Masih SMP Tapi Pintar Goyang Dan Seksi

Masih

Masih SMP Tapi Pintar Goyang Dan Seksi

Masih
Masih SMP Tapi Pintar Goyang Dan Seksi

kenangan.xyz – Cerita Sex Cicipi Meki Anak Pelajar SMP, Suatu hari saya ke Jakarta, Ketika saya sampai ke rumah kakakku, saya menyaksikan ada tamu, rupanya ia adalah kawan kuliah kakakku selagi dulu. Aku dikenalkan kakakku kepadanya. Rupanya ia terlalu ramah kepadaku.

Usianya 40 tahun dan sebut saja namanya Diky. Ia pun mengundangku untuk main ke rumahnya dan dikenalkan pada anak-istrinya. Istrinya, Aivi, 7 tahun lebih muda darinya, dan putrinya, Sinta, duduk di kelas 2 SMP.

Kalau saya ke Jakarta saya sering main ke rumahnya. Dan pada hari Senin, saya ditugaskan oleh Diky untuk memelihara putri dan rumahnya sebab ia dapat pergi ke Malang, ke rumah sakit untuk menjenguk saudara istrinya.

Menurutnya sakit demam berdarah dan dirawat selama 3 hari. oleh sebab itu ia minta cuti di kantornya selama 1 minggu. Ia berangkat sama istrinya, tetapi anaknya tidak turut sebab sekolah.

Setelah 3 hari di rumahnya, suatu kali saya pulang berasal dari rumah kakakku, sebab saya tidak ada kegiatan apapun dan saya pun menuju rumah Diky. Aku pun bersantai dan kemudian menyalakan VCD. Selesai satu film.

Saat menyaksikan rak, di anggota bawahnya kulihat lebih dari satu VCD porno. Karena sebetulnya sendirian, saya pun menontonnya. Sebelum habis satu film, tiba-tiba terdengar pintu depan dibuka. Aku pun tergopoh-gopoh mematikan televisi dan menyimpan pembungkus VCD di bawah karpet.

Hallo, Oom Chandra..!” Sinta yang baru masuk tersenyum.
“Eh, tolong dong bayarin Bajaj.. uang Sinta sepuluh-ribuan, abangnya nggak ada kembalinya.”

Aku tersenyum mengangguk dan terlihat membayarkan Bajaj yang cuma dua ribu rupiah.
Saat saya masuk kembali.., pucatlah wajahku! Sinta duduk di karpet di depan televisi, dan menyalakan ulang video porno yang sedang 1/2 jalan. Dia menyaksikan kepadaku dan tertawa geli.

“Ih! Oom Chandra! Begitu, tho, caranya..? Sinta sering diceritain temen-temen di sekolah, tetapi belom dulu liat.”
Gugup saya menjawab, “Sinta.. kamu nggak boleh nonton itu! Kamu belum cukup umur! Ayo, matiin.”
“Aahh, Oom Chandra. Jangan gitu, dong! Tu, liat.. cuma begitu aja! Gambar yang dibawa temen Sinta di sekolah lebih serem.”

Tak memahami ulang apa yang perlu kukatakan, dan kuatir kalau kularang Sinta justru dapat lapor pada orangtuanya, saya pun ke dapur sebabkan minum dan melepas Sinta konsisten menonton. Dari dapur saya duduk-duduk di beranda belakang membaca majalah.

Sekitar jam 7 malam, saya terlihat dan belanja makanan. Sekembalinya, di didalam rumah kulihat Sinta sedang tengkurap di sofa mengerjakan PR, dan.. astaga! Ia mengenakan daster yang pendek dan tipis.

Tubuh mudanya yang sudah jadi masak terbayang jelas. Paha dan betisnya terlihat putih mulus, dan pantatnya membulat indah. Aku menelan ludah dan konsisten masuk mempersiapkan makanan.
Setelah makanan siap, saya memanggil Sinta.

Dan.., sekali ulang astaga.. memahami ia tidak memakai BH, sebab puting susunya yang menjulang membayang di dasternya. Aku jadi gelisah sebab penisku yang tadi sudah jadi “bergerak”, sekarang terlalu menegak dan mengganjal di celanaku.

Selesai makan, selagi membasuh piring berdua di dapur, kami berdiri bersampingan, dan berasal dari celah di dasternya, buah dadanya yang indah mengintip. Saat ia membungkuk, puting susunya yang merah muda kelihatan berasal dari celah itu. Aku jadi gelisah. Selesai membasuh piring, kami berdua duduk di sofa di ruang keluarga.

“Oom, ayo tebak. Hitam, kecil, keringetan, apaan..!”
“Ah, gampang! Semut ulang push-up! Khan ada di tutup botol Fanta! Gantian.. putih-biru-putih, kecil, keringetan, apa..?”
Sinta mengernyit dan memberi lebih dari satu tebakan yang semua kusalahkan.
“Yang bener.. Sinta mengfungsikan seragam sekolah, kepanasan di Bajaj..!”
“Aahh.. Oom Chandra ngeledek..!”
Sinta meloncat berasal dari sofa dan berupaya mencubiti lenganku. Aku menahan dan menangkis, tetapi ia konsisten menyerang sambil tertawa, dan.. tersandung!

Ia jatuh ke didalam pelukanku, membelakangiku. Lenganku merangkul dadanya, dan ia duduk tepat di atas batang kelelakianku! Kami terengah-engah didalam posisi itu. Bau bedak bayi berasal dari kulitnya dan bau shampo rambutnya membuatku jadi terangsang.

Dan saya pun jadi menciumi lehernya. Sinta mendongakkan kepala sambil memejamkan mata, dan tanganku pun jadi meremas ke dua buah dadanya.

Nafas Sinta jadi terengah, dan tanganku pun masuk ke antara dua pahanya. Celana dalamnya sudah basah, dan jariku mengelus belahan yang membayang.
“Uuuhh.. mmhh..” Sinta menggelinjang.

Kesadaranku yang tinggal sedikit seolah memperingatkan bahwa yang sedang kucumbu adalah seorang gadis SMP, tetapi gairahku sudah sampai ke ubun-ubun dan saya pun menarik terlepas dasternya berasal dari atas kepalanya.

Aahh..! Sinta menelentang di sofa bersama tubuh nyaris polos!
Aku langsung mengulum puting susunya yang merah muda, berganti-ganti kiri dan kanan sampai dadanya basah mengkilap oleh ludahku. Tangan Sinta yang mengelus belakang kepalaku dan erangannya yang tersendat membuatku jadi tak sabar.

Aku menarik terlepas celana dalamnya, dan.. nampaklah bukit kemaluannya yang baru ditumbuhi rambut jarang. Bulu yang sedikit itu sudah terlihat mengkilap oleh cairan kemaluan Sinta. Aku pun langsung membenamkan kepalaku ke sedang ke dua pahanya.

“Ehh.. mmaahh..,” tangan Sinta meremas sofa dan pinggulnya menggeletar kala bibir kemaluannya kucium.
Sesekali lidahku berubah ke perutnya dan mengemut perlahan.
“Ooohh.. aduuhh..,” Sinta mengangkat punggungnya kala lidahku menyelinap di antara belahan kemaluannya yang tetap begitu rapat.

Lidahku bergerak berasal dari atas ke bawah dan bibir kemaluannya jadi membuka. Sesekali lidahku dapat membelai kelentitnya dan tubuh Sinta dapat terlonjak dan nafas Sinta seakan tersedak. Tanganku naik ke dadanya dan meremas ke dua bukit dadanya. Putingnya sedikit membesar dan mengeras.

Ketika saya berhenti menjilat dan mengulum, Sinta tergeletak terengah-engah, matanya terpejam. Tergesa saya membuka semua pakaianku, dan kemaluanku yang tegak teracung ke langit-langit, kubelai-belaikan di pipi Sinta.

“Mmmhh.. mmhh.. oohhmm..,” kala Sinta membuka bibirnya, kujejalkan kepala kemaluanku.
Mungkin film tadi tetap diingatnya, jadi ia pun jadi menyedot. Tanganku berganti-ganti meremas dadanya dan membelai kemaluannya.

Segera saja kemaluanku basah dan mengkilap. Tak tahan lagi, saya pun naik ke atas tubuh Sinta dan bibirku melumat bibirnya. Aroma kemaluanku ada di mulut Sinta dan aroma kemaluan Sinta di mulutku, bertukar selagi lidah kami saling membelit.

Dengan tangan, kugesek-gesekkan kepala kemaluanku ke celah di selangkangan Sinta, dan sebentar kemudian kurasakan tangan Sinta menghimpit pantatku berasal dari belakang.
“Ohhmm, mam.. msuk.. hh.. msukin.. Omm.. hh.. ehekmm..”

Perlahan kemaluanku jadi melekat di bibir liang kemaluannya, dan Sinta jadi mendesah-desah. Segera saja kepala kemaluanku kutekan, tetapi gagal saja sebab tertahan sesuatu yang kenyal. Aku pun berpikir, apakah lubang sekecil ini dapat mampu menampung kemaluanku yang besar ini.

Terus terang saja, ukuran kemaluanku adalah panjang 15 cm, lebarnya 4,5 cm tetapi Sinta tetap SMP dan ukuran lubang kemaluannya terlalu kecil.

Tetapi bersama stimulus nafsu yang besar, saya pun berusaha. Akhirnya usahaku pun berhasil. Dengan satu sentakan, tembuslah halangan itu. Sinta memekik kecil, dahinya mengernyit menahan sakit. Kuku-kuku tangannya mencengkeram kulit punggungku.

Aku menghimpit lagi, dan jadi ujung kemaluanku membentur dasar padahal baru 3/4 kemaluanku yang masuk. Lalu saya diam tidak bergerak, melepas otot-otot kemaluan Sinta jadi biasa bersama benda yang ada di dalamnya.

Sebentar kemudian kernyit di dahi Sinta menghilang, dan saya pun jadi menarik dan menekankan pinggulku. Sinta mengernyit lagi, tetapi lama kelamaan mulutnya menceracau.
“Aduhh.. sshh.. iya.. terusshh.. mmhh.. aduhh.. enak.. Oomm..”

Aku merangkulkan ke dua lenganku ke punggung Sinta, lalu membalikkan ke dua tubuh kami sampai Sinta sekarang duduk di atas pinggulku. Nampak 3/4 kemaluanku menancap di kemaluannya. Tanpa perlu diajarkan, Sinta langsung menggerakkan pinggulnya, selagi jari-jariku berganti-ganti meremas dan menggosok dada, kelentit dan pinggulnya, dan kami pun berlomba mencapai puncak.

Lewat lebih dari satu waktu, gerakan pinggul Sinta jadi menggila dan ia pun membungkukkan tubuhnya dan bibir kami berlumatan. Tangannya menjambak rambutku, dan pada akhirnya pinggulnya menyentak berhenti. Terasa cairan hangat membalur semua batang kemaluanku.

Setelah tubuh Sinta melemas, saya mendorong ia telentang. Dan sambil menindihnya, saya mengejar puncakku sendiri. Ketika saya mencapai klimaks, Sinta tentu merasakan siraman air maniku di liangnya, dan ia pun mengeluh lemas dan merasakan orgasmenya yang ke dua.

Sekian lama kami diam terengah-engah, dan tubuh kami yang basah kuyup bersama keringat tetap saling bergerak bergesekan, merasakan sisa-sisa kenikmatan orgasme.

“Aduh, Oom.. Sinta lemes. Tapi sedap banget.”

Aku cuma tersenyum sambil membelai rambutnya yang halus. Satu tanganku ulang ada di pinggulnya dan meremas-remas. Kupikir tubuhku yang lelah sudah terpuaskan, tetapi langsung kurasakan kemaluanku yang sudah melemas bangkit ulang dijepit liang vagina Sinta yang tetap terlalu kencang.

Aku langsung membawanya ke kamar mandi, bersihkan tubuh kami berdua dan.. ulang ke kamar melanjutkan babak berikutnya. Sepanjang malam saya mencapai tiga kali ulang orgasme, dan Sinta.. entah berapa kali.

Begitupun di selagi bangun pagi, sekali ulang kami bergumul penuh kenikmatan sebelum pada akhirnya Sinta kupaksa memakai seragam, sarapan dan berangkat ke sekolah.

Kembali ke rumah Diky, saya masuk ke kamar tidur tamu dan langsung pulas kelelahan. Di sedang tidurku saya bermimpi seolah Sinta pulang sekolah, masuk ke kamar dan membuka bajunya, lalu menarik terlepas celanaku dan mengulum kemaluanku.

Leave a Reply

CeritaDewasa