Cerita Dewasa Malam Indah Dengan Wanita Salon
kenangan.xyz, cerita – Berawal dari temanku yang hendak potong rambut di salon dekat kampus Jakarta awala bulan kemarin kemungkinan tulisan ini agak berantakan soalnya sebenarnya saya baru pertama kali saya menulis.
Disaat itu saya baru jelas ternyata wanita yang bekerja di salon tidak sepenuhnya namun ada beberapa yang bisa di ajak kencan terhadap hari sabtu kemarin kami sepakat untuk potong rambut dan kami janjian jam 1 siang di tempat.
Pada pertama kali saya masuk, saya segera menuju ke daerah meja reception dan di sana saya menjelaskan tekad untuk potong rambut. Dikatakan oleh wanita cantik yang duduk di balik meja reception sehingga saya menunggu sebentar sebab sedang sibuk semua.
Sambil menunggu, saya coba untuk melihat-lihat kurang lebih siapa jelas ada temanku, namun tidak keluar ada temanku di antara seluruh orang tersebut. Mungkin dia belum datang, pikirku.
Kuakui bahwa nyaris seluruh wanita yang bekerja di salon ini cantik-cantik dan putih bersama postur tubuh yang proporsional dan aduhai. Kalau boleh memperkirakan usia mereka, mereka berumur kurang lebih 20-30 tahun.
Aku menjadi teringat bersama omongan temanku, Hanni, bahwa mereka bisa diajak kencan. Namun saya sendiri tetap ragu sebab salon ini benar-benar layaknya salon terhadap umumnya.
Setelah beberapa menit menunggu, saya ditegur oleh reception bahwa saya sudah bisa potong rambut sambil menunjuk ke keliru satu daerah yang kosong. Aku pun menuju ke arah yang ditentukan. Beberapa detik lantas seorang wanita muda nan cantik menugur sambil memegang rambutku.
“Mas, rambutnya sudi dimodel apa?” katanya sambil melihatku lewat cermin dan selamanya memegang rambutku yang sudah agak panjang.
“Mmm.. dirapi’in aja Mbak!” kataku.
Lalu layaknya halnya di daerah cukur rambut terhadap umumnya, saya pun diberi penutup terhadap seluruh tubuhku untuk menjauhkan potongan-potongan rambut. Beberapa menit pertama begitu kaku dan dingin.
Aku yang diam saja dan dia sibuk menjadi motong rambutku. Sangat tidak sedap rasanya dan saya coba untuk mencairkan suasana.
“Mbak.. sudah lama kerja di sini?” tanyaku.
“Kira-kira sudah enam bulan, Mas.. ngomong-ngomong situ baru sekali ya potong di sini?” sambungnya sambil selamanya memotong rambut.
“Iya.. kemarenan saya lewat jalan ini, terus kok ada salon, ya sudah dech, saya potong di sini. Ini juga janjian serupa temen, namun mana ya kok belum datang?” jawabku sedikit berbohong.
“Ooo..” jawabnya singkat dan berkesan cuek.
“Hei..” terdengar suara temanku sambil menepuk pundak.
“Eh.. elo baru dateng?” tanyaku.
“Iya nih.. tadi di bawah jembatan macet, mm.. gue potong dulu yach..” jawabnya sambil berlalu.
Ngobrol punyai ngobrol, pada akhirnya kami dekat, dan belakangan saya jelas Stella namanya, 22 tahun, dia kost di daerah situ juga, dia orang Manado, dia enam bersaudara dan dia anak ketiga. Kami pun sepakat untuk janjian ketemu di luar terhadap hari Senin.
Untuk pembaca ketahui setiap hari Senin, salon ini tutup. Setelah saya selesai, sambil mengimbuhkan tips sekedarnya, saya bertanya apakah ia sudi saya ajak makan. Dia menyanggupi dan ia menulis terhadap selembar secarik kertas kecil nomer teleponnya.
Sambil menunggu Hanni, saya ngobrol bersama Stella, saya sempat diperkenalkan oleh beberapa temannya yang bernama Susi, Icha dan Yana. Ketiganya cantik-cantik namun Stella tidak kalah cantik bersama mereka baik itu parasnya juga tubuhnya.
Susi, ia berambut agak panjang dan terhadap beberapa bagian rambutnya dicat kuning. Icha, ia agak pendek, tatapannya agak misterius, dadanya sebesar Stella namun sebab postur tubuhnya yang agak pendek sehingga payudaranya menyebabkan ngiler seluruh mata laki-laki untuk menikmatinya.
Sedangkan Yana, ia nampak benar-benar menjaga tubuhnya, ia begitu mempesona, lingkar pinggangnya yang benar-benar ideal bersama tinggi badannya, pantatnya dan dadanya-pun benar-benar proporsional.
Akhirnya kami ketemu terhadap hari Senin dan di daerah yang sudah disepakati. Setelah makan siang, kami nonton bioskop, filmnya Jennifer Lopez, The Cell.
Wah, cakep sekali ini orang, batinku mengagumi kecantikan Stella yang pas itu mengenakan kaos ketat berwarna biru muda dilengkapi bersama rompi yang dikancingkan dan dipadu bersama celana jeans ketat dan juga sandal yang tebal.
Kami sungguh-sungguh mengikuti alur cerita film itu, hingga pada akhirnya seluruh penonton dikagetkan oleh suatu adegan. Stella nampak kaget, keluar dari bergetarnya tubuh dia. Entah ada setan apa, secara reflek saya memegang tangan kanannya. Lama sekali saya memegang tangannya bersama sesekali meremasnya dan ia diam saja.
Singkat cerita, saya mengantarkan dia pulang ke kostnya, di sedang jalan Stella memohon kepadaku untuk tidak segera pulang namun putar-putar dulu. Kukabulkan permintaannya sebab saya sendiri sedang bebas, dan kuputuskan untuk naik tol dan putar-putar kota Jakarta. Sambil nikmati musik, kami saling berdiam diri, hingga pada akhirnya Stella mengatakan,
“Mmm.. Will, saya sudi ngomong sesuatu serupa kamu, sebenarnya seluruh ini benar-benar cepat, Will.. saya suka serupa kamu..” katanya pelan namun pasti.
Seperti disambar petir mendengar kata-katanya, dan secara reflek saya menengok ke kiri memandang dia, tampaknya dia sungguh-sungguh bersama apa yang barusan ia katakan. Dia menatap tajam.
“Apa kamu sudah percaya bersama omonganmu yang barusan, Tel?” tanyaku sambil ulang konsentrasi ke jalan.
“Aku nggak tau kenapa bahwa saya menjadi kamu nggak kayak laki-laki yang dulu saya kenal, kamu baik, dan kayaknya perhatian and care. Aku nggak sudi kalo sesudah saya pulang ini, kami nggak bisa ketemu lagi, Will. Aku nggak sudi kehilangan kamu,” jawabnya panjang lebar.
“Mmm.. kalo saya boleh jujur sich, saya juga suka serupa kamu, Tel.. namun kamu sudi khan kalo kami nggak pacaran dulu?” tegasku
“Ok, kalo itu sudi kamu, mm.. boleh nggak saya ‘sun’ kamu, bukti bahwa saya nggak main-main serupa omonganku yang barusan?” tanyanya.
Wah rasanya layaknya sudi mati, jantungku sudi copot, nafas menjadi sesak. Edan ini anak, layaknya benar-benar! Sekali lagi, saya menengok ke kiri memandang wajahnya yang bulat bersama bola mata yang berwarna coklat, dia menatapku tajam dan sungguh-sungguh sekali.
“Sekarang?” tanyaku sambil menatap matanya, dan dia menganguk pelan.
“OK, kamu boleh ‘sun’ aku,” jawabku sambil ulang ke jalanan.
Beberapa detik lantas dia beranjak dari daerah duduknya dan menyita posisi untuk memberi sebuah “sun” di pipi kiriku. Diberilah sebuah ciuman di pipi kiriku sambil memeluk. Lama sekali ia mencium dan ditempelkannya payudaranya di lengan kiriku.
Ooh, empuk sekali, mantap!Payudaranya yang cukup menantang itu sedang menghimpit lengan kiriku. Edan, sedap sekali, saya menjadi terangsang nih. Secara otomatis batang kemaluanku pun mengeras..
Dengan pelan sekali, Stella berbisik, “Will, saya suka serupa kamu,” dan ia ulang mencium pipiku dan selamanya menghimpit payudaranya terhadap lengan kiriku.
Konsentrasiku buyar, sepertinya saya benar-benar sudah terangsang bersama perlakuan Stella, dan beberapa kendaraan yang melaluiku memandang ke arahku menembus kaca filmku yang hanya 50%.
“Kamu terangsang ya, Will?” tanyanya pelan dan agak lirih. Aku tidak menjawab. Tangan kirinya menjadi mengelus-elus badanku dan mengarah ke bawah. Aku sudah benar-benar terangsang. Sekali ulang Stella berbisik.
“Will, saya tau kamu terangsang, boleh nggak saya memandang punyamu? punyai kamu besar yach!”
aku mengangguk. Dibukalah celana panjangku bersama tangan kirinya, layaknya ia agak ada problem terhadap pas idamkan terhubung kuncir pinggangku sebab dia hanya memanfaatkan satu tangan.
Aku bantu dia terhubung kuncir pinggang sesudah itu saya ulang memegang setir mobil.
Dielus-elus batang kemaluanku yang sudah keras dari luar. Tidak lama lantas ditelusupkan telapak kirinya ke dalam dan digenggamlah kemaluanku.
“Oooh h..” desahku pelan. Sedikit demi sedikit wajahnya bergerak. Pertama, ia cium bibirku dari sebelah kiri lalu turun ke bawah. Ia cium leherku, dan ia sempat berhenti di bagian dadaku, kemungkinan ia nikmati aroma minyak wangi BULGARI-ku.
Ia jadi turun dan turun ke bawah. Beberapa kali Stella laksanakan gerakan mengocok kemaluanku. Pertama-tama dijilatinya pangkal batang kemaluanku lalu merambat naik ke atas.
Ujung lidahnya kini berada terhadap bagian biji kejantananku. Salah satu tangannya menyelinap di antara belahan pantatku, menyentuh anusku, dan merabanya.
Stella melanjutkan perjalanan lidahnya, naik jadi ke atas, perlahan-lahan. Setiap gerakan nyaris dalam beberapa detik, teramat perlahan. Melewati bagian tengah, naik lagi. Ke bagian leher batangku. Kedua tanganku tak kusadari sudah mencengkeram setir mobil.
Ujung lidahnya naik lebih ke atas lagi. Pelan-pelan setiap jilatannya kurasakan bagaikan kenikmatan yang tak dulu usai, begitu nikmat, begitu perlahan. Setiap kali kutundukkan wajahku memandang apa yang dilakukannya setiap kali itu pula kulihat Stella tetap selamanya menjilati kemaluanku bersama penuh nafsu.
Sesaat Stella kulihat melewatkan tangannya dari kemaluanku, ia menyibakkan rambutnya ke samping tiga jarinya ulang menarik bagian bawah batang kemaluanku bersama sedikit memiringkan kepalanya.
Stella lantas menjadi turunkan wajahnya mendekati kepala kejantananku. Ia menjadi merekahkan ke-2 bibirnya, bersama berhati-hati ia memasukkan kepala kemaluanku ke dalam mulutnya tanpa tersentuh sedikitpun oleh giginya.
Kemudian bergerak perlahan-lahan jadi jauh hingga di bagian sedang batang kemaluanku. Saat itulah kurasakan kepala kejantananku menyentuh bagian lidahnya. Tubuhku bergetar sesaat dan terdengar suara khas dari mulut Stella.
Kedua bibirnya sesaat lantas merapat. Kurasakan kehangatan yang luar biasa nikmatnya mengguyur sekujur tubuhku.
Perlahan-lahan lantas kepala Stella menjadi naik. Bersamaan bersama itu pula kurasakan tangannya menarik turun bagian bawah batang tubuh kejantananku hingga dikala bibir dan lidahnya capai di bagian kepala, kurasakan bagian kepala itu jadi sensitif.
Begitu sensitifnya hingga bisa kurasakan kenikmatan hisapan dan jilatan Stella begitu merasuk dan menggelitik seluruh urat-urat syaraf yang ada di sana. Kuraba punggungnya bersama tangan kiriku, kuelus bersama lembut lalu mengarah ke bawah.
Kudapatkan payudara sebelah kanan. Kubuka telapak tanganku mengikuti bentuk payudaranya yang bulat. Kuremas bersama lembut. Kubuka satu persatu kancing rompinya, dan ulang saya terhubung tepak tangan mengikuti bentuk payudaranya.
Sambil selamanya mengulum, tangan kanannya bergerak menyentuh tanganku, ia tarik pakaian ketatnya dari selipan celana panjangnya. Dipegangnya tanganku dan diarahkannya ke dalam. Di balik pakaian ketatnya, saya meremas-remas payudaranya yang tetap terbungkus BH. Kuremas satu persatu payudaranya sambil mendesah nikmati kuluman terhadap kemaluanku.
Kuremas agak kuat dan Stella pun berhenti mengulum sekian detik lamanya. Kuelus-elus kulit dadanya yang agak menyembul dari BH-nya bersama sesekali menyelipkan keliru satu jariku di antara payudaranya yang kenyal.
“Agh h..” desahku nikmati kuluman Stella yang jadi cepat.
Aku turunkan BH-nya yang menutupi payudara sebelah kanan, saya bisa capai putingnya yang sudah mengeras. Kupilin bersama lembut.
“Ooh.. esst..” desahnya melewatkan kuluman dan terdengar suara akibat melewatkan bibirnya dari kemaluanku.
Menjilat, menghisap, naik turun. Ia begitu menikmatinya. Begitu sesudah itu berulang-ulang. Aku tak bisa ulang memandang ke bawah. Tubuhku jadi lama jadi melengkung ke belakang kepalaku sudah terdongak ke atas.
Kupejamkan mataku. Stella begitu luar biasa melakukannya. Tak sekalipun kurasakan giginya menyentuh kulit kejantananku. Gila, belum dulu saya dihisap layaknya ini, pikirku. Pikiranku sudah melayang-layang jauh entah ke mana.
Tak kusadari ulang sekelilingku oleh gelombang kenikmatan yang mendera seluruh urat syaraf di tubuhku yang jadi tinggi. Aku berhenti sejenak meraba payudaranya. Kutengok ke bawah, tangan kanannya menggenggam bersama erat sama di bagian leher batang kemaluanku, dan ia keluar tersenyum kepadaku.
“Kamu luar biasa, Tel,” bisikku sambil menggeleng-gelengkan kepala terkagum-kagum oleh kehebatannya.
Stella tersenyum manis dan berkesan manja.
“Eh, bisa keluar saya kalo kamu kayak gini terus,” bisikku ulang merasakan genggaman tangannya yang tak kunjung mengendur terhadap kemaluanku. Stella tersenyum.
“Kalo kamu sudah nggak pingin keluar, keluarin aja, nggak usah ditahan-tahan,” jawabnya dan sesudah itu menjulurkan lidahnya keluar dan mengenai ujung batang kemaluanku.
Rupanya ia jelas saya sedang berjuang untuk menghindar ejakulasiku.
“Aaghh..” desahku agak keras menghindar rasa ngilu.
Bukan kepalang nikmat yang kurasakan, tubuhnya bergerak tidak karuan, seiring bersama gerakan kepalanya yang naik turun, ke-2 tangannya tak henti-henti meraba dadaku, kadang-kadang ia memilin ke-2 puting susuku bersama jarinya, kadang-kadang ia melewatkan kuluman untuk menyita nafas sejenak lalu melanjutkannya lagi.
Semakin lama gerakannya jadi cepat. Aku sudah mengupayakan semaksimal untuk menghindar ejakulasi. Kualihkan perhatianku dari payudaranya. Aku meraba ke arah bawah. Kubuka kancing celananya. Agak lama kucoba terhubung dan pada akhirnya terlepas juga.
Pelan-pelan kuselipkan tangan kiriku di balik celana dalamnya. Aku bisa rasakan rambut kemaluannya tipis. Mungkin dipelihara, pikirku dalam hati. Kuteruskan agak ke bawah. Stella membuat perubahan posisinya.
Tadinya ia yang hanya berharap terhadap satu segi pantatnya saja, saat ini ia renggangkan ke-2 kakinya. Dengan gampang saya bisa menyentuh kemaluannya. Beberapa pas telunjukku bermain-main di bagian atas kemaluannya.
Aku naik-turunkan jari telunjukku. Ugh, nikmat sekali nih rasanya, pikirku. Sesekali kumasukkan telunjukku ke dalam lubang kemaluannya. Aku jelajahi setiap milimeter ruangan di dalam kemaluan Stella. Aku temukan sebuah kelentit di dalamnya.
Kumainkan klitoris itu bersama telunjukku. Ugh, pegal juga rasanya tangan kiriku. Sejenak kukeluarkan jariku dari dalam. Lalu saya nikmati setiap kuluman Stella. Rasanya sudah beberapa tetes spermaku keluar. Aku benar-benar dibuat mabuk kepayang olehnya.
Kembali kumasukkan jariku, kali ini dua jari, jari telunjuk dan jari tengahku. Pada pas saya memasukkan ke-2 jariku, Stella nampak melengkuh dan mendesah pelan.
Semakin lama jadi cepat saya mengeluar-masukkan ke-2 jariku di lubang kemaluannya dan Stella beberapa menghentikan kuluman terhadap batang kemaluanku sambil selamanya memegang batang kemaluanku.
Entah sudah berapa orang yang memandang kegiatan kami terlebih para supir atau kenek truk yang kami lewati, namun saya tidak peduli.
Kenikmatan yang kurasakan pas itu benar-benar membiusku sehingga saya sudah mengabaikan segala sesuatu. Kembali Stella menjilat, menghisap dan mengulum batang kemaluanku dan entah sudah berapa lama kami laksanakan ini.
Kutundukkan kepalaku untuk memandang yang sedang dilakukan Stella terhadap kemaluanku. Kali ini Stella laksanakan bersama penuh kelembutan, ia julurkan lidahnya hingga mengenai ujung kepala kemaluanku lagi.
Ia memutar-mutarkan lidahnya tepat di ujung lubang kemaluanku. Sungguh dashyat kenikmatan yang kurasakan. Beberapa kali tubuhku bergetar namun ia selamanya terhadap sikapnya. Sesekali ia masukkan seluruh batang kemaluanku di dalam mulutnya dan ia mainkan lidahnya di dalam.
“Ooh.. Tel.. enakk..” desahku sambil melewatkan tangan kiriku dari lubang kemaluannya.
Kupegang kepalanya mengikuti gerakan naik turun.
“Stella, saya sudah nggak tahann..” kataku agak lirih menghindar ejakulasi.
Namun gerakan Stella jadi cepat dan beberapa kali ia membuka matanya namun selamanya mengulum dan terdengar suara-suara dari dalam mulutnya.
“Aaagghh..” desahku keras diiringi bersama keluarnya sperma dari dalam batang kemaluanku di dalam mulutnya.
Keadaan mobil kami pas itu sedikit tersentak oleh pijakan kaki kananku. Aku nikmati setiap sperma yang keluar dari dalam kemaluanku hingga pada akhirnya habis. Stella selamanya menjilati kemaluanku bersama lidahnya.
Dapat kurasakan lidahnya menyapu seluruh bagian kepala kemaluanku. Ugh, nikmat sekali rasanya. Setelah membersihkan seluruh spermaku bersama lidahnya, Stella bergerak ke atas.
Kulihat dia, nampak ada beberapa spermaku menempel di sebelah kanan bibirnya dan pipi kirinya. Aku menjadi bergerak memperbaiki posisi dudukku, perlahan-lahan. Sambil selamanya digenggamnya batang kemaluanku yang sudah lemas, Stella beranjak ke atas melumat bibirku, tetap menjadi spermaku.
Sekian detik kami bercumbu dan saya memejamkan mata. Akhirnya ia merapikan posisinya, ia duduk dan merapikan pakaiannya. Aku pun merapikan pakaianku sekedarnya. Aku memakai celana panjangku namun tidak kumasukkan kemejaku.
Beberapa hari sesudah itu, saya main ke kost Stella dan terhadap pas itu pula kami mengikat tali kasih. Awal bulan Maret lalu Stella ulang dari Manado sesudah 2 minggu ia berada di sana dan ia tidak ulang ulang bekerja di salon itu.
Sekarang kami hidup bersama di sebuah daerah di daerah Grogol, saat ini ia diterima sebagai operator di keliru satu perusahaan penyedia jasa komunikasi handphone. Sedangkan saya selamanya sebagai animator yang bekerja di sebuah perusahaan di daerah Kedoya namun saya wajib meninggalkan kostku.
Setelah kami hidup seatap, Stella mengakui padaku bahwa sepanjang enam bulan ia bekerja di salon itu, ia dulu melayani pelanggannya dan ia menjelaskan bahwa seluruh pekerja yang bekerja di salon itu juga pekerja seks.
Stella tidak jelas bagaimana asal mulanya. Stella sendiri tidak jelas apakah salon merupakan sebuah kedok atau seks adalah sebuah tambahan. Dia menjelaskan bahwa untuk mengajak keluar keliru satu karyawati di situ, seseorang wajib membayar di muka sebesar Rp 500.000.
Rasanya Jakarta hanya punya kami berdua, tiap malam sesudah mandi sepulang dari kerja atau sesudah makan malam, kami laksanakan jalinan seks. Entah hingga kapan seluruh ini bakal berakhir. Kami sungguh nikmati setiap hari yang bakal kami lalui dan sudah kami lalui bersama.
Aku sungguh tidak peduli bersama asal-usulnya pekerjaan Stella sebab jadi hari saya jadi terbius oleh kenikmatan seks dan mataku seolah-seolah tertutup oleh rasa sayangku terhadap dia