Kenikmatan Sejak Dini Yang Kurasakan
kenangan.xyz, Kenikmatan – Aku mengidamkan menceritakan kisahku selagi saya studi ngetot diusiaku yang tetap SMP dan saya bersenggama bersama dengan tetanggaku yang berusia lebih tua dariku, saya kenal seks berasal dari buku buku yang saya kerap baca, terhadap selagi itu sehabis membaca badanku jadi merinding dan tegang di bagian pusakaku, hanya dapat membayangkan.
Bisalah dibayangkan bagaimana menggebu-gebunya gairah dan nafsu saya saat diberi peluang untuk secara nyata bukan saja hanya dapat menyaksikan tubuh bugil wanita layaknya Ayu, namun dapat mengalami kenikmatan bersanggama bersama dengan wanita sungguhan, tanpa memperdulikan apakah wanita itu jauh lebih tua.
Dengan hanya menyaksikan tubuh Ayu yang begitu mulus dan putih saja sucah memadai memang untuk jadi bahan imajinasi saya untuk bermasturbasi, apalagi bersama dengan secara benar-benar dapat merasakan hangatnya dan mulusnya tubuhnya.
Apalagi benar-benar menyaksikan kemaluannya yang mulus tanpa jembut. Bisa mencium dan mengendus bau kemaluannya yang begitu menggairahkan yang kadang kala tetap berbau sedikit amis kencing perempuan dan yang paling hebat lagi buat saya adalah bisanya saya menjilat dan mengemut kemaluannya dan kelentitnya yang seharusnyalah tetap merupakan buah larangan yang penuh rahasia buat saya.
Mungkin pengalaman dini inilah yang mengakibatkan saya jadi benar-benar nikmati apa yang disebut cunnilingus, atahu mempermainkan kemaluan wanita bersama dengan mulut. Sampai sekarangpun saya benar-benar nikmati mempermainkan kemaluan wanita, jadi berasal dari memandang, lalu mencium aroma khasnya,
Lalu mempermainkan dan menggigit bibir luarnya (labia majora), lalu melumati bagian dalamnya bersama dengan lidah saya, lalu mengemut clitorisnya sampai si wanita minta-minta ampun kewalahan. Yang terakhir barulah saya memasukkan batang kemaluan saya kedalam liang sanggamanya yang udah banjir.
Setelah peluang saya dan Ayu untuk bermain cinta (saya tidak paham apakah itu dapat disebut bermain cinta) yang pertama kali itu, maka kami jadi makin lama berani dan Ayu bersama dengan bebasnya bakal datang kerumah saya nyaris tiap-tiap hari, paling sedikit 3 kali seminggu. Apabila dia datang, dia bakal langsung masuk kedalam kamar tidur saya, dan tidak lama sesudah itu sayapun langsung menyusul.
Biasanya dia selalu mengenakan daster yang longgar yang dapat ditanggalkan bersama dengan benar-benar gampang, hanya tarik saja keatas melalui kepalanya, dan umumnya dia duduk dipinggiran daerah tidur saya. Saya umumnya langsung menerkam payudaranya yang udah agak kendor namun benar-benar bersih dan mulus.
Pentilnya dilingkari bundaran yang kemerah-merahan dan pentilnya sendiri agak besar menurut penilaian saya. Ayu benar-benar suka kalau saya mengemut pentil susunya yang jadi tegang dan memerah, dan dapat dipastikan bahwa kemaluannya langsung jadi becek kalau saya udah jadi ngenyot-ngenyot pentilnya.
Mungkin saking tegangnya saya di dalam laksanakan suatu hal yang terlarang, terhadap permulaannya kami jadi bersanggama, saya benar-benar cepat sekali meraih klimaks. Untunglah Ayu selalu menyuruh saya untuk menjilat-jilat dan menyedot-nyedot kemaluannya lebih dulu supaya umumnya dia udah orgasme duluan sampai dua atahu tiga kali sebelum saya memasukkan penis saya kedalam liang peranakannya, dan sehabis saya pompa hanya sebagian kali saja maka saya seringkali langsung menyemprotkan mani saya kedalam vaginanya.
Barulah untuk ronde kedua saya dapat menghambat lebih lama untuk tidak ejakulasi dan Ayu dapat menyusul bersama dengan orgasmenya supaya saya dapat merasakan empot-empotan vaginanya yang seakan-akan menyedot penis saya lebih di dalam kedalam sorga dunia.
Ayu terhitung benar-benar doyan mengemut-ngemut penis saya yang tetap belum bertumbuh secara maksimum. Saya tidak disunat dan Ayu benar-benar kerap menggoda saya bersama dengan menertawakan “kulup” saya, dan sehabis sebagian minggu Ayu sesudah itu sukses menarik seluruh kulit kulup saya supaya topi baja saya dapat muncul seluruhnya.
Saya tetap ingat bagaimana dia berupaya menarik-narik atahu mengulas kulup saya sampai jadi sakit, lalu dia bakal mengobatinya bersama dengan mengemutnya bersama dengan lembut sampai sakitnya hilang.
Setelah itu dia layaknya memperolah permainan baru bersama dengan mempermainkan lidahnya disekeliling leher penis saya sampai saya jadi begitu kegelian dan kadang kala sampai saya tidak kuat menahannya dan mani saya tumpah dan muncrat ke hidung dan matanya.
Kadang-kadang Ayu terhitung minta “main” meskipun dia sedang mens. Walaupun dia berupaya membasuh vaginanya lebih dulu, saya tidak dulu berkenan mencium vaginanya gara-gara saya perhatikan bau-nya tidak menyenangkan.
Paling-paling saya hanya memasukkan penis saja kedalam vaginanya yang jadi banjir dan becek gara-gara darah mensnya. Terus terang, saya tidak begitu menikmatinya dan umumnya saya cepat sekali ejakulasi.
Apabila saya mencabut kemaluan saya berasal dari vagina Ayu, saya dapat menyaksikan cairan darah mensnya yang bercampur bersama dengan mani saya. Kadang-kadang saya jadi jijik melihatnya.
Satu hari, kami sedang asyik-asyiknya nikmati sanggama, dimana kami berdua sedang telanjang bugil dan Ayu sedang berada di dalam posisi diatas menunggangi saya. Dia menaruh tiga buah bantal untuk mendukung kepala saya supaya saya dapat mengisap-isap payudaranya selagi dia menggilas kemaluan saya bersama dengan bersama dengan kemaluannya.
Pinggulnya naik turun bersama dengan irama yang teratur. Kami rileks saja gara-gara udah begitu seringnya kami bersanggama. Dan pasangan suami isteri yang tadinya menyewa kamar dikamar sebelah, udah rubah kerumah kontrakan mereka yang baru.
Saya udah ejakulasi sekali dan air mani saya udah bercampur bersama dengan jus berasal dari kemaluannya yang selalu membanjir. Lalu tiba-tiba, terhadap selagi dia mengalami klimaks dan dia mengerang-erang sambil menghimpit saya bersama dengan pinggulnya, anak perempuannya yang bernama Tamara ternyata sedang berdiri dipintu kamar tidur saya dan berkata, “Ibu main kancitan, iya??” (kancitan = ngentot, bhs Palembang)
Saya benar-benar kaget dan tidak paham harus berbuat bagaimana namun gara-gara sedang dipuncak klimaksnya, Ayu diam saja terlentang diatas tubuh saya. Saya melirik dan menyaksikan Tamara datang mendekat ketempat tidur, matanya tertuju kebagian tubuh kami dimana penis saya sedang bersatu bersama dengan bersama dengan kemaluan ibunya. Lalu dia duduk di pinggiran daerah tidur bersama dengan mata melotot.
“Hayo, ibu main kancitan,” katanya lagi.
Lalu pelan-pelan Ayu menggulingkan tubuhnya dan berbaring disamping saya tanpa berupaya menutupi kebugilannya. Saya menyita satu bantal dan menutupi perut dan kemaluan saya .
“Tamara, Tamara. Kamu ngapain sih disini?” kata Ayu lemas.
“Tamara pulang sekolah agak pagi dan Tamara cari-cari Ibu dirumah, tahunya lagi kancitan mirip Bang Johan,” kata Tamara tanpa membebaskan matanya berasal dari arah kemaluan saya. Saya jadi benar-benar malu namun terhitung heran menyaksikan Ayu tenang-tenang saja.
“Tamara terhitung berkenan kancitan,” kata Tamara tiba-tiba.
“E-eh, Tamara tetap kecil?” kata ibunya sambil berupaya duduk dan jadi mengenakan dasternya.
“Tamara berkenan kancitan, terkecuali nggak nanti Tamara bilangin Abah.”
“Jangan Tamara, jangan bilangin Abah?, kata Ayu membujuk.
“Tamara berkenan kancitan,” Tamara membandel. “Kalo nggak nanti Tamara bilangin Abah?”
“Iya udah, diam. Sini, biar Johan ngancitin Tamara.” Ayu berkata.
Saya nyaris tidak percaya bakal apa yang saya dengar. Jantung saya berdegup-degup layaknya alu menumbuk. Saya udah kerap menyaksikan Tamara bermain-main di pekarangan rumahnya dan menurut saya dia semata-mata seorang anak yang tetap begitu kecil. Dari mana dia paham perihal “main kancitan” segala?
Ayu menyita bantal yang sedang menutupi kemaluan saya dan tangannya mengelus-ngelus penis saya yang tetap basah dan udah jadi berdiri kembali.
“Sini, biar Tamara lihat.” Ayu mengulas kulit kulup saya untuk menyatakan kepala penis saya kepada Tamara. Tamara datang mendekat dan tangannya turut meremas-remas penis saya. Aduh maak, saya berteriak di dalam hati. Bagaimana ini kejadiannya? Tetapi saya diam saja gara-gara benar-benar bingung dan tidak paham harus laksanakan apa.
Tempat tidur saya memadai besar dan Ayu sesudah itu menyutuh Tamara untuk mengakses baju sekolahnya dan telentang di daerah tidur didekat saya. Saya duduk dikasur dan menyaksikan tubuh Tamara yang tetap begitu remaja.
Payudaranya tetap belum berbentuk, nyaris rata namun udah agak membenjol. Putingnya tetap belum keluar, malahan sepertinya masuk kedalam. Ayu sesudah itu melorot celana di dalam Tamara dan saya menyaksikan kemaluan Tamara yang benar-benar mulus, layaknya kemaluan ibunya.
Belum tersedia bibir luar, hanya garis lurus saja, dan di antara garis lurus itu saya menyaksikan itilnya yang layaknya mengintip berasal dari sela-sela garis kemaluannya. Tamara merapatkan pahanya dan matanya menatap kearah ibunya layaknya tunggu apa yang harus dilakukan selanjutnya.
Saya mengelus-elus bukit venus Tamara yang agak menggembung lalu saya coba merenggangkan pahanya. Dengan agak enggan, Tamara menurut, dan saya berlutut di antara kedua pahanya dan membungkuk untuk mencium selangkangan Tamara.
“Ibu, Tamara malu ah?” kata Tamara sambil berupaya menutup kemaluannya bersama dengan kedua tangannya.
“Ayo, Tamara berkenan kancitan, ndak?” kata Ayu.
Saya mengendus kemaluan Tamara dan baunya benar-benar tajam.
“Uh, mambu pesing.” Saya berkata bersama dengan agak jijik. Saya terhitung menyaksikan terdapatnya “keju” yang keputih-putihan di antara celah-celah bibir kemaluan Tamara.
“Tunggu sebentar,” kata Ayu yang lalu pergi muncul kamar tidur. Saya tunggu sambil mempermainkan bibir kemaluan Tamara bersama dengan jari-jari saya. Tamara jadi mengakses pahanya makin lama lebar.
Sebentar sesudah itu Ayu datang mempunyai satu baskom air dan satu handuk kecil. Dia pun jadi membasuh kemaluan Tamara bersama dengan handuk kecil itu dan saya perhatikan kemaluan Tamara jadi memerah gara-gara digosok-gosok Ayu bersama dengan handuk tadi. Setelah selesai, saya lagi membongkok untuk mencium kemaluan Tamara.
Baunya tidak lagi setajam sebelumnya dan sayapun menghirup aroma kemaluan Tamara yang hanya berbau amis sedikit saja. Saya jadi mengakses celah-celah kemaluannya bersama dengan pakai lidah saya dan Tamara-pun merenggangkan pahanya makin lama lebar. Saya saat ini dapat menyaksikan bagian di dalam kemaluannya bersama dengan benar-benar jelas.
Bagian samping kemaluan Tamara tampak benar-benar lembut saat saya mengakses belahan bibirnya bersama dengan jari-jari saya, kelihatanlah bagian dalamnya yang benar-benar merah.
Saya isap-isap kemaluannya dan jadi agak asin dan saat saya mempermainkan kelentitnya bersama dengan ujung lidah saya, Tamara menggeliat-geliat sambil mengerang, “Ibu, aduuuh geli, ibuuuu?., geli nian ibuuuu?.”
Saya sesudah itu bangkit dan mengarahkan kepala penis saya kearah belahan bibir kemaluan Tamara dan tanpa menyaksikan kemana masuknya, saya dorong pelan-pelan.
“Aduh, sakit bu?,” Tamara nyaris menjerit.
“Johan, pelan-pelan masuknya.” Kata Ayu sambil mengelus-elus bukit Tamara.
Saya coba lagi mendorong, dan Tamara menggigit bibirnya kesakitan.
“Sakit, ibu.”
Ayu bangkit lagi dan berkata,”Johan tunggu sebentar,” lalu dia pergi muncul berasal dari kamar.
Saya tidak paham kemana Ayu perginya dan sambil tunggu dia lagi sayapun berlutut didepan kemaluan Tamara dan sambil memegang batang penis, saya mempermainkan kepalanya di clitoris Tamara. Tamara memegang kedua tangan saya erat-erat bersama dengan kedua tangannya dan saya jadi lagi mendorong.
Saya jadi kepala penis saya udah jadi masuk namun rasanya benar-benar sempit. Saya udah begitu terbiasa bersama dengan lobang kemaluan Ayu yang longgar dan penis saya tidak dulu jadi susah untuk masuk bersama dengan mudah.
Tetapi liang vagina Tamara yang tetap kecil itu jadi benar-benar ketat. Tiba-tiba Tamara mendorong tubuh saya mundur sambil berteriak, “Aduuuh?!” Rupanya tanpa saya sadari, saya udah mendorong lebih di dalam lagi dan Tamara tetap selalu kesakitan.
Sebentar lagi Ayu datang dan dia memegang satu cangkir kecil yang berisi minyak kelapa. Dia mengolesi kepala penis saya bersama dengan minyak itu dan sesudah itu dia terhitung melumasi kemaluan Tamara.
Kemudian dia memegang batang kemaluan saya dan menuntunnya pelan-pelan untuk memasuki liang vagina Tamara. Terasa licin memang dan saya-pun dapat masuk sedikit demi sedikit. Tamara meremas tangan saya sambil menggigit bibir, apakah gara-gara menghambat sakit atau merasakan enak, saya tidak paham pasti.
Saya menyaksikan Tamara menitikkan air mata namun saya meneruskan memasukkan batang penis saya pelan-pelan.
“Cabut dulu,” kata Ayu tiba-tiba.
Saya menarik penis saya muncul berasal dari lobang kemaluan Tamara. Saya dapat menyaksikan lobangnya yang kecil dan merah layaknya menganga. Ayu lagi melumasi penis saya dan kemaluan Tamara bersama dengan minyak kelapa, lalu menuntun penis saya lagi untuk masuk kedalam lobang Tamara yang sedang menunggu. Saya dorong lagi bersama dengan hati-hati, sampai sepenuhnya terbenam di dalam Tamara.
Aduh nikmatnya, gara-gara lobang Tamara benar-benar benar-benar hangat dan ketat, dan saya tidak dapat menahannya lalu saya tekan dalam-dalam dan air manikupun tumpah di dalam liang kemaluan Tamara. Tamara yang tetap kecil. Saya terhitung memang tetap dibawah umur, namun terhadap selagi itu kami berdua sedang merasakan bersanggama bersama dengan disaksikan Ayu, ibunya sendiri.
Tamara belum paham bagaimana caranya mengimbangi gerakan bersanggama bersama dengan baik, dan dia diam saja terima tumpahan air mani saya. Saya terhitung tidak menyaksikan reaksi berasal dari Tamara yang menyatakan apakah dia menikmatinya atahu tidak. Saya merebahkan tubuh saya diatas tubuh Tamara yang tetap kurus dan kecil itu. Dia diam saja.
Setelah sebagian menit, saya berguling kesamping dan merebahkan diri disamping Tamara. Saya jadi benar-benar terkuras dan lemas. Tetapi rupanya Ayu udah terangsang lagi sehabis menyaksikan saya menyetubuhi anaknya.
Diapun menaiki wajah saya dan mendudukinya dan menggilingnya bersama dengan vaginanya yang basah, dan di dalam kami di posisi 69 itu diapun mengisap-ngisap penis saya yang udah jadi lemas supaya penis saya itu jadi menegang kembali.
Wajah saya begitu dekat bersama dengan anusnya dan saya dapat mencium sedikit bau anus yang baru cebok dan entah kenapa itu mengakibatkan saya benar-benar bergairah. Nafsu kami memang begitu menggebu-gebu, dan saya sedot dan jilat kemaluan Ayu sepuas-puasnya, selagi Tamara memirsa kami berdua tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Saya udah mengenal normalitas Ayu dimana dia kerap kentut terkecuali benar-benar sedang klimaks berat, dan selagi itupun Ayu kentut sebagian kali diatas wajah saya. Saya sempat menyaksikan lobang anusnya ber-getar saat dia kentut, dan sayapun membebaskan semburan air mani saya yang ketiga kalinya hari itu di dalam mulut Ayu. “Alangkah lemaknyoooooo?!” saya berteriak di dalam hati.
“Ugh, ibu kentut,” kata Tamara namun Ayu hanya dapat mengeluarkan nada layaknya seseorang yang sedang dicekik lehernya.
Hanya sekali itu saja saya dulu menyetubuhi Tamara. Ternyata dia tetap belum memadai dewasa untuk paham nikmatnya bersanggama. Dia tetap anak kecil, dan pikirannya memang belum sampai kepada hal-hal layaknya itu.
Tetapi saya dan Ayu terus nikmati indahnya permainan bersanggama sampai dua atahu tiga kali seminggu. Saya tetap ingat bagaimana saya selalu jadi benar-benar lapar sehabis tiap-tiap kali kami selesai bersanggama.
Tadinya saya belum paham bahwa tubuh saya menuntut banyak gizi untuk mengambil alih tenaga saya yang dikuras untuk melayani Ayu, namun saya selalu saya jadi mengidamkan makan telur banyak-banyak.
Saya benar-benar beruntung gara-gara kami kebetulan memelihara sebagian puluh ekor ayam, dan tiap-tiap pagi saya selalu menenggak 4 sampai 6 butir telur mentah. Saya terhitung perhatikan di dalam tempo setahun itu penis saya jadi makin lama besar dan bulu jembut saya jadi jadi agak kasar.
Saya tidak paham apakah penis saya memadai besar dibandingkan suami Ayu ataupun Laki-laki lain. Yang saya paham adalah bahwa saya benar-benar puas, dan kelihatannya Ayu terhitung memadai puas.
Saya tidak jadi layaknya seorang yang bejat moral. Saya tidak dulu melacur dan saat saya tetap kawin bersama dengan isteri saya yang orang bule, meskipun perkawinan kami itu berakhir bersama dengan perceraian, saya tidak dulu menyeleweng.
Tetapi saya bakal selalu berterima kasih kepada Ayu (entah dimana dia sekarang) yang udah mengimbuhkan saya kenikmatan di dalam umur yang benar-benar dini, dan pelajaran yang benar-benar punya nilai di dalam bagaimana melayani seorang perempuan, lepas berasal dari apakah itu salah atau tidak.