iceclt techaworld i-guijuelo gamekeras teknologikeras nekopresscomics saveangel villageofwolcott plaqueguide blogguza seaworldindonesia andyduguid greatspeeches paylesssofts sukamelancong acrimoney kucrut iramasuara bebascara hariini besoklusa indoarkeologi ruangmistis kenangan peterboroughhiddenheritage alhejaz horoscopetodays horoscopetoday vivaelrosa luisgonzalosegura hunajatehdas dunialain
Dari Tukang Ojek ke Sultan Mahjong, Gacor Tanpa Basa-Basi Inilah Rahasia Sukses 5 Shio Gacor Main Mahjong Ways Dengan Tips Dari Mantan Admin Thailand Keseruan Bermain Mahjong Wins 3 Black Scatter & 2 Cara Mendapatkan Scatter Hitam Dengan Mudah RTP LIVE Mahjong Ways Jadi Ladang Cuan Untuk Mekanik Muda di Daerah Magelang dan Sekitarnya Scatter Ngegas, Multiplier Nempel, Mahjong Ways Emang Gak Ada Ampun Kalau Lagi Mode Kasih Duit
CeritaDewasa