Dunia Malam Yang Penuh Dengan Kenikmatan

Dunia Malam Yang Penuh Dengan Kenikmatan

Dunia
Dunia Malam Yang Penuh Dengan Kenikmatan

kenangan.xyz – Hari sabtu malam aku, Thya, dan Karen sudah menjadi memasuki diskotik “Cr**n”.
Saat itu diskotik ini baru buka dan merupakan keliru satu diskotik paling “In” dan termodern didalam sound ataupun lightingnya.

Aku sedikit ternganga disaat pertama kali masuk kedalam dance hallnya.
Aku bukan kampungan banget, saya sering pergi ke cafe-cafe atau pub, namun sebenarnya suasana diskotik yang musiknya super pekak, lampunya gelap, dan orang-orang yang sangat ramai layaknya pasar sangat baru bagiku.

“Bagaimana orang bisa santai ditempat layaknya ini.” Pikirku heran.

Cukup lama pas itu kami berjalan kesana kemari disela-sela para pengunjung yang asyik bergoyang melacak meja yang kosong untuk kami tempati.
Tatapan-tatapan mesum para Laki-laki yang mabuk pas itu menjadi membuatku menjadi risih.
Aku lebih-lebih menjadi berpikir pesimis dan menjadi terkecuali diskotik bukan daerah yang sesuai untuk diriku.

“Uhuy…kita bisa meja!” Karen menarik tanganku menuju satu meja bulat kecil yang dikelilingi kursi-kursi bulat layaknya kursi bar.

Tapi saya heran, kursi yang kosong cuma 2 dan disana sudah duduk 3 orang laki-laki berpenampilan layaknya eksekutif muda.

Ketika kumendekat ketiga laki-laki tersebut menambahkan tangannya mengajakku bersalaman. Entah apa yang mereka katakan, bisa saja mereka memperkenalkan diri mereka. Suara musik tetap sangat bising bagi telingaku yang belum terbiasa. Aku cuma mengangguk-angguk kan kepalaku bersama sedikit menambahkan senyum.

Thya yang menyaksikan kebingunganku mendekati dan berteriak dekat telingaku.

“Gak apa-apa, biasa terkecuali malam minggu sebenarnya sangat ramai. Jadi kadang kami sharing table bersama yang lain. Santai aja.”

Tak lama sesudah itu Thya dan Karen sudah bersama sangat nyamannya mengambil 2 bangku yang kosong dan duduk disamping kanan kiri laki-laki yang baru kami kenal dan terlibat didalam pembicaraan akrab.

Meninggalkan saya berdiri ‘cengo’….

Dan sialnya mereka sudah lebih dahulu memonopoli cowok-cowok yang lebih lumayan.
Meninggalkan seorang cowok yang perawakannya sedikit gemuk pendek yang sekarang cengar-cengir perlahan mendekati aku.

“Capek yah? Silahkan duduk terkecuali capek.” Cowok itu berkata 1/2 berteriak didekat telingaku sambil mendorong kursinya kedekatku.

Aku cuma sedikit tersenyum dan duduk terdiam mencermati para pengunjung yang asyik bergoyang tanpa memperdulikan suasana sekitarnya.
Ada sedikit kesan lucu didalam hatiku menyaksikan orang-orang berjoget bagai kesurupan bersama style anehnya masing-masing tanpa malu.

“Lu mau neken juga?”

“Hah…??” Aku tidak jelas disaat si gemuk pendek yang asyik bergoyang dibelakang bangkuku tiba-tiba bertanya padaku.

(Aku sebenarnya sangat tak jelas nama pria yang pas itu menemaniku. Jadi mohon maaf terkecuali saya memanggilnya bersama panggilan ‘koko gemuk pendek’.)

“Lu mau neken terhitung gak? BT deh kalo cuma duduk-duduk aja.” Ia mengulangi pertanyaannya kembali.

Aku tetap tidak jelas apa maksudnya. Kulihat ia asyik menggoyang kepalanya kekiri dan kanan.
Kualihkan pandanganku kearah Karen dan Thya. Mereka pun nampak sudah asyik menggoyangkan kepala dan tubuhnya kekiri dan kanan bersama para cowok pasangan mereka.

“Ini ambil!” Sigendut pendek menawarkan sesuatu benda kecil ditangannya kepadaku.

Aku tidak berani mengambilnya. Aku menolak secara halus.
Aku tak tau benda apa yang ia memberikan kepadaku. Aku risau ia menghendaki memperdaya saya bersama berikan obat bius atau obat perangsang.

Thya yang duduk lebih dekat denganku bisa saja melihat, ia mendekatiku dan langsung mengambil potongan obat yang ada ditangan sigendut pendek.

“Berapa ini ko..?” Tanya Thya kepadanya.

“Setengah.”

“Thanks yah.” Jawab Thya kembali sambil mengusahakan membelah potongan obat yang aslinya sudah sangat kecil.

Setelah sukses dibelahnya Thya menambahkan lebih dari satu kepadaku dan langsung meminum lebih dari satu lagi.

“Cobain aja sedikit dulu Mi. Enak dan gak berbahaya koq. Biar lu bisa enjoy.” Kata Thya.

Aku yang menyaksikan Thya meminum obat tersebut tanpa ragu ikut meminumnya juga. Penasaran, obat apa ini sebenarnya.

5 menit tak menjadi efek apa-apa terhadap tubuhku. Aku sempat berpikir bisa saja sangat sedikit dosisnya.

Tapi memasuki menit ke 10 tiba-tiba kurasa perutku layaknya keram. Otot-otot perutku layaknya meremas-remas organ-organ dibagian didalam tubuhku. Dan tangan dan kakiku menjadi dingin sekali. Perlahan nada bas dari musik yang keras yang mulanya sangat mengganggu telingaku layaknya melembut namun mengetuk jantungku memicu tubuhku layaknya menghendaki melompat ikuti iramanya.

Aku menjadi bingung akan sensasinya. Aku coba menahan tubuhku untuk diam, namun jadi kutahan jadi tersiksa rasanya tubuhku.

“Jangan ditahan. Ikuti musik dan lepas.” Koko gendut pendek dibelakangku berbisik dekat telingaku.

Aneh…kalau tadi ia berteriak-teriak telingaku tetap sukar mendengar kata-katanya, namun sekarang walaupun pelan suaranya layaknya bisa terdengar jelas ditelingaku.

Bass musik yang mengetuk-ketuk jantungku perlahan-lahan menjadi kuat layaknya ‘gedoran-gedoran’ yang meminta tubuhku untuk bangun.
Tak jelas perlahan tubuhku ikut bangun dan bergoyang ikuti irama musik. Terutama anggota kepalaku.

Semakin hanyut tubuhku bersama irama jadi puas rasa hatiku.
Entah kenapa, rasa puas yang tidak bisa dijelaskan. Dan perlahan otakku memainkan imajinasi dambaan yang indah-indah.

Baru lebih dari satu menit yang lalu saya menyaksikan aneh dan risih kepada orang-orang yang bergoyang disekelilingku. Tapi sekarang saya malah gembira dan puas melihatnya.
Goyangan mereka layaknya menyemangatiku untuk bergoyang lebih heboh lagi. Dan goyanganku layaknya menyemangati mereka pula.

Karen, Thya dan para cowok dimeja kami jadi bersemangat disaat menyaksikan ku sudah bangun bergoyang.
Mereka seluruh mendekat dan kami bersatu memicu lingkaran kecil bergoyang bersama. Para wanita didalam berpegangan tangan, dan para pria dibelakang sambil memegang pinggang para wanita pasangannya masing-masing mengimbangi irama goyangan kami.

Bersamaan perasaan gembira dan stimulan yang meletup nampak dari tubuhku, perlahan timbul terhitung suatu perasaan aneh menggelitik disaat kulit dan anggota tubuhku bersentuhan bersama tangan-tangan dan tubuh orang lain. Terutama lawan jenis.

“Agghh..” Aku mendesah perlahan disaat pasangan dibelakangku meraba kulit pinggang dan perutku dari balik kaos yang kukenakan.

Rabaannya memicu bulu-bulu halus dikulitku berdiri meremang.
Kulitku menjadi nyaman, dan perasaan menggelitik mengaliri aliran darah dibawah kulitku menuju kepusat selangkanganku.

“Koq saya menjadi terangsang yah?” Batinku didalam hati.

Gairah birahiku perlahan-lahan naik tanpa bisa kutahan sejalan jadi bersemangatnya saya bergoyang.

Apalagi si koko pendek gemuk dibelakangku jadi berani dan tidak cukup ajar. Ia perlahan-lahan jadi merapatkan pelukannya dibelakang dan menempelkan batangnya yang sudah keras dipantatku.

Walau saya terangsang, namun saya menjadi risih juga.
Sebagai wanita baik-baik saya tidak punya kebiasaan terkecuali tubuhku disentuh oleh laki-laki asing. Apalagi laki-laki yang saya tak sukai.
Sesekali pas ku menjadi koko pendek gemuk keterlaluan saya menggeliat menghindar.

Terus menerus saya layaknya itu.
Bergoyang, menghindar, bergoyang, menghindar.
Akhirnya perasaanku menjadi tidak karuan.

Naik tinggi puas gembira, drop…turun layaknya terkaget.
Naik kembali tinggi bahagia…drop turun kembali terkaget.
Hal ini memicu perasaanku menjadi tidak nyaman.

Sementara kuperhatikan Karen dan Thya layaknya sangat nikmati sekali bergoyang bersama pasangan mereka. Mereka lebih-lebih sudah saling berpelukan erat bersama tangan saling meraba kemana-mana tanpa memperdulikan orang lain disekitar mereka.

Koko pendek gendut pasanganku bisa saja menjadi ikut menjadi tidak nyaman terhitung bergoyang denganku. Aku bisa menyaksikan raut wajahnya yang tidak cukup puas pas ia meninggalkanku dan selanjutnya duduk bergoyang sendiri.

Mau bagaimana lagi, saya sedikit menjadi tidak enak terhitung sebenarnya kepada dia yang sudah baik kepadaku. Tapi sebenarnya saya tidak punya kebiasaan bersama suasana layaknya ini.
Aku tersenyum tipis kepadanya dan memutar mengambil daerah dibelakang dia berdiri sambil memegang bahunya dan kembali bergoyang nikmati imajinasiku sendiri hingga tiba waktunya diskotik bubar.

Saat berpisah para cowok-cowok itu sempat menawarkan untuk lanjut berpesta ditempat lain. Tawaran yang kami tolak bersama halus. Kami cuma menghendaki bersenang-senang. Dan pas itu kami menjadi kesenangan kami sudah cukup.

Kami sempat bertukar no handphone pula.
Setidaknya Thya dan Karen berikan no mereka.
Aku tidak sangat tertarik untuk membagi-bagikan nomorku pas itu.

Tapi keliru satu cowok yang tadi berpasangan bersama Thya menambahkan kartu namanya padaku secara sembunyi-sembunyi sambil menambahkan tanda supaya saya menelponnya.

Aku cuma membalasnya bersama tersenyum.

Saat didalam perjalanan pulang jantungku tetap berdebar terus. Tangan dan kakiku kembali menjadi dingin. Sangat dingin hingga membuatku menggigil. Dan keram diperutku menjadi-jadi, perutku layaknya diremas-remas bersama kuat membuatku mual. Pikiranku menjadi gelisah tak menentu layaknya mencari-cari sesuatu namun tak jelas apa yang kucari.

Karen sepertinya jelas bersama keadaanku.

“Waduhh…Thya…si Mimi tetap kenceng kayaknya tuh. Kasihan dia.”

“Hah..??” Thya yang mempunyai mobil sejenak melirik kebelakang kearahku.

“Waduhh…puterin musik Ren…lu cari tuh cd koleksi Roby kebanyakan banyak yang house nya.”

Karen yang duduk disebelah Thya sibuk melacak cd dan memasangnya.

Ketika irama house musik menjadi berdentum tubuhku kembali bergoyang dan seluruh perasaan tak nyaman perlahan hilang berganti kenikmatan relaksasi kembali.

“Hahaha…kalau gini mending muter-muter dulu Thya ampe Mimi down.” Kata Karen yang perlahan mengikutiku terhitung menggoyang kepalanya.

“Ok, kami ke monas aja sekalian gua mau makan, nasi uduknya enak tuh disitu.” Jawab Thya sambil sesekali bergoyang ikuti musik ditengah konsentrasinya mempunyai mobil.

Matahari sudah terbit diufuk timur.
Aku, Thya, dan Karen duduk santai dimobil yang diparkir dipinggir jalur dekat monas sambil makan nasi uduk.

Tubuhku rasanya penat dan lemas tak bertulang sesudah semalaman bergoyang. Malas hendak berbuat apa-apa, seakan seluruh energiku sudah terkuras habis.

Thya dan Karen pun terlihat mengalami tanda-tanda yang sama walaupun tak separah aku.

Aku sempat kuatir apakah Thya tetap bisa untuk mempunyai mobil.
Ia menenangkan aku, ia bilang ia sudah biasa layaknya ini. Ini adalah efek samping dari obat yang baru kutahu bernama ‘Ecstacy’ atau ‘Inex’.
Dengan sedikit istirahat dan makan Thya tetap bisa untuk mempunyai kami pulang bersama selamat.

Aku belajar banyak dari Thya dan Karen tentang ‘Ecstacy’ dan ritual ‘Tripping’.

Mereka menjelaskan dari seluruh style ‘Narkoba’ bisa saja ecstacy lah yang teraman bagi tubuh. Setidaknya kami tidak akan mengalami ketagihan karenanya.
Dan asal seluruh tubuh kami khususnya jantung sehat, kami akan baik-baik saja.

Sifat basic obat ini merangsang pengeluaran adrenalin yang memicu kerja jantung jadi keras, yang ditandai bersama rasa berdebar-debar, dan tekanan darah naik. Aliran darah menjadi lebih cepat mengalir dari jantung keotak dan seluruh tubuh.
Karena aliran darah mengalir menjadi cepat, seluruh tubuh kami akan merasakan sensasi rasa nyaman dan kenikmatan. Bahkan menjadi bergairah atau terangsang dikarenakan aliran darah ke dan dari organ sexual kami pun ikut terpompa yang memicu hasrat sexual ikut bereaksi dan bangkit.

Di otak ecstacy memicu rasa “alert”, supaya orang yang meminumnya tidak di serang rasa mengantuk.
Hal inilah yang memicu pemakai ecstacy selamanya mempunyai daya untuk beraktivitas tanpa kenal lelah.

Bila sudah klimaks, atau sering disebut bersama makna on, sinar lampu menjadi begitu indah dan hentakan musik keras house music memicu tubuh serasa
tersedot ikuti gerak iramanya.

Sampai waktunya tiba pas efek obat menghilang, seluruh tubuh kami akan menjadi lemas dikarenakan seluruh energy tubuh sudah dipaksakan untuk keluar.

Thya dan Karen sebenarnya menyayangkan terhitung terkecuali tadi saya tidak bisa sangat lepas santai dikarenakan mempunyai pasangan yang tidak sesuai bersama seleraku.

Menurut mereka partner “on” itu sebenarnya yang terutama untuk memperoleh kepuasan maksimal.

Kalau kami mempunyai patner yang kami puas dan percaya, kami bisa lepas.
Memang idealnya bersama pacar atau suami supaya kami bisa lepas lebih-lebih hingga orgasme sekalipun.

Aku agak ternganga mendengar penjelasan mereka.

“Masa sampe orgasme.. Bagaimana caranya?” Tanyaku.

“Hahaha….banyaklah caranya. Lu harus cobain Mi, gak ada sensasi terhebat orgasme pas kami kembali “on tinggi.”

Penjelasan Thya dan Karen yang cuma bisa kuterima sambil mangut-mangut.

“Mungkin nanti suatu pas saya akan coba, terkecuali saya sudah mempunyai suami.” Pikirku.

Saat itu saya belum ada sedikitpun kemauan untuk membiarkan keperawananku kepada siapa saja juga.
Dan saya pikir terkecuali orgasme cuma bisa diraih dari jalinan sex.

CeritaDewasa