Sekretaris Ku Yang Cantik Dan Montok
kenangan.xyz – Aku baru saja merekrut sekretaris baru dikarenakan sekretarisku yang lama udah malas-malasan dan kurang profesional, bahkan sehabis dia menikah. Oh ya, nyaris lupa, saya bekerja di sebuah perusahaan swasta yang tengah naik daun, tepatnya di sebuah bank swasta. Tak kuduga, sekretaris baruku itu sesungguhnya bukan saja tetap perawan, namun rajin, pandai dan yang paling mutlak kembali adalah bodinya yang montok dan parasnya yang cantik, dengan kulit putih bersih tanpa cela. Dari pandangan mata pertama kali saat kuwawancarai saya segera terpikat dan dari sorot matanya dan juga sikapnya terhadapku, saya juga faham kalau dia suka padaku.
Wah, sesuai deh, rasanya terhadap minggu pertama hari-hari di kantor begitu indah dan rasanya benar-benar cepat berjalan. Namanya Indah Ningsih Purwati, oh… rasanya kerjaku makin lama bersemangat. Setiap kali dia mampir ke kamar kerjaku mempunyai surat atau minumanku, saya jadi menancapkan busur-busur asmaraku dari jadi menggenggam tangannya, mencium hidung dan keningnya namun tetap cukup sopan, jangan sampai dia kaget atau marah. Tapi saya yakin, dia pun ingin diperlakukan demikianlah dikarenakan ternyata dia tak menampik bahkan kerjanya makin lama rajin dan cekatan bahkan tak dulu bolos (termasuk saat mampir matahari, eh mampir bulan).
Kupikir tak apa, jadi saya senang, toh saya belum rela pakai, yang mutlak dapat mencium bibirnya, hidungnya, keningnya dan dari hari ke hari kita makin lama tenggelam di dalam asmara. Ketika itu, tahun 1982, dia udah punya pacar bahkan pacarnya konsisten memintanya untuk segera menikah. Herannya, menurut pengakuannya, dia makin lama benci dan tidak bermaksud kawin dengan pacarnya itu. Weleh-weleh- weleh, rupanya jerat cintaku udah merasuki jiwanya. filmbokepjepang.com
Sampai suatu hari (3 bulan kemudian), saya membeRenikan diri untuk mengajaknya pergi ke luar kota di hari minggu, dikarenakan tidak mungkin kita mencurahkan cinta kasih kita di kantor. Dia sepakat dan berjanji untuk menungguku di sebuah pasar swalayan tak jauh dari rumahnya. Maka saat mobil kita meluncur di toll Jagorawi menuju Bogor dan sesudah itu ke Pelabuhan Ratu Sukabumi, hati kita makin lama berbunga-bunga dikarenakan kita akan dapat mencurahkan semuanya tanpa kuatir diketahui orang atau pegawai lain di kantor maklum kedudukanku sebagai kepala cabang bank swasta terkemuka di samping udah beristeri dan beranak dua.
“Ning….” kataku pelan saat mobilku terlihat pintu toll.
“Ada apa Pak?” Ningsih menjawab manis, sambil melirikku.
“Sekarang jangan panggil bapak, panggil saja Papah, biar nanti orang mengira kita ini suami-isteri. ” Dia mencubit pahaku sambil tersenyum manja, dan tangannya kutahan untuk selalu memegang pahaku, dia mendelik manja namun juga setuju.
“Pah… kamu nakal deh”, sambil mencubit sekali kembali pahaku. Wah, rasanya saya seperti terbang ke langit mendengar Ningsih menjelaskan “Papah” seperti yang kuminta. Sebaliknya, saya pun jadi waktu itu memanggil Ningsih dengan sebutan “Mamah” dan kita saling memagut cinta sepanjang perjalanan ke Pelabuhan Ratu itu, laksana sepasang sejoli yang tengah mabuk cinta atau pengantin baru yang akan ber-“honey-moon” , agar tak jadi mobilku udah memasuki halaman Hotel Samudera Beach. Pelabuan Ratu yang berada di tepi Samudra Hindia dengan ombaknya yang kondang garang. Laksana suami isteri, saya dan Ningsih masuk dan menuju “reception desk” untuk check-in minta satu kamar yang menghadap ke laut lepas. Petugas resepsi dengan ramah dan tanpa rewel (mungkin dikarenakan saya ber-Mamah-Papah dan terlihat sebagai suami isteri yang benar-benar serasi, serupa ganteng dan cantiknya) segera menambahkan kunci kamar, sambil minta seorang room-boy mengantar kita ke ruangan hotel di lantai tiga kalau saya tak salah.
Segera kututup pintu kamar, di-lock sekaligus dan pesan agar kita tidak diganggu dikarenakan rela beristirahat. Aku dan Ningsih duduk berhadapan di tepi daerah tidur sambil tersenyum mesra penuh kemenangan. Akhirnya, angan-angan yang selalu kuimpikan untuk berdua-duaan dengan Ningsih ternyata terlaksana juga. Kukecup hidungnya, keningnya, telinganya, Ningsih menggelinjang geli. Kusodorkan mulutku untuk meraih mulutnya, dia terpejam manja dan saat bibir kita bersentuhan dan kuulurkan lidahku ke bibirnya, ternyata dia segera menyedot dan melumat lidahku dalam-dalam. “Ooohhgghh, Paahh”, Ningsih jadi terangsang dan merebahkan badannya, saya segera saja menggumulinya dan menaiki badannya, Ningsih melenguh dan terpejam, kemaluanku bergesekan dengan selangkangannya dan bau harum parfumnya makin lama merangsang nafsuku. “Paahh, kita membuka pakaiannya dulu, nanti lecek.” Oh, harum sekali mulutnya, kulumat habis wajahnya, kupingnya, jidatnya dan mulutnya. “Paahh, bandel nih, kita membuka dulu bajunya!” Aku tetap terengah-engah menghindar nafsuku yang membara, kemaluanku makin lama menegang menggesek selangkangannya. “OK Mahh… yuuk dibuka dulu.” filmbokepjepang.com
Karena udah sama-sama ngebet, kita saling membukakan baju dan sehabis T-Shirt-nya kulepas, terlihat sepasang gunung menyembul putih, dan mulus sekali. Kami berpandangan sehabis tak selembar benang pun menempel. Kudekap Ningsih yang mulus, putih, harum itu, kujilati sepenuhnya sambil berdiri, waktu kemaluanku udah tegang memerah, bahkan saat Ningsih jadi meraba dan meremas batang kemaluanku. Kutelentangkan dia di daerah tidur. Oh… betapa mulusnya badan Ningsih, sempurna sekali seperti bidadari.
Pinggulnya yang montok, buah dadanya yang putih kencang dengan puting merona merah dan kemaluannya yang dijalari rambut kemaluan yang tidak benar-benar lebat tahu menampakkan bentuknya yang sempurna tanpa cacat, dan kelentit yang merah terlihat rapi dan belum menonjol terlihat dikarenakan sesungguhnya Ningsih tetap perawan. Kujilati dari ujung kaki sampai ujung jidatnya yang mulus, naik ke atas, berhenti lama di bawah kemaluannya. Kumainkan lidahku di antara selangkangannya, Ningsih melenguh, konsisten kukulum-kulum kemaluannya, klitorisnya yang merah dan beraroma harum, jadi lama jadi merambah ke di dalam lubang kemaluannya yang merah.
“Ogghh, Paahh, geliii.., terusss Pahh, ogghh, namun jangan benar-benar di dalam Pahh…, saakiiit.”
“Yaa, sayanggg”, sambil konsisten lidah dan mulutku mengulum kemaluan dan kelentitnya yang jadi jadi agak asin dikarenakan cairan kemaluan Ningsih jadi keluar.
“Ogghh, Paah…, adduuhh, Paahh, gelii, Pahh, Mamah kayaak maauu… ogghh.” Aku konsisten menjilati semua kemaluannya dengan membabi buta, kuhirup semua cairannya yang wangi itu, sekali-kali lubang pantatnya kujilati dan Ningsih menggelinjang dan merintih tiap-tiap kali kujilat pantatnya.
Penisku makin lama tegang dan keras, urat-uratnya terlihat tahu menegang, saya tahan konsisten agar tidak ejakulasi duluan. Aku ingin memuaskan Ningsihku yang tentunya baru merasakan kenikmatan surga dunia ini dengan laki laki yang dicintainya. “Paahh, eemmggghh.., teruss… Paahh, geellii…, oooggghh…, Pappaahh jaahhaatt!” saya tetap saja konsisten melumat, memamah, menggigit-gigit kecil lubang kemaluan dan klitorisnya yang merah dan beraroma wangi, dan pantat Ningsih makin lama cepat naik turun sepertinya rela agar lidahku makin lama masuk ke lubang kemaluannya. “Paahh, naik Paahh, udaahh donnkk, Mamahh nggak tahaan”, sambil menarik tanganku. Matanya terpejam ayam, buah dadanya yang putih, mulus dan mengkel terlihat naik turun. Aku menaiki badannya dan penisku yang udah seperti besi jadi menggesek bulu kemaluannya dan melekat hangat disela-sela kemaluannya yang makin lama basah oleh ludahku dan cairan vaginanya. Kuremas dan kuhisap buah dadanya, kukulum puting susunya yang merah muda, jadi enak dan manis.
Ningsih menggelinjang dan makin lama melenguh. “Maahh, masukin yaa, penis Papah”, dia mengangguk sambil selalu terpejam. Kubidikan penisku yang udah keras itu kelubang kemaluannya, dan kujajaki sedikit-sedikit lubangnya, maklum Ningsih tetap perawan, saya tak ingin menyakitinya. “PPPaahh, masukkaan cepatt… Mamah nggak tahan Paah aahh…” Kutancapkan penisku lebih dalam, Ningsih merintih nikmat, pantatku naik turun untuk melacak lubang kemaluannya yang tetap belum tertembus penis itu, Ningsih konsisten menggoyangkan pantatnya naik turun sambil konsisten merintih. “Maahh, penis Papahh udahh masuukk, oogghh mahh, vaginanya lezat, menyedot-nyedottt. .. penis…” saya jadi merasakan kenikmatan yang luar biasa, dikarenakan disamping Ningsih tetap perawan, vaginanya juga punya keistimewaan yang sering disebut “empot-empot ayam” itu. Tambah lama, penisku jadi melesak jauh ke di dalam vagina Ningsih dan tersedia lebih dari satu tetes darah sebagai sinyal keperawanannya diberikan kepadaku, boss-nya, kekasih barunya. Oh, betapa bahagianya hati ini. “Paahh, saakkiitt, Paahh, namun enaak, oooggghh.. Paahh, terus, goyang paahh…, oooghh, cepeetiinn paahh…” Aku makin lama mempercepat goyangan pantatku naik turun dan penisku udah dapat masuk sepenuhnya ke lubang kemaluan Ningsih. Aku bangun dan duduk sambil kupeluk Ningsih untuk duduk berhadap-hadapan dengan tidak membiarkan penisku.
Ningsih duduk di pangkuanku dengan kaki melonjor ke belakang pantatku. Penisku konsisten menancap di vaginanya dan Ningsih jadi menaik-turunkan pantatnya. “Paahh, oggghh… pahh”, sambil melumat bibirku dan menggigitnya. “mmaahh,oogghh, aememmhh… maahh, goyang terusss…, Papah rela keluarrrr.” Ningsih makin lama beraksi menaik turunkan pinggulnya yang bahenol dan putih bersih dan saya pun meladeninya dengan menaik-turunkan pantat dan penisku makin lama kencang juga.
“Pppaahh… Papahh wajib tanggung jawab yaa, kalau Ningsih hamil”, ucapnya di sela-sela nafasnya yang makin lama ngos-ngosan.
“Ningsiha… emmhhggg, sayang Pappaahh… biarin mengandung anak Papaah”, manjanya. Aku mengangguk saja dikarenakan saya benar-benar mencintainya. filmbokepjepang.com
“Paahh… oogghh… emmgghh… Ningsiha mauuu… keluaarrr… oomhh.” “Papahh.. jugaa… sayanggg…. “jawabku sambil telentang agi sedang Ningsih selalu nongkrong berada di atas badanku dan vagina dan juga pantatnya naik turun makin lama cepat melumat habis batang penisku.
“Paahh… Mamahh… oooghh… sssakittt, oooggghh… tapiii.. ennaakk”, saat kubalikkan badannya dan kutancapkan penisku dari belakang. Kugenjot konsisten penisku terlihat masuk lubang kemaluannya sambil kuremas-remas pinggulnya yang mulus dan montok seperti gitar itu, Ningsih makin lama merintih, saya juga makin lama tersengal-sengal menghindar nafasku dan penisku yang makin lama liar. Waktu udah berlangsung kira-kira 50 menit sejak kita masuk kamar. Kuat juga pikirku, mungkin berkat latihan yogaku yang cukup teratur, agar dapat menghindar emosi dan cukup nafas. Aku sesungguhnya rada jago juga di dalam bermain asmara di ranjang.
“Terruusss.. . Paahh… eemmhh… ogghh… Paahh… Paahh, ggghh… Mamahh maaooo keluaarr… oogghh… bareng Paahh.” Kucabut dulu penisku dan Ningsih kuminta untuk telentang kembali dan sesudah itu kutindih kembali dikarenakan saya ingin menatap dan menciumi muka kekasihku saat kita sama-sama ejakulasi. Kutancapkan kembali penisku ke vaginanya yang terlihat makin lama memerah, kujilati dulu lendir-lendir di kemaluannya sampai lumat dan kutelan dengan nikmat. Dia menggeliat,
“Cepat dong masukan kembali penisnya Pah!” dan,
“Bbbleess”, oh nikmat sekali rasanya vagina perawanku tercinta ini. Aku seperti di awang-awang, saling mencintai dan dicintai.
Kugoyang konsisten pantatku makin lama lama makin lama kencang dan penisku terlihat masuk vaginanya dengan gagah, Ningsih konsisten melenguh kenikmatan sambil tangannya memilin-milin puting susuku makin lama mempunyai nikmat. Ningsih makin lama menggila goyangannya mengimbangi terlihat masuk penisku ke vaginanya, penisku jadi disedot-sedot dan dijepit dengan daging lunak yang ngepres sekali. Keringat kita makin lama bercucuran dan makin lama membangkitkan gairah cinta, sesudah itu tiba terhadap puncak gairah cinta dan surga dunia kita yang paling indah, paling berkesan sekali disaksikan laut kidul, dan kita berdua serempak berteriak dan mengejang, “Paahh… Maahh… oogghh… mauuu keluuuarrr.. . ogghh… baarrrreeengg. .. yuuu…, oooghh… sayaang.” Kami sama-sama mengejang, mengerang, merengkuh apa pun yang dapat direngkuh, sebuah klimaks dua manusia yang saling mencintai dan baru dipertemukan, biarpun udah agak telat dikarenakan saya udah berkeluarga.
Sejak itu, saya konsisten memadu kasih kapan dan di mana saja (kebanyakan di luar kota) sampai Ningsih kawin dan terlihat dari perusahaanku. Anak-anaknya adalah anak-anakku juga bahkan wajahnya serupa wajahku dan sering kadang kita tetap bersua memadu kasih dikarenakan kita tidak dapat melupakan saat-saat indah itu. Kapan akan berakhir perselingkuhan ini, kita tidak tahu dikarenakan cinta kita benar-benar mendalam.
Ningsih udah terlihat dari kantor cabang bank yang kupimpin di bilangan Slipi, dikarenakan dia dipaksa kawin dengan seorang laki-laki yang tidak dicintainya. Namun sebagai anak yang patuh serupa orang tua, terpaksa wajib ikuti keinginan orangtuanya dan turut dengan suaminya sehabis itu ke Bandung, dikarenakan suaminya bertugas di kantor pajak Jawa Barat. Sebulan sebelum akan menikah dia kuajak ke Singapore untuk operasi selaput dara, dikarenakan saya tidak ingin Ningsihku mempunyai masalah dengan suaminya terhadap malam pengantinnya. Kami menginap di sebuah hotel di kawasan Orchard Road yang ramai dan penuh pertokoan sepanjang tiga malam dan satu malam lainnya saya menungguinya di Rumah Sakit Elizabeth yang kondang dan segera ditangani oleh dr. Lie Tek Shih, spesialis operasi plastik, kenalan lama saya. Malam sebelum akan operasi selaput dara, kita menumpahkan semua kasih sayang semalam bosan di hotel bintang empat itu, dan malam itu merupakan malam yang ke 24 (karena Ningsih rajin mencatat tiap-tiap pertemuan kami) kita memadu kasih dan terlarut di dalam kebersamaan yang tidak ada tara sejak yang pertama di “Samudera Beach” Pelabuhan Ratu.
“Papah”, Ningsih bersender manja di dadaku di kamar hotel itu.
“Apa sayang?” jawabku sambil mencium rambutnya yang harum.
“Mamah… Mamah nggak rela kawin dan meninggalkan Papah”, rengeknya manja.
“Memangnya kenapa sayang?” jawabku sambil mengusap sayang payudaranya yang putih ranum.
“Mamah nggak cinta serupa calon suami pilihan Bapak, kembali pula Mamah nggak rela meninggalkan Papah sendirian di Jakarta.” Matanya terlihat jadi berkaca-kaca, “Mamah benar-benar sayaang sekali serupa Papah, Mamah cintaa sekali serupa Papah, Mamah tak rela tubuh dan segala punya Mamah dijamah dan dimiliki orang lain selain Papah, achh… kenapa Tuhan mempertemukan kita baru sekarang? sehabis Papah punya isteri dan anak?” Ningsih konsisten bergumam sambil membelai dadaku dan sesekali mempermainkan puting susuku yang makin lama keras.
“Mahh, sudahlah, itu udah diatur dari sananya begitu, kalau dipikir, Papah pun nggak rela kamu dijamah laki-laki lain, Papah tak kuasa membayangkan bagaimana malam pengantinmu nanti, namun sepenuhnya udah akan jadi kenyataan yang tidak mungkin kita robah.” Aku menciumi semua mukanya dengan segenap kasing sayang, seakan kita tidak ingin terpisahkan, air mata kita berlinangan campur jadi satu di dalam kesenduan dan kemesraan yang tak dulu berakhir tiap-tiap kali kita memadu kasih.
“Papaahh, nikmatilah Ningsihmu sepuasmu Pahh, sebelum akan orang lain menjamah tubuhku.” Ningsih menarik tanganku ke buah dadanya dan merebahkan badannya ke kasur empuk sebuah double-bed. Aku beringsut mendekatinya, sambil kurebahkan badanku di samping tubuhnya yang putih mulus dan seksi itu. Kuusap-usap penuh mesra dan kasih sayang buah dadanya yang putih ranum dengan putingnya yang merona merah. Kujulurkan mulut dan lidahku ke puting buah dada kirinya yang menurutnya cepat menyebabkan rangsangan berahinya timbul. filmbokepjepang.com
“Paahh…, gelliii… sayaang… oooggghh, Paahh…, naikin Mamaahh… Paahh…” Matanya merem ayam dan dadanya makin lama turun naik.
“Iyyaa, yaanng…” saya segera menindihi badannya, dan penisku jadi kembali tegang. Tiba-tiba Ningsih membalikkan badannya dan mendadak merenggangkan ke-2 kakiku. Tak sampai satu menit, Ningsih udah mengulum penisku yang makin lama mengeras dan mengkilat kepalanya sampai batangnya amblas semua ke di dalam mulutnya.
“Oogghh, Paahh, udah assiiinnn, Papah udah ngiler nih, namun nikmat kok, Mamah suka?” Aku makin lama merem melek,
“Ogghh, Mmaahh, geellii, sayaang, nikmaatt, ogghh.” Ningsih mengenyot biji pelirku dan menggigit-gigit sayang, sampai saya menggelinjang geli dan nikmat. Ningsih sesungguhnya pintar, hebat, telaten dan cantik. Aku sering kadang tak suka dan tak rela dia nanti ditiduri dan dijamah laki laki lain, biarpun itu suaminya. Aku terpikir untuk menggodanya.
“Mah, apa nanti suamimu juga dijilati begini?” Ningsih berhenti melumat dan menjilat penis dan buah pelirku sejenak. Matanya mendelik dan mencubit pantatku keras sekali.
“Jangan menyakiti hati Mamah ya Pah, Mamah sumpah nggak akan seperti ini, seperti main serupa Papah, biarpun nanti laki laki itu resmi jadi suamiku”, Ningsih iseng mengusap-usap penisku penuh sayang sambil nyerocos lagi.
“Percaya dech pah, Ningsih hanya cinta serupa Papah, paling-paling kalau main nanti serupa dia hanya dikarenakan kewajiban, biar saja kayak gedebong pisang.”
“Benar ya Mah, Papah nggak rela kalau kamu main serupa dia dirasain, konsisten turut goyang dan melenguh, Papah pasti merasakannya” , kataku menimpali.
“Nggak akan sayang, Mamah hanya manja dan nikmati semua kalau ngewe serupa Papah, yakin dech sayang.” Ningsih kembali naik di atas badanku dan penisku konsisten diusap-usapnya dan sesekali dikocoknya sama juga di bagian kepalanya, agar segera tegang dan berdiri perkasa menampakkan otot-ototnya. Ningsih mengangkat sedikit pantatnya ke atas dan menyelipkan penisku yang makin lama perkasa ke lubang kemaluannya yang jadi basah dan licin. Penisku nggak begitu panjang memang, paling kira-kira 15 sentimeter, namun kerasnya seperti besi, dan Ningsih selalu nikmati klimaks dengan benar-benar suka bahkan dapat berkali-kali klimaks di dalam tiap-tiap kali berhubungan denganku. Pantatnya jadi bekerja naik turun dan pantatku juga mengimbanginya dengan menekan-nekan ke atas, agar Ningsih makin lama merem melek keasyikan. “Ppaahh, aagggghh… konsisten teken sayaang… Mamaahh eennnaakk adduuhh Paahh.., oogghh.., Mamaahh, cintaa.. yaangg…” Selalu saja Ningsih nyerocos mulutnya kalau kembali keasyikan vaginanya melumat penisku. Vaginanya jadi kembali menyedot-nyedot penisku dengan “empot ayamnya” yang tak dapat kulupakan.
“mmaahh…. ooogghh… aduuhh, Maahh, nikmaat, sayaang.. teruuuss Maahh, goyaanng.” Aku jadi merasakan kenikmatan yang luar biasa. Kuremas-remas buah dada dan putingnya, sampai dia kegelian dan makin lama kencang menaik-turunkan pantatnya, sampai bunyi gesekan penis dan vaginanya makin lama terdengar. Ningsih membalikkan badannya dan membelakangiku namun dengan posisi selalu di atas tubuhku tanpa mengeluarkan penisku dari kemaluannya. Aku paling bernafsu kalau melihat pantat Ningsih yang putih mulus dan bahenol turun naik di depan mataku sambil vaginanya konsisten menghisap-hisap batang penisku sampai amblas sepenuhnya ke basic kemaluannya. Tiba-tiba, “Pppaahh, oggghh, Papaahh, Mamahh maooo keluaarr…. ooghh… Papaahh… aa.. aa… aagghh aaggghh, Mamaahh duluaannn Pahh….” Ningsih terkulai lemas sambil menyubit keras pantatku dan berbalik kembali menindih tubuhku, sambil memegang penisku yang tetap berdiri tegak dan belepotan lendirnya. “Bandel nich… ayo cepeten masukin lagi, Mamah yang di bawah!” perintahnya manja sambil menciumi wajahku. Kedua tubuh kita mandi keringat, rasanya suka sekali tiap-tiap bersetubuh dengan Ningsihku sayang.
Aku tersenyum puas, saya sesungguhnya nggak egois, biar Ningsihku dulu yang terkulai lemas nikmati klimaksnya, saya dapat menyusul sesudah itu dan Ningsih selalu melayaniku dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Kubalikkan tubuhnya, kujilati dengan kulumat lendir-lendir di vaginanya, kujilat, kugigit sayang klitoris dan vaginanya, dia menggelinjang kegelian. Kutelan semua lendir Ningsihku, waktu itu penisku tetap berdiri tegak.
“Cepat masukin penisnya sayang, Mamah rela bobo nich.., lemas, ngantuk”, kicaunya. Setelah kubersihkan vaginanya dengan handuk kecil, kumasukkan kembali penisku, aduh ternyata lubang vaginanya menyempit kering lagi, menaikkan nikmat jadi di penisku.
“Mmaahh, eennaak… Maahh, oogghh, sempit kembali Maahh…” sambil konsisten kutekan ke atas dan ke bawah penisku.
Aku sedikit mengangkat badanku tanpa mencabut penisku yang terbenam penuh di vagina Ningsih, sesudah itu kaki kanan Ningsih kuangkat ke atas dan saya duduk setengah badan dengan tumpuan ke-2 dengkulku. Ningsih memiringkan sedikit badannya dengan posisi kaki kanannya kuangkat ke atas. Dengan posisi demikian, kusodok konsisten penisku ke luar dan ke di dalam lubang vaginanya yang merah basah. Ningsih jadi melenguh kembali dan saya makin lama bernafsu menusukkan penisku sampai basic vaginanya. “Ooggghh, Maahh, ooogghh.. nikmat sekali sayang”, lenguhku sambil memejamkan mataku merasakan kenikmatan vagina Ningsih yang menyut-menyut dan menyedot-nyedot. “Paahh.. Mamah enaak lagi, ooogghh… Paahh”, dia jadi melenguh kembali keenakan. Aku makin lama bersemangat menusukkan penisku yang makin lama tegang dan rasanya air maniku udah naik ke ujung penisku untuk kusemburkan di di dalam kemaluan Ningsih yang hangat membara. Kubalikkan tubuhnya agar tengkurap dan dengan bersender terhadap ke-2 dengkulnya saya rela bersenggama dengan doggy style, agar penisku dapat kutusukkan ke vaginanya dari belakang sambil melihat pinggul dan pantatnya yang putih dan indah. Dalam posisi senggama menungging begitu, saya dan Ningsih merasakan kenikmatan yang benar-benar sempurna dan dahsyat. Apalagi saya merasakan lubang vaginanya makin lama sempit menjepit batang penisku dan sedotannya makin lama menjadi-jadi. “Paahh… teruuuss genjoott.. Paahh…” Ningsih jadi mengerang kembali keenakan dan pantatnya makin lama mundur maju agar lubang vaginanya terlihat tahu melahap semua batang penisku. “Blleesss, shhoottt… bleesss… srooottt, sreett crreeckkk… ” gesekan penisku dan vaginanya makin lama asyik terdengar bercampur lenguhan yang makin lama nyaring dari dua anak manusia yang saling dilanda cinta.
“Maahh, ooggghh… adduuuhh, Yaangg… emghh, Papah enaakk, ooghh!” saya tergoncang-goncang dan dengkulku makin lama lemas menghindar kenikmatan dan nafsuku yang makin lama menggelegak. Sementara itu keringatku makin lama bercucuran membasahi kasur biarpun AC cukup dingin di kamar hotel itu. filmbokepjepang.com
“Paahh, ooogghh, teruuusss tusuuk Paahh…” Ningsih merintih-rintih ke asyikan, kelihatannya akan klimaks lagi. Rupanya Ningsih nggak rela tahu kalau posisi persetubuhan waktu itu akan berakhir 2-1 untuk kemenanganku, dan entah akan menghasilkan skor berapa sampai pagi hari nanti, soalnya mumpung ketemu sebelum akan dia dikawinkan. Ningsih memintaku untuk telentang kembali dan waktu dia berada jongkok di depanku, agar vaginanya yang merah basah sampai ke bulu-bulunya terlihat tahu di depan mataku. Aku memberi kode agar Ningsih mendekatkan vaginanya ke mukaku. Sesaat sesudah itu vaginanya udah ditindihkan di mulutku dan kulumat habis cairan asin bercampur manis yang tersedia di selangkangan dan mulut vagina dan bulunya. Kujilati habis dan kutelan dalam-dalam. Ningsih melenguh keasyikan sambil menggoyangkan pinggulnya ke atas ke bawah dan membenamkan vaginanya ke mukaku.
“Paahh…, ooghh, Paahh…, nikmaatt, yaangg… teruusss, aduuuhh…, ooggghh, eemmhh, gilaa…, emmhh”, jadi ramai kembali dia dengan lenguhannya yang makin lama menaikkan semangatku untuk konsisten melumat, menjilat, menggigit-gigit kecil kemaluan dan klitorisnya, lidahku konsisten menggapai-gapai ke di dalam kemaluannya dan sesekali menjilat lubang pantatnya, agar dia menggeliat dan melenguh keenakan. Lenguhan Ningsih kalau tengah senggama itu tak dapat kulupakan sampai waktu ini.
Ningsihku adalah isteriku yang sesungguhnya, biarpun secara resmi tidak dapat dilaksanakan dikarenakan keadaan kita masing-masing. Terkadang kita bingung apakah cinta kasih kita akan konsisten tanpa akhir sampai takdir memisahkan kita berdua? Ningsih kembali kuminta celentang, dikarenakan udah kebiasaanku kalau saya klimaks wajib melihat wajahnya dan mendengar lenguhannya di depan mataku, dan rasanya semua perasaan cintaku dan spermaku tumpah ruah di di dalam vaginanya kalau saya ejakulasi sambil berada di atas tubuhnya yang mulus montok, sering kadang sambil meremah buah dadanya yang putih padat.
Kumasukkan kembali segera penisku yang sekeras besi dan berwarna coklat mengkilap itu kelubang vaginanya, “Blleeeessss. ” Aku udah tak tahan kembali menghindar gumpalan spermaku di ujung penisku. Kugenjot penisku terlihat masuk vaginanya sampai ke ujung batang penisku, agar rambut kemaluan kita jadi bergesekan menyebabkan makin lama geli dan nikmat rasanya. Kuangkat kaki kanan Ningsih ke atas, agar saya makin lama ringan dan bernafsu memaju mundurkan pinggulku dan penisku, Ningsih meringis dan melenguh keenakan. “Paahh… teruuss Paahh… oogghh, penis Papah eaakk… ooggghh, eeemmhh… emmhh… aduuuhh.” Keringat kita makin lama bercucuran membasahi sprei, masa bodoh udah bayar mahal ini. Aku makin lama bernafsu menyodok dan menarik batang penisku dari vagina Ningsih yang makin lama licin namun selalu sempit seperti perawan.
“Oooggghh… Maahh… ooggghh… Maahh… turut goyang dong Sayaang…, oooghh… Papaahh maauu keluuuaarr.. .” saya makin lama gila saja dibuatnya, keringat makin lama bercucuran, nikmat dan nikmat sekali tiap-tiap bersetubuh dengan Ningsihku sayang. Air maniku rasanya tinggal tunggu komando saja untuk disemprotkan habis-habisan kelubang vagina Ningsih. “Paahh, aduuuhh, bareng yuuu.. Paahh… Mamah mmoo keluaarr lagi”, Ningsih minta saya menindihnya dan menciumnya. Segera kutimpa dia dari atas sambil melumat mulut, bibir dan lidahnya. “Ooogghh… yuu… baraeeng.. Paahh… aiiaaogghh.. . aduhh.. yuu Maahh.. Paahh…” badan kita saling meregang, berpelukan erat seakan tak rela terlepas lagi. Air maniku kusemprotkan dalam-dalam ke lubang vagina Ningsih, rasanya nggak tersedia kembali tersisa. Kami terkulai lemas di dalam pelukan hangat dan suka sekali. Sesekali penisku kutusukan ke di dalam vaginanya, Ningsih menggelinjang geli dan melenguh “Paahh… udaahh… Mamahh geli…” matanya terpejam puas. Kuciumi dia, kubersihkan kembali vaginanya dengan jilatan lidah dan mulutku, ketimbang manfaatkan handuk. Vaginanya selalu harum, manis dan wangi laksana melati.
Sepulang dari Singapore, saya dan Ningsih tetap selalu bersua di lebih dari satu motel di Jakarta dan kira-kira Botabek. Aku seakan tidak rela membiarkan kekasihku untuk dikawinkan dengan laki laki lain. Tapi sesungguhnya tidak tersedia jalur lain, dikarenakan biarpun Ningsih udah membuktikan keikhlasannya untuk jadi isteri keduaku, namun saya juga benar-benar cinta keluarga terutama anak-anakku yang tetap butuh perhatian. Ningsih benar-benar maklum hal itu, namun dia juga tidak dapat menampik keinginan orangtuanya untuk segera menikah mengingat hal itu bagi seorang wanita adalah sesuatu yang wajib mempunyai kepastian dikarenakan usianya yang makin lama meningkat. Waktu itu Ningsih udah berusia nyaris 26 tahun dan untuk wanita seusia itu pantas untuk segera berumah tangga.
Tanpa jadi hari pernikahan Ningsih udah tinggal tersisa satu bulan lagi, bahkan undangan pesta pernikahan udah jadi dicetak, dan dia membeNingsihhukan saya bahwa resepsi pernikahannya akan diselenggarakan di Balai Kartini. Hatiku makin lama jadi kesepian, dari hari ke hari saya makin lama sentimentil dan sering marah-marah juga kepada Ningsih. Aku begitu tak rela dan rasanya jadi cemburu dan dikalahkan oleh seorang laki-laki lain calon suami Ningsih yang sesungguhnya tidak dia cintai. Tapi itulah sebuah kenyataan pahit yang wajib kutelan. Itulah kebiasaan ketimuran kita, kebiasaan leluhur dan moyang kita. Barangkali kalau saya dan Ningsih hidup di sebuah negara berkebudayaan barat, hal ini tidak bakalan terjadi, dikarenakan Ningsih dapat pilih pilihannya sendiri untuk hidup suka bersamaku di sebuah flat tanpa bisik-bisik tetangga dan handai-taulan di kira-kira kita.
Tanpa jadi pula saya udah menjalin cinta dan berhubungan intim dengan Ningsih nyaris empat tahun lamanya, seperti seperti suami isteri tanpa seorang pun yang tahu dan hebatnya Ningsih tidak sampai mengandung dikarenakan kita manfaatkan cara kalender yang ketat agar kita bersenggama kalau Ningsih di dalam keadaan tidak subur.
Pada suatu sore, Ningsih meneleponku minta diantarkan untuk mengukur gaun pengantinnya di sebuah rumah mode langganannya di kawasan Slipi. Kebetulan saya tengah agak rindu terhadap dia. Kujemput dia di sebuah toko di Blok M seterusnya kita meluncur ke arah Semanggi untuk menuju ke Slipi. Di mobil dia agak diam, tidak seperti biasanya.
“Ning, kok tumben nggak bersuara”, kataku memecah hening.
Dia menatap mukaku perlahan, selalu tanpa senyum. Air matanya terlihat samar di pelupuk matanya.
“Mah, kenapa sayang? kok kelihatannya bersedih”, kataku sekali lagi.
Dia selalu menunduk dan air matanya jadi meluncur menetes di tanganku yang tengah mengelus mukanya.
“Bertambah dekat hari pernikahanku, saya bertambah sedih Pah”, ujarnya.
“Mamah membayangkan malam pengantin yang serupa sekali tidak Mamah menginginkan berlangsung dengan laki laki lain. Sayang sekali kamu udah punya orang lain. Kenapa kita baru dipertemukan sekarang?” Ningsih berceloteh setengah bergumam. Aku jadi iba, sekaligus juga mengasihani diriku yang tidak dapat berbuat banyak untuk membahagiakannya.
Kugenggam tangannya erat-erat seolah tak ingin terlepaskan. Tanpa terasa, mobilku udah memasuki pekarangan rumah mode yang ditunjukan Ningsih. Hampir setengah jam saya tunggu di mobil sambil tiduran, mesin dan pendingin mobilku sengaja tak kumatikan. Laser disk dengan lagu “Love will lead you back” mengalun sayup menaikkan keadaan sendu yang menyelimuti perasaanku. Aku dikejutkan Ningsih yang masuk mobil dan membanting pintunya. Setelah berada di jalur raya kutanya dia rela ke mana kembali dan dia menjawab terserahku. Kuarahkan mobilku kembali ke jembatan Semanggi dan belok kiri ke jalur Jenderal Sudirman dan masuk ke Hotel Sahid. Sementara saya mengurus check-in di Reception Desk, Ningsih menungguku di lobby hotel. Kemudian kita naik lift menuju kamar hotel di lantai dua.
“Pah, Mamah serahkan semuanya untukmu, Mamah cemas sebentar kembali Mamah dipingit, nggak boleh terlihat sendirian lagi, maklum formalitas kuno kejawen tetap ketat.” Tanpa malu-malu kembali dikarenakan kita sesungguhnya udah seperti suami isteri, dia membuka satu persatu baju yang melekat di badannya agar kemontokan tubuhnya yang tak dapat kulupakan terlihat tahu di hadapanku. Tanpa malu-malu pula dia jadi memelorotkan celana panjang sampai celana dalamku, agar batang penisku yang tetap tiduran terbangun. Tanpa menungguku membuka baju dan kaus singlet, Ningsih udah membenamkan batang penisku ke mulutnya dan melumatnya dalam-dalam. Aku jadi merasakan kenikmatan yang luar biasa dan batang penisku jadi mengembang besar dan keras seperti besi.
“Ogghh… Maahh…, isep konsisten yaang oooghh, aduuuuhh… gelli”, saya jadi melenguh nikmat dan Ningsih makin lama cepat mengulum penisku dengan memaju-mundurkan mulutnya, penisku makin lama jadi menegang dan aliran darah jadi panas di batang penisku dan Ningsih makin lama impuls melumat habis batang penisku. “Oggghh, Paahh, enaakkk asiiin.. Paahh.” Wah, batang penisku makin lama jadi senut-senut dan tegang sekali rasanya cairan spermaku udah berkumpul di ujung kepala penisku yang makin lama merah mengkilat dikulum habis Ningsih. Aku minta Ningsih menghentikan hisapannya dulu, kalau tidak rasanya spermaku udah rela muncrat di mulutnya. filmbokepjepang.com
“Ooogghh, Maahh, udah dulu doong, Papaahh moo… keluaar!” Ningsih menuruti eranganku dan beranjak rebah dan telentang di daerah tidur. Aku mengambil nafas dalam-dalam untuk menghindar muncratnya spermaku. Aku turut naik ke daerah tidur dan kutenggelamkan mukaku ke tengah selangkangannya yang mulus putih tidak ada cela pas di depan kemaluannya yang merekah merah. Kujulurkan lidahku untuk sesudah itu dengan meliuk-liuk memainkan kelentitnya, turun ke bawah menjilat sekilas lubang pantatnya. Ningsih melenguh kegelian dan jadi menaik-turunkan pantatnya yang putih dan gempal.
Kutarik ke atas lidahku dan kujilat langit-langit vaginanya yang jadi basah dan jadi manis dan asin. Kutegangkan lidahku agar jadi seperti penis, konsisten kutekan lebih di dalam menyapu langit-langit vagina Ningsih. Ningsih makin lama memundur-majukan pinggulnya agar lidahku menembus lubang vaginanya makin lama dalam. Aku sesungguhnya ingat bahwa hasil operasi selaput daranya tempo hari di Singapore dapat jebol lagi, namun saya tak acuhkan kalau kenikmatan bersenggama dengan Ningsih udah memuncak ke ubun-ubunku. “Paahh… ooghh… wooowww… ooghh.. paahh, konsisten paahh… enaakkk… paahh lidahnya kayaak kontoooll… ” Goyangan pinggul Ningsih makin lama menggila, saya pun jadi impuls membabi buta memainkan lidah dan mulutku melumat habis vagina dan klitorisnya sampai cairan Ningsih makin lama banyak mengalir. Kuhisap dan kutelan habis cairan vagina Ningsih yang asin manis itu agar lubang vaginanya selalu bersih kemerahan. Ningsih konsisten menyodok-nyodokkan vaginanya ke mukaku agar lidahku terbenam makin lama di dalam di lubang vaginanya, sampai jadi jadi pegal rasanya lidahku konsisten kutegangkan seperti penis. “Paahh… udah naik sayaang, Mamah udah nggak tahan, masukkan penisnya sayang.” Ningsih menarik tanganku ke atas agar saya segera menaikkan badanku di atas badannya.
Penisku sesungguhnya udah jadi panas dan tegang sekali. Ningsih tak sabar memegang penisku dan menuntunnya ke lubang vaginanya yang udah basah dikarenakan lendir kemaluan bercampur ludahku. Maka “bleeess”, “Ogghh… Paahh… tekan konsisten sayaang, Mamah udaahh rinduu… oogghh emmgghh… Paah… konsisten goyaag sayaang…. ooghh..” Pantat Ningsih jadi bergerak naik turun dengan liar dan penisku sebentar masuk sebentar terlihat dari lubang vaginanya yang menyedot-nyedot lagi. Kunaikkan kaki kanannya dan dengan posisi setengah miring dan posisiku setengan duduk saya sodok vagina Ningsih dari belakang. Aku makin lama bernafsu kalau melihat pantat dan pinggul Ningsih yang putih. Penisku makin lama ganas dan tegang menyodok mantap vaginanya dari belakang.
Ningsih membalikkan tubuhnya agar menungging membelakangiku dan penisku tak kucabut dari vaginanya. “Paahh.. teruuss dooong, Mamaah nikmaa… ogghh… teruuusss… sodoook sayaang… ogghh… Paahh…. aaoggghh… uuuggghh…” Pantatnya makin lama menggila mundur maju dan saya pun makin lama menggila menyodokkan penisku sampai rasanya rela patah. Memang tiap-tiap senggama serupa Ningsih rasanya habis-habisan. Kutumpahkan semua kapabilitas dan keperkasaanku untuk membahagiakan Ningsihku. Dia pun demikian, tidak tersedia yang tersisakan kalau kita bersenggama. Harus habis-habisan agar puas. Keringat kita membanjiri sprei hotel seperti habis mandi.
“Mmaahh… oooghh, teruuusss goyaang… oooggghh.. Maahh… Papaahh mooo keluaarr… gila Maahh… vaginanyaa.. . oooghh… nikmaat… sekalii…” Aku jadi ribut dan Ningsih melenguh makin lama panjang. Mungkin tamu kamar sebelah mendengar lengkingan dan lenguhan kami.
Masa bodoh! “Pahh… emmghh… oogghh… Paapaahh… adduuuhh.. Paahh… adduuhh… Mamaahh… mmooo kelluuaarr.. . emmggg… addduhh… Paahh aduuhh… Paahh… adduuhh”, Kugenjot konsisten penisku terlihat masuk, vagina Ningsih yang makin lama banjir dengan cairan vaginanya, konsisten kugenjot penisku sampai pegel saya tak peduli. Keringat kita konsisten membanjiri sprei.
Kuminta Ningsih telentang kembali dikarenakan dengkulku jadi lemas. Dia tersenyum sambil selalu memejamkan matanya. Oh, cantiknya bidadariku, rasanya ingin kukeluarkan semua isikan penisku untuknya. Ningsih baru tahu bahwa hasil operasi selaput daranya mungkin jebol lagi. Ningsih bilang masa bodoh, yang mutlak sepenuhnya udah diberikan membuat Papah. Biar saja suaminya ragu atau marah atau bahkan kalau rela cerai sekalipun kalau tahu dia nggak perawan lagi. Kali ini kita nggak tunggu waktu saat Ningsih tengah tidak subur, dikarenakan Ningsih ingin mengandung anakku dan orang tidak akan ragu dikarenakan Ningsih akan punya suami. Memang kasihan nasib suami Ningsih nanti, namun bukan tidak benar kita dikarenakan dia merebut cinta kami, ya kan ?
“Cepat pah masukan kembali ach… jangan mikirin orang lain!” Tuh kan betapa dia nggak ambil acuhkan perihal hari pernikahannya dan calon suaminya, dikarenakan bagi dia akulah suami sesungguhnya di dalam hati sanubarinya. Bleess…, “Ooogghh… Paahh, enaak… Paahh… aaoogghh.. uuhhgg.. uuughh… genjot konsisten Paah”, Aku tekan penisku sekuat-kuatnya sampai tembus sepenuhnya ke lubang paling di dalam vaginanya sampai jadi mentok. “Ooogghh… mmaahh… nikmaattt… istrikuu… sayaangg… oooggghh… aagghh… eemmgghh…” saya setengah berdiri kembali dengan tumpuan ke dua dengkulku dan kurenggangkan ke-2 kaki Ningsih, kusodokkan konsisten penisku terlihat masuk vaginanya, bleeesss… sreeett… blleeess… sreeet…, vaginanya menyebabkan nada yang makin lama memancing gairah kita berdua. Ningsih memejamkan dan mengigit-gigit bibirnya dan mencakar-cakar punggung dan tanganku saat jadi meregang.
“Ooooggghh.. . Paappaahh… emmggg… ooggghh… aduuuhh… Mamaah moo keeluuuuarr. . oooghh.. Paahh… teruuuss… saayyaang, keluuaarriiinn barreenng oogghh”,
“Hayyyoo… Maahh… oogghh… hayoo… baarr… ooghh… reenng… Maahh… ooooghh”, teriakanku tak kalah serunya. Kami menggelepar, meregang, mengejang bersama-sama, serasa nafasku rela copot dan Ningsih melenguh panjang sambil merasakan cairan air maniku tertumpah ruah di lubang kemaluannya, jadi nikmat dan hangat katanya. Biasanya sehabis merasakan klimaks yang benar-benar dahsyat Ningsih selalu memukul dan mencubit sayang badanku, konsisten kelelahan rela tidur agar terbaring lunglai dengan keringat bercucuran. Aku selalu memeluk dan menciumi keningnya, hidungnya, mulutnya, rambutnya sampai ke pantatnya, biasanya dia menggelinjang dan marah-marah dikarenakan geli. Jika Ningsih udah terpuaskan dan tertidur, saya rasanya laki laki yang benar-benar berbahagia di dunia ini. Sekian dulu (Akan kusambung sehabis Ningsih kawin seminggu, jadi seru deh!).
Telah seminggu Ningsih menikah dengan laki-laki pilihan orangtuanya. Resepsi pernikahannya di Balai Kartini cukup meriah, dan saya mampir dengan isteriku untuk mengemukakan selamat. Ketika saya menyalaminya, dia tertegun dan jadi agak kikuk dan serba salah, saya pun merasakan hal yang sama. “Terima kasih ya Pak”, katanya nyaris tak terdengar. Di hatiku berkecamuk seribu macam pikiran, namun kuusahakan untuk selalu wajar. Ningsihku begitu cantik dan anggun dengan baju pengantinnya. Aku membayangkan bahwa sebentar kembali Ningsih kekasihku, isteriku, yang lebih dari satu tahun udah memadu cinta denganku akan jadi isteri orang.
Meskipun kutahu bahwa dia selalu mencintaiku, namun secara resmi dia akan jadi isteri orang lain, pasti tidak akan sebebas dulu saat dia tetap single. Sebentar kembali Ningsih akan tidur berdua-duaan dengan laki laki lain, mungkin untuk selamanya, dikarenakan saya pun tak ingin dia jadi janda dan kalau Ningsih jadi janda pasti akan jadi gunjingan orang. Tidak, saya tak rela Ningsihku jadi gunjingan orang. Sekilas saya berpikir untuk mengakhiri saja hubunganku dengan Ningsih, dikarenakan dia udah jadi isteri orang, namun apakah dapat semudah itu saya melupakannya? Dunia rasanya sepi dan kejam, dan saya melangkah gontai meninggalkan pesta perkawinannya yang tetap penuh tawa dan canda teman-teman dan keluarganya.
Beberapa hari sehabis pernikahannya saya membenamkan diri dengan pekerjaanku, siang dan malam kusibukkan diriku dengan pekerjaan dan mengurus anak-anaku. Aku tak rela membayangkan, dan sesungguhnya tak dapat membayangkan tengah apa Ningsih lebih dari satu hari sehabis pernikahannya. Aku cemburu, marah, masgul, gundah kalau membayangkan dirinya tengah bersenang-senang dengan suaminya yang tentunya udah tak sabar ingin nikmati kemontokan dan kemulusan tubuh Ningsih, yang udah resmi jadi isterinya. Aku membayangkan Ningsih telanjang bulat dengan suaminya, manja, bersenggama bebas tanpa kuatir oleh siapapun dan melenguh mesra seperti saat bersenggama denganku.
Tiba-tiba saya benar-benar benci padanya, saya berasumsi Ningsih nggak setia padaku, Ningsih udah mengkhianati cintaku, buktinya dia rela saja digilir oleh laki laki lain. Apakah itu yang namanya cinta dan kesetiaan? Aku bertekad untuk menjauhinya jadi sekarang, dan saya tak akan menerima teleponnya. Ningsih sesungguhnya berjanji akan meneleponku paling lambat satu minggu sehabis dia menikah dan sebelum akan turut suaminya pindah ke Bandung.
Tidak! saya tak akan menerimanya kalau dia meneleponku, biar dia tahu rasa, saya tak rela bekas orang lain. Benar saja, terhadap hari kelima sehabis kawin dia meneleponku.
“Pak, tersedia telepon”, kata sekretarisku yang baru, pengganti Ningsih.
Anehnya, biarpun dia berparas lumayan, saya tak tertarik serupa sekali dengan sekretaris baruku itu. Aku sesungguhnya bukan style “hidung belang” yang hanya rela iseng bercumbu dengan perempuan. Aku hanya jatuh hati dua kali seumur hidupku, kepada isteriku dan kepada Ningsih.
“Pak, kok melamun, tersedia telpon dari Ibu Ningsih, katanya bekas sekretaris bapak”, sekretaris baruku kembali mengagetkan lamunanku.
“Ooh.. ya… ya.. sebentar Reni…, emh.. dari siapa? Ningsih? bilang saja Bapak tengah ke luar kantor ya!” saya mengajari dia bohong.
“Lho, Pak, kenapa? kan kasihan Pak, katanya mutlak sekali, dan besok Ibu Ningsih rela pindah ke Bandung”
Reni, sekretaris baruku itu jadi mendesakku untuk menerima saja telpon Ningsih itu. Aku sejenak jadi bingung, saya rasanya tetap benci namun juga benar-benar rindu serupa Ningsih, bahkan kata Reni besok akan jadi pindah ikuti suaminya yang bekerja di Bandung.
Setelah berfikir sejenak… “OK, Reni, sambungkan ke sini!” dan saya agak gugup untuk kembali berkata dengan Ningsih, untuk kembali mendengar suaranya, Ningsih yang sekarang udah jadi isteri orang lain.
“Hallooo…, siapa nich?”, kataku agak malas.
“Papah, ini Ningsih Pah, Papah kok gitu sih?” jawab Ningsih di ujung sana.
“Oh, Nyonya Prayogo, saya kira Ningsih Prameswara kawanku”, kataku menggoda.
“Nggak lucu ah…, Mamah sekarang tanya serius, apa Papah rela nemui Mamah nggak sebelum akan besok Mamah pindah ke Bandung?”, jawabnya kembali setengah mengancam. Aku bingung juga ditanya begitu, dikarenakan jauh di di dalam hatiku sesungguhnya saya rindu berat serupa Ningsih, namun kebencian dan kekesalan tetap melekat erat di benakku.
Beberapa jenak, saya nggak dapat menjawab sampai Ningsih nyerocos lagi.
“Mamah ngerti, Papah tetap kesal dan benci serupa Mamah, namun kamu kan udah sepakat kalau Mamah terpaksa wajib kawin, demi kebaikan jalinan kita dan demi memelihara nama baikmu juga. Papah, dengar! Mamah udah seminggu nggak menstruasi kembali sampai sekarang. Ingat jalinan kita di Hotel Sahid paling akhir kali? Sudahlah, nanti Mamah ceNingsihkan lebih lengkap, sekarang rela nggak jemput Mamah di toko biasa di Blok M? Soalnya mumpung si Yudi pulang agak larut malam” Nama suaminya sesungguhnya Yudi Prayogo dan hanya selisih dua tahun dengan Ningsih, katanya sih ketemu di kursus Inggris LIA.
Hatiku jadi melunak mendengar pengakuannya dan dan juga merta saya menyetujui untuk menjemputnya di Blok M. Aku memarkir mobilku di daerah parkir yang agak memojok dan sepi, maklum kita wajib makin lama berhati-hati, dikarenakan Ningsih udah jadi isteri orang. Ningsih segera hafal melihat mobilku dan sehabis Ningsih duduk di sampingku, segera kukebut kembali terlihat Blok M menuju ke utara melewati Sisingamangaraja, Sudirman, naik jembatan Semanggi konsisten memutar ke jalur Jenderal Subroto dan dengan cepat masuk ke halaman parkir Hotel Kartika Chandra. Ningsih terlihat lebih cantik, sedikit gemuk dan jadi bersih dan putih mukanya. Rambut dan bulu-bulu halus di kira-kira jidatnya terlihat hilang, mungkin dikarenakan dikerok oleh perias pengantinnya.
Dia mengenakan celana panjang merah dan T-Shirt putih kembang-kembang ditutupi blazer warna hitam. Terlihat serasi dengan kulitnya yang putih bersih. Banyak yang nyangka dia keturunan Tionghoa, padahal Jatul. Tahu jatul? Jatul itu “Jowo Tenan” atau “Jawa Tulen”. Ibunya dari Purwokerto dan bapaknya dari Surakarta , katanya sih tetap kerabat Kesultanan Surakarta, tetap trah segera Raja Paku Bowono. Setelah check-in sebentar, saya udah berdua-dua dengan Ningsih di kamar hotel, dan untuk pertama kalinya saya berduaan dengan isteri orang. Ada perasaan berdosa menyelinap di hatiku. Tapi sepenuhnya jadi hilang dikarenakan betapa besarnya cintaku terhadap Ningsih. Juga sebaliknya, kalau Ningsih tak mencintaiku, mana mungkin dia beReni bersua dengan laki laki lain padahal dia baru kawin lima hari lalu?
“Papah, Ningsih tengah mengandung janin anakmu, biasanya tanggal lima minggu selanjutnya Mamah menstruasi ternyata nggak terlihat sampai sekarang”, Ningsih menambahkan keterangannya tadi di telepon, dan saya makin lama cinta dan sayang rasanya. Tapi selalu saja ingin menggodanya dan mengetes cintanya padaku.
“Oh, ya, nyaris lupa, gimana dong bulan madunya kemarin, ceNingsihin dong Ning! pasti seru dan rame dengan lenguhan. Dan apa suamimu nggak ribut tanya perawanmu kaya Farid Hardja?” Ningsih mendelikkan matanya dan mencubit pahaku keras sekali.
“Percaya atau tidak terserah Papah, yang pasti nggak tersedia lenguhan, nggak tersedia goyangan, sama juga kaya gedebong pisang. Si Yudi sesungguhnya sempat marah-marah dikarenakan mungkin Mamah ternyata begitu dingin dan nggak gairah. Tapi sesungguhnya nggak dapat dipaksakan. Mamah hanya bergairah kalau bersenggama dengan Papah. Dia nggak nanya tuh, kenapa nggak tersedia darah perawan Mamah di sprei, ah.. sudah.. sudah! nggak usah tanya gitu-gituan lagi. Nanti jadi berantem terus. Pokoknya Mamah sayaang benar serupa Papah, nggak tersedia duanya deh”.
Seperti dapat dia jadi mencopoti pakaianku satu persatu, sampai CD-ku dia pelorotin juga. Begitu di membuka CD-ku, penisku segera bergerak liar dan setengah tegang begitu tersentuh tangan halus Ningsih. Tak buang waktu lama, Ningsih melemparkan semua pakaiannya ke lantai karpet sampai terlihat bodinya yang seksi, putih mulus dengan puting susu yang makin lama ranum. Mungkin dampak dari kehamilannya biarpun baru lebih dari satu hari mengandung anakku. Penisku yang tetap setengah tertidur segera dikulumnya ke di dalam mulutnya dan dihisapnya dalam-dalam, padahal saya tetap berdiri seperti patung dengan bersandar ke tembok. Dengan ganas dia menghisap, menggigit dan menyedot penisku dalam-dalam sampai penisku mentok ke langit-langit mulutnya. Tak lama penisku segera tegang dan memerah dan mengkilap bercampur ludahnya.
“Ooooggghh.. . Maahh…. konsisten Maahh… jilaat…. ooogghh…” Aku jadi terangsang dan kenikmatan tiap-tiap penisku dihisapnya. Ningsih sesungguhnya suka sekali menjilat dan menghisap penisku, namun saat kutanya apakah dia juga menghisap penis suaminya, dia bilang amit-amit, nggak nafsu katanya. Mulut Ningsih pindah menghisap dan menjilat penisku, dia juga suka menggigit-gigit dua bakso penisku, sampai saya kesakitan campur geli dan nikmat bukan kepalang. “Ooooghh… Maahh… jangan digigit, Papah sakiiittt”. Aku minta Ningsih berhenti dulu mengulum batang penisku, saya juga udah rindu untuk menjilat vagina dan klitorisnya. Kuminta Ningsih tiduran di tepi daerah tidur empuk itu dengan kaki terjuntai ke bawah, dengan begitu saya dapat duduk di tengah-tengah selangkangannya. Vagina dan klitorisnya terlihat tahu kalau begitu. Oh, begitu indah dengan warna merah jambu klitoris dan lubang vaginanya terlihat tahu di hadapan mukaku. Kujilat dengkul dan pahanya, konsisten merayap kujilati selangkangannya yang mulus, sesekali kujilatkan lidahku ke lubang pantat, klitoris dan lubang vaginanya, Ningsih melenguh-lenguh tertahan. “Oooghh, Papaahh… eeemghh, aduuuhh…, teruuuss… Paahh… oooghh… enaakkk.” Kalau Ningsih udah jadi melenguh begitu saya makin lama bernafsu untuk konsisten menjilat, mengigit dan menyedot-nyedot klitoris dan lubang vaginanya sambil menyedot air maninya yang jadi meleleh terlihat dan lubang vaginanya. Oh, nikmat… manis dan sedikit asin, kaya kuah asinan Bogor . Kukeraskan lidahku agar makin lama tegang dan kutusukkan ke di dalam lubang vaginanya, Ningsih makin lama melenguh keenakan, dikarenakan mungkin lidahku jadi seperti penis menyodok-nyodok makin lama ke di dalam lubang vaginanya. Cairan vaginanya makin lama banyak terlihat dan kuhisap dan kutelan dengan nikmat. Kadang-kadang rambut kemaluan Ningsih tersedia yang putus dan turut termakan. “Paahh…. ooooghh…. Paahh…, enaakkk, teruuuusss.. .. Paahh… ooooggghh… aduuuhh”, Ningsih makin lama ramai, mungkin suaranya terdengar tamu di sebelah atau room-boy yang tengah lewat. Kujilatkan lidahku ke lubang pantatnya berkali-kali Ningsih bergelinjang kegelian. “Papaahh… geliiii…” penisku menggesek pahanya yang mulus agar makin lama tegang. “Paahh… penisnya geli tuch di paha Mamah, udahan dulu ngisepnya sayang…., kesini deh, cium Mamah dan masukin penisnya.”
Kuhentikan jilatan lidahku, sesungguhnya udah jadi pegal juga menegangkan lidahku nyaris seperempat jam. Kugeserkan badanku ke atas, sejajar dengan tubuh Ningsih dan sambil kulumat mulutnya dalam-dalam kugesekan penisku ke vaginanya yang basah, oh… betapa nikmatnya. Kukulum dan kugigit lidahnya. Ningsih menjeNing tertahan, sesudah itu kujulurkan juga lidahku dan dia balas menggigit lidahku dengan bernafsu. Aku gantian teriak, sampai terlihat sedikit air mata. Untung kenang-kenangan kalau Ningsih di Bandung katanya. Kujilati kupingnya, jidatnya, hidungnya, matanya sampai Ningsih menggelinjang- gelinjang saat kujilati dan kugigit kupingnya. “Tuuuuhh.. Paah lihat, sampai merinding, “katanya manja. “Paahh, masukin penisnya Paahh, Mamah udah rinduuu.”
Ningsih melenguh manja. Ningsih merenggangkan selangkangannya untuk membuka lubang vaginanya lebih lebar lagi. Penisku yang jadi keras nyasar-nyasar di lubang vaginanya sehabis menembus bulu-bulu vaginanya yang jadi basah dan “Bleesssss.. .” Ningsih berteriak keenakan sambil menggigit bibirku. “Paahh…, ooogghh…, pelaan pelaannn… doongg.” Matanya terpejam, nafasnya yang harum dan bau mulutnya yang wangi masuk semua terhirup oleh hidungku. Kutarik dan kutekan penisku makin lama kuat dan sering, keringatku makin lama bercucuran, mungkin berkat bir hitam cap kucing yang kuminum sebelum akan bermain dengan Ningsih tadi. Ningsih juga makin lama mengencangkan goyangan pinggul dan pantatnya turun naik sampai saya merasakan kepala penisku mentok di ujung lubang vaginanya. “Paappaahh.. .. ooogghh… teruuusss, cumbu Mamaah Paahh…, Mamaahh cintaa, Mamaahh.. sayyy… oooghh.. aduuhh… aanggg.” Ningsih makin lama ramai mengerang dan melenguh tak acuhkan suaranya akan didengar orang. Kuminta Ningsih menungging sehabis kucabut penisku. Ningsih menurut dan wow! saya selalu makin lama bernafsu kalau melihat pantat dan pinggul Ningsih yang mulus dan seksi. Sambil sehabis jongkok, saya menyodokan penisku dari belakang sehabis membuka lubang vaginanya sedikit dengan tanganku dan, “Bleeeeezzzz” , Ningsih berteriak keenakan. “aaggghh, oooghh… Paahh… konsisten genjot Paahh… wooowww… enaakkk Paahh…” saya makin lama mengencangkan sodokan penisku. Ningsih melenguh, merintih dan teriak-teriak kecil waktu itu keringat kita makin lama bercucuran membasahi seprei. Aku merasakan kenikmatan yang luar biasa tiap-tiap mempraktekkan berhubungan badan dengan tipe “doggy style” agar spermaku jadi meleleh keluar, makin lama meramaikan bunyi gesekan penisku dengan vagina Ningsih. Ningsih makin lama menunggingkan pantatnya agar penisku makin lama amblas di di dalam vaginanya. Rasanya air maniku udah mengumpul di kepala penisku tunggu dimuntahkan habis. “Maahh… oooghh…. aduuuhh… Maahh, vaginanya enaakk…, punya Papah yaa sayaang….” Ningsih menjawab sambil merintih “Iyaa… sayaangg, sepenuhnya punya Papaahh.” Kusodokkan penisku makin lama dalam. “Maahh…. adddduuhh… . Papaahh… moooo keluaarr! cabut dulu ya Maahh…” Ningsih sepakat dan segera telentang kembali. Aku segera menggumulinya dari atas badannya, kulumat pentil buah dadanya. Ningsih kenikmatan dan minta penisku segera dimasukan kembali ke vaginanya. Dia minta saya merasakan kenikmatan bersenggama dengannya, sampai nanti bersua kembali di Bandung dengan segala cara. Kumasukan kembali penisku ke vaginanya yang makin lama basah dengan cairan sperma kita yang udah bercampur satu.
“Bleeessszzz, crroockkk… chhooozkk… breesszz… crrrockkk… . bunyinya makin lama gaduh. Ningsih makin lama membabi buta menggoyang dan menaik-turunkan pinggulnya dan saya juga demikian. Kutekan dan kucabut penisku yang panas dan keras ke lubang vaginanya. Ingin rasanya kutumpahkan semua sperma dan spermaku ke lubang vagina dan rahim Ningsih agar anakku makin lama sehat dengan tambahan vitamin dan mineral dari sperma bapaknya. Supaya kegantengan dan kepintarannya juga turun ke anakku yang tersedia di di dalam rahim Ningsih. Tiba-tiba kita merasakan kenikmatan yang benar-benar luar biasa, kita meregang dan melenguh bersama merasakan sorga dunia yang tidak ada taranya, meregang, meremas dan memeluk erat-erat dua badan anak manusia yang saling mencinta dan seakan tak dapat terpisahkan. Ningsih mengejang badannya dan menggigit bibir dan lidahku, pinggulnya terangkat sambil berteriak. “Papaahh…. oooghh… Mamaah… ooghh, keluaar… sayaangg”, sambil mencubit dan mencakar punggungku. filmbokepjepang.com
Mendengar lenguhan dan teriakan ejakulasi Ningsih, saya pun jadi tak tahan menghindar desakan air maniku di kepala penisku dan sambil menghimpit dalam-dalam penisku di vaginanya saya berteriak sambil mengejang, kugigit lidahnya, “Maahh… oooggghh… Papaahh… jugaa….. keeelluuuaarrr. … oooghh…. sayaanggg… . nikmaattt.” Kami tertidur sejenak sambil berpelukan dengan mesra dan tersenyum puas, waktu udah membuktikan jam delapan lewat lima menit, artinya kita bermain sepanjang nyaris dua jam lamanya. Oh, betapa nikmat dan puasnya. Aku memeluk dan menciumi Ningsih erat-erat seolah tak ingin berpisah dengan kekasihku dan isteriku tercinta, dikarenakan besok dia udah akan pindah ke Bandung. Ningsih berjanji untuk membeNingsihhukan nomer telpon rumahnya di Bandung dan saya diminta untuk mampir paling tidak seminggu sekali.
Sudah satu bulan berlalu, sejak pertemuanku paling akhir dengan Ningsih di Jakarta. Aku sering kadang benar-benar rindu dengannya, namun kutahan perasaanku dengan menyibukkan diriku terhadap pekerjaan yang makin lama menumpuk sejak saya mempimpin cabang Slipi. Maklum, para entrepreneur nasabah bank di mana saya bekerja makin lama banyak saja, hal ini dikarenakan kesuksesan marketing-ku. Aku sengaja bekerja all-out siang malam, dengan menjamu langgananku sambil makan malam dan karaoke. Aku ingin melupakan Ningsihku yang sekarang udah jadi isteri orang, namun bayang-bayang kemesraan sepanjang lebih dari satu tahun dengannya seperti suami isteri tak ringan rupanya untuk dilupakan begitu saja. Sekretarisku yang baru sesungguhnya cantik, lebih muda dan menarik, namun anehnya saya serupa sekali tak tertarik dengannya, mungkin sesungguhnya saya bukan style laki laki “play-boy” yang ringan gonta-ganti pasangan. Cintaku udah direbut oleh Ningsih tanpa acuhkan bahwa dia udah jadi isteri orang. Tapi saya tak menyesali pertemuan dengan Ningsih, saya selalu mencintainya dengan sepenuh hati.
Oh, rupanya saya melamun benar-benar lama, agar saya jadi malu saat sekretarisku Reni masuk mempunyai setumpuk dokumen.
“Pak, kok melamun?” sapanya ramah, sambil tersenyum manja.
“Ah, oohh… eng.. nggak.. kok”, kataku tergagap.
“Pak, dokumen-dokumen ini wajib segera ditanda-tangani Bapak, dikarenakan nanti siang Pak Yusuf Pramono akan mengambilnya” , kata Reni lagi.
“Okay, tinggalkan saja dulu, nanti saya panggil kembali kamu sehabis kutandatangani” , kataku datar. Reni menyimpan lebih dari satu map “feasability study” untuk lebih dari satu proyek pabrik konveksi yang mengambil kredit dari bank di mana saya bekerja. Dia terlihat ruanganku dengan lirikan matanya yang makin lama manja. Ah, boleh juga tuh cewek pikirku, bodinya cukup montok, hitam manis dengan buah dada yang terlihat menonjol besar terlihat dari blousenya. Tapi tiap-tiap saya kepingin iseng-iseng menggoda Reni bayangan muka Ningsih selalu berkelebat di depan mataku, seakan mengingatkan janji dan kesetiaanku. Ah, kamu rela menang sendiri Ning! gumamku di dalam hati, sedang kamu nikmat-enakan dengan suamimu. Aku selalu membayangkan Ningsih telanjang bulat tiap-tiap malam dengan suaminya dan bermain cinta di ranjang berdua, tanpa kuatir ketahuan orang, tanpa kuatir diganggu orang dikarenakan sesungguhnya suami-isteri sah dan lupa terhadap diriku. Kemudian terhadap akhir klimaks-nya Ningsih melenguh dan meregang sambil memuji sayang suaminya, serupa seperti dilakukannya padaku. “Uuh! kamu sesungguhnya nggak setia Ningsih! kamu tega meninggalkan saya sendirian di Jakarta , sedang kamu nikmat-enakan tiap malam ngentot dengan suamimu. Kamu bilang nggak cinta, namun lama lama kamu suka juga dimasukin penisnya! Brengsek kamu Ningsih!!! dan bodohnya saya selalu saja setia tunggu barang bekasan laki laki lain.”
Sekretarisku masuk kembali ke area kerjaku, tersedia apa pikirku, belum dipanggil kok masuk lagi. Jangan-jangan dia sesungguhnya udah kegatelan rela kucumbu. Aku udah mempunyai asumsi buruk untuk menggodanya untuk menyembuhkan kekesalanku terhadap Ningsih dan saya nyaris yakin bahwa dia pun pasti ingin saya berbuat sesuatu yang mengasyikan padanya.
“Ada apa lagi?” kataku pura-pura selalu berwibawa seperti biasanya.
“Anu, Pak.. tersedia telpon dari Ibu Ningsih, Bandung!” katanya mengandung curiga. “Hah, Ningsih! Ada apa kembali dia, rela ceNingsih asyik-masyuk pengantin barunya dengan si Yudi itu?” pikirku di dalam hati. “Cepat, sambungin ke sini!” jawabku cepat dan spontan. Heran, tiap-tiap kudengar nama dia, bahkan akan mendengar suaranya sehabis nyaris sebulan tidak ketemu, kebencian dan cemburuku terhadap suaminya seperti mendadak hilang tak berbekas. Sekretarisku bergegas terlihat kembali untuk menyambungkan saluran telpon dari Ningsih, terlihat raut mukanya agak ditekuk. Aku yakin dia nggak begitu suka kalau Ningsih telepon, mungkin juga cemburu, dikarenakan dia tahu saya punya jalinan khusus dengan bekas sekretarisku itu.
“Hallo, Papah, ini Mamah, apa khabar sayang?” nada Ningsih di seberang sana terdengan merdu di kupingku.
“Baik saja kok, kamu gimana?” kataku datar.
“Pah, Mamah benar-benar rindu deh, kapan Papah rela ke Bandung?” jawabnya lagi.
Tiba-tiba timbul pikiranku untuk menggodanya, sekaligus menumpahkan kekesalan dan kecemburuanku.
“Ah, masa sih kamu kangen saya, kan tiap malam tersedia teman sekasur, nikmat lagi, nggak kuatir ketahuan orang, tiap jam, tiap waktu rela mainkan tinggal membuka celananya, penisnya gede lagi, pasti kamu melenguh keenakan!” jawabku nyerocos seenaknya dan rasanya plong hatiku sehabis mengatakannya.
“Papah, kok gitu sih? Papah jahat deh, Mamah nggak nyangka Papah berkata begitu, padahal tiap-tiap detik, tiap-tiap hari Mamah rindu padamu!” ungkapnya dengan nada agak tinggi. Aku terdiam, nggak tahu rela ngomong apa lagi.
“Pah, kamu tetap rela denger Mamah nggak?” Ningsih berkata lagi.
“Pah, Mamah interlokal nih, jadi wajib menghemat, Mamah kan isteri pegawai kecil, wajib ngiNing, tetap rela dengar nggak?”
“Iya, iya, saya tetap dengar kok, konsisten saja ngomong, saya dengerin”, kataku sekenanya.
“Papah kok gitu sih, Papah kelihatannya nggak rindu serupa Mamah? ya sudah, Mamah tutup teleponnya ya!” serunya jadi emosi. Aku tetap saja rela menggodanya, rasanya kesal dan cemburuku belum hilang betul.
“silakan, memangnya siapa yang telpon duluan?” lanjutku lagi.
“Oh, gitu ya, kamu sesungguhnya egois, kamu nggak rela ngerti, rela menang sendiri, kamu selalu mengungkit perkawinanku, padahal sepenuhnya berlangsung bukan dikarenakan mauku. Kenapa dulu Papah nggak beReni mengawini Mamah? Jawabnya dikarenakan Papah udah punya anak, isteri dan kedudukan tinggi. Apakah itu bukan egois namanya? Tapi Mamah selalu menyintaimu dengan sepenuh hati, apa Papah pikir Mamah juga nggak cemburu, bertahun-tahun mencintai laki-laki yang udah jadi suami orang? Apa Mamah wajib jadi perawan tua dan hanya selingan kamu?”
Terdengar suaranya jadi keras dan terbata-bata, mungkin menghindar tangis.
“Ya sudah, Mamah nggak bakalan telpon Papah lagi, biarlah Mamah menjamin rindu dan mencintai Papah sampai mati, Mamah nggak akan ganggu Papah kembali kalau sesungguhnya udah tidak dibutuhkan! Tapi kamu wajib ingat Pah, bahwa bayi di persentase Mamah adalah anakmu, bayi ini adalah darah dagingmu, kamulah yang membentuk dan menjadikan janin anakmu ini, si Yudi bukan bapaknya yang sesungguhnya, dia nggak tahu bahwa saya udah mengandung benih anakmu saat kawin.”
Ningsih terdengar menutupi kesedihannya dengan omelan panjang yang memerahkan kupingku. Ah, basic perempuan, kalau udah merajuk dan mengamuk, hatiku selalu luluh dengan perasaan cintaku kepadanya, cintaku yang sesungguhnya benar-benar mendalam dan tidak dapat terlupakan, apa-pun yang berlangsung dan bagaimanapun standing Ningsih sekarang yang udah jadi Nyonya Yudi Prayogo. Aku kuatir Ningsih segera menutup teleponnya, makanya segera kularang dia.
“Mah, tunggu! jangan tutup dulu teleponnya, oke…oke… , maafkan Papah, Papah juga rindu, Papah sayang, Papah selalu mencintaimu, kamu dengar itu sayang?” saya menyerocos tak terkendali, menumpahkan perasaanku yang sesungguhnya.
“Ya sudah, tak apa, Mamah selalu memaafkan kamu, sekarang catat nomer telpon Mamah dan Mamah tunggu kamu di Bandung segera kalau Papah tetap sayang Mamah, mumpung si Yudi kembali tugas seminggu ke Malang!” perintah Ningsih. Kucatat nomer teleponnya dan saya berjanji untuk segera mampir ke Bandung menemuinya, kasihan Ningsihku kesepian dan benar-benar merindukanku. Aku janji untuk mampir hari Jumat sore dengan kereta Parahyangan dan menginap di Hotel Kumala Panghegar. Aku sengaja tidak bawa mobil dan sopirku dikarenakan dapat berabe nanti kalau sopirku tahu saya tetap berhubungan dengan Ningsih.
Pada Jum’at sore saya udah tiba di stasiun kereta api Bandung dan temanku kepala cabang di Bandung udah siap menjemputku di stasiun. “Gila lu Zen, kau rupanya tetap juga berhubungan serupa Ningsihmu itu!” katanya sambil menepuk bahuku, sehabis kita bersua di stasiun. Aku hanya tersenyum saja. Togar Sihombing temanku itu sesungguhnya satu-satunya sejawatku yang tahu jalinan intimku dengan Ningsih, sejak Ningsih tetap jadi sekretarisku. “Hati-hati kamu Zen, di sini kamu kembali bertamu, nanti ditangkep satpam suaminya tau rasa kau!” katanya meledek. Karena rahasiaku dan Ningsih sesungguhnya udah di tangannya, saya tak sungkan-sungkan menghendaki agar Togar dapat jemput Ningsihku dari rumahnya di daerah Pasir Kaliki dan dibawa ke kamar hotelku. Aku suruh dia mengatur segalanya, juga keamanan hotel Kumala Penghegar, agar saya dapat tenang dan santai dengan Ningsihku semalam suntuk, bahkan kalau dapat sampai minggu pagi.
Kira-kira satu setengah jam saya tunggu di kamar hotel, pintu diketuk dari luar dan waktu kubuka pintu kamarku, ternyata Ningsihku udah berdiri sendirian. Dia tersenyum manis dengan lipstik merah tua tipis, kontras dengan mukanya yang putih mulus. Badannya makin lama bersih dan montok, mungkin dampak kandungannya yang jalur dua bulan, agar buah dadanya terlihat makin lama membesar dan pinggulnya makin lama bulat berisi. Terlihat perutnya sedikit membesar dan itu makin lama membangkitkan gairahku. Kata orang, wanita yang tengah hamil dua atau tiga bulan itu tengah cantik-cantiknya dan akan benar-benar menggemaskan laki-laki yang melihatnya, bahkan di dalam keadaan polos. Kuraih tangannya dan kutarik dia ke kamarku. Setelah mengunci kamar dengan double-locked, kupeluk dan kucium dia dengan penuh kerinduan, Ningsih membalas hangat. Kuminta air liurnya seperti biasa saat kita berciuman dan kutelan dalam-dalam ludahnya yang selalu wangi itu. Baru saya tahu untuk menanyakan kawanku Togar, sehabis Ningsih membiarkan ciumanku yang menggebu-gebu agar terengah-engah kehabisan napas.
“Kemana si batak itu?” tanyaku.
“Dia pulang dulu katanya, sehabis mengantar Mamah sampai ke pintu kamarmu”, jawab Ningsih. Tahu betul tuh batak satu.
“Kok, Papah kelihatan kurusan? katanya kembali sambil memandangiku dari ujung kaki ke ujung rambut.
“Masa? mungkin kurus mikirin kamu. Apa khabar sayang? suka ya hidup di Bandung?” dia merebahkan badannya di pelukanku, agar saya terdorong rebah ke ranjang dikarenakan Ningsih makin lama berat badannya.
“Apa kabarnya suamimu? Kok punya isteri cantik ditinggal-tinggal terus”, godaku terlihat lagi.
“Ah, sudahlah, nggak usah nanya dia, namanya juga pegawai rendahan, wajib rela ditugaskan ke mana saja.” Jawab Ningsih.
“Pah, Mamah kangen dan rindu banget deh”, katanya kembali sambil berbalik menindih tubuhku. Oh, Ningsihku makin lama bahenol saja badannya, dan buah dadanya yang makin lama montok menghimpit dadaku.
“Hati-hati dengan perutmu sayang, nanti anak kita kejepit.” Ningsih tak peduli, dia konsisten merangsek dan menciumi semua mukaku dan kupingku agar semua tubuhku merinding dibuatnya.
“Oooohh… Papah, Mamah gemes dan rindu deh!” ujarnya sambil menjulurkan lidahnya yang harum ke bibirku, pasti saja kusambut hangat dan segera menghisap lidahnya dalam-dalam sambil kugigit sayang. Ningsih melotot manja, “aachh… sakiiitt dong Paahh!” Kukulum kembali lidahnya dan kusedot sambil memejamkan mataku, Ningsih jadi melenguh suka sambil sekali kembali menumpahkan liurnya untuk kuhisap dan kutelan dalam. Kubalikkan badannya pelan-pelan dikarenakan Ningsih tengah berisi, dan segera saja kubuka pakaiannya. Ningsih diam saja dengan mata terpejam. Kulempar satu persatu roknya, blousnya, blazernya, dan paling akhir celana dalamnya. Oh, Ningsihku makin lama montok dan menggairahkan. Pahanya, betisnya yang putih bersih, ditumbuhi bulu-bulu halus, pinggulnya makin lama montok berisi dan vaginanya dengan bulu-bulu hitam tidak tebal kemerahan makin lama menggairahkan. Kujilati badannya jadi dari ujung kaki, naik ke betis, paha dan bermuara di selangkangan dan vaginanya. Ningsih jadi menggeliat-geliat kegelian.
“Paahh, ooogghh Mamah rindu jilatanmu seperti ini, oooogghh.” lenguhan Ningsihku baru kembali kudengar sehabis dua bulan tidak ketemu. “Papah membuka pakaiannya dong!” kata Ningsih jadi nggak sabar. Aku segera menanggalkan semua baju yang melekat dan saat CD-ku kulepas, penisku segera mencuat terlihat dengan tegang. Ningsih tersenyum manja dan segera menyergap penisku dengan kuluman mautnya.
“Paahh… Mamah rindu penis iniiii, eeeemmggghh enaakkk Paahh, kok udah assiinn?” Mulutnya menyedot-nyedot penisku sambil mundur maju, saya merasakan kenikmatan luar biasa. Ningsih mengigit-gigit batang penisku yang jadi menegang seperti kayu.
“Maahh, ooogghh teruusss oooggghh, namun jangaann oooghh, keras-keras gigitnya!” saya jadi merem-melek keasyikan. Ningsih makin lama kencang menghisap-hisap penisku sambil memejamkan matanya, waktu buah-dadanya berayun-ayun saat dia menaik-turunkan mulutnya sampai batang penisku masuk semua di mulutnya.
“Paah, udah terlihat lendirnya, asiiiin!” sambil menelan cairan penisku, dan hisapannya makin lama menjadi-jadi di kepala penisku sambil menghisap-hisap lendir penisku. “Eeeemmhh… enaak Paahh.” Aku makin lama merem melek sambil meraih buah dadanya, dan saat tanganku berhasil meraihnya, kuremas-remas buah dadanya yang makin lama kenyal dan kupilin putingnya yang kemarahan seperti buah delima matang. filmbokepjepang.com
“Maahh.. ooogghh… udaahh duluuu yaang, Papah nggak tahaannn… oooghh.” Aku menggelinjang kuat saat hisapannya makin lama asyik di kepala penisku. “Sekarang giliran Mamah yang tidur.” Ningsih telentang pasrah, ke-2 kakinya kurenggangkan, kuusap-usap perutnya yang jadi kelihatan sedikit buncit mengandung anakku. Kubenamkan mukaku di selangkangannya sambil kujilat ke-2 selangkangannya dan dengan cepat kujilat pula lubang duburnya. Ningsih selalu nggak tahan kalau kujilat lubang pantatnya. Dia menggelinjang kegelian sambil merintih. “Aduuuhh, Papah jahaat!” Kumainkan klitorisnya dan lubang vaginanya dengan lidahku dan kukeluarkan ludahku membasahinya agar jadi makin lama nikmat saat kuhisap cairan vaginanya yang udah jadi terlihat bercampur ludahku. Asin, manis dan gurih. Kutelan dalam-dalam. Ningsih jadi menaik-turunkan pinggulnya kegelian.
“Paahh, eeemmggghh.. .. ooogghh, teruuusss… Paahh, lidahnya kayak kontoool.” Dia konsisten melenguh seperti biasanya, dan lenguhannya ini yang tak dapat kulupakan. Lidahku yang tegang makin lama kujulurkan ke di dalam lubang vaginanya, kumainkan klitorisnya dengan lidah digetarkan, Ningsih menggelinjang hebat. Rongga-rongka vaginanya kulumat dan kujelajahi dengan lidahku, waktu bibirku melumat kelentitnya yang memerah.
“Oooooghh… Papaahh… nikmaat… teruuusss Paahh! Ningsih menaik-turunkan pantatnya makin lama tinggi, agar lidahku seperti penis menancap di dalam di vaginanya.
“Aduuhh… Paahh… oooogghh… Paahh, Mamaahh… oogghh… enaakkk!” jadi deh Ningsih melenguh panjang. “Paah, hayo naik deh, Mamah udah nggak tahan, masukin cepet penisnya sayaang!” Ningsih makin lama melebarkan selangkangannya dan meraih badanku. Aku bangun dan menidurinya dengan hati-hati dikarenakan sekarang Ningsih tengah berbadan dua. penisku udah keras seperti batu dan mengangguk-ngangguk gagah melacak mangsa. penis pun tahu bahwa kesukaannya tersedia di depannya, vagina Ningsih sesungguhnya udah tak asing kembali membuat penisku agar begitu bersentuhan saja segera mengeras bukan main. Seperti batu! Dan Ningsih sesungguhnya nggak akan lupa dengan keperkasaan penisku yang jadi dikenalnya sejak dia perawan, untuk pertama kali nikmati penis lelaki.
Kugesekan penisku di pahanya, Ningsih kegelian, dan menambahkan kode agar segera ditancapkan ke vaginanya yang udah menganga, basah, hangat dan jadi menyedot-nyedot melacak mangsa. Kubenamkan kepala penisku sedikit demi sedikit, oh hangatnya vagina Ningsih dan vaginanya jadi bereaksi menyedot-nyedot, empot-ayamnya jadi main. Kutarik kembali penisku, agar pinggul Ningsih turut naik dikarenakan udah tidak sabar ingin melumat penisku. Kubenamkan kembali batang penisku perlahan, Ningsih menaikkan pinggulnya ke atas, agar batang penisku setengah ditelan vaginanya. Pinggulnya diputar-putarkan sambil mengeluarkan jurus “empot-ayamnya” .
“Oooogggghh, Mamaahh… uughhgghh… nikmaattt aduhh.” Desahanku menyebabkan Ningsih makin lama impuls menaik-turunkan pinggulnya, sampai batang penisku makin lama amblas ditelan vaginanya yang selalu saja sempit.
“Paahh tekaannnn Paahh… Mamaahh… oogghh… nikmaattt sekalii.” Pinggul Ningsih dan badannya makin lama bahenol dan seksi, perutnya yang sedikit membesar menyebabkan nafsuku makin lama menjadi-jadi. Kuganjal pantatnya dengan bantal dan saya setengah duduk dengan bersender terhadap dengkul menggenjot penisku terlihat masuk vagina Ningsih yang makin lama naik ditopang bantal agar semua rongga vaginanya terlihat jelas. “Bleeesss… creekkkk…. bleeees… creeekkk, gesekan dahsyat penis dan vaginanya yang empot ayam makin lama ramai saja. Daging vaginanya terlihat seperti terbawa saat kucabut batang penisku saking sempitnya. Dan “empot-ayam” -nya dikeluarkan kalau senggama dengan saya saja katanya, sedang dengan suaminya selalu seperti seperti “gedebong pisang”.
“Paah…, aduuhh, Paahh.., kontoolnya ooghh, Mamaahh… nggaak tahaan… Paahh!” Ningsih seperti nggak ingat tengah hamil, badannya bergetar, pinggulnya naik turun dengan cepatnya, miring ke kiri dan ke kanan merasakan kenikmatan penisku yang perkasa.
“Paahh… ooghh…. eemmghh… oozzzhh… aauugghh… eeemmhh… teruuzshh… tusuuukk…. Paahhghh”, lenguhan itu yang benar-benar kudambakan. Aku seperti laki laki yang benar-benar dibutuhkan Ningsihku, tidak tersedia laki laki lain yang dapat memuaskannya lahir batin.
Aku makin lama gila menyodokkan penisku terlihat masuk vagina Ningsih, kuangkat kaki kirinya ke atas dan kutenggelamkan semua batang penisku sampai jadi mentok di ujung lubang vaginanya.
“Oooogghh… apaahh… uughhzz… Papaahh… nikmaatt… ooghh…. teruss… aduuuuhh… teruuss, Mamaahh… maooo… keluaarr!” Ningsih berteriak-teriak keras sekali sambil semua badannya bergetar dan bergoyang, keringat kita bercucuran seperti habis mandi membasahi sprei. “Paahh, kenapa dicabut?” Ningsih mendelik waktu penisku mendadak dicabut dari lubang vaginanya. Ningsih tersenyum kembali saat kuminta dia menungging, agar kita dapat bermain dengan “doggy style”. Wow, pinggulnya yang putih mulus makin lama berisi dan bahenol saja menaikkan nafsuku makin lama menjadi, saat Ningsih menungging. Kuhisap dan kujilat lendir vaginanya dari belakang, sekalian lubang pantatnya, Ningsih melenguh panjang. Dia sesungguhnya paling geli kalau dijilat lubang pantatnya. “Papaahh…. aduhh…. Mamaahh, nggak tahaan doongg… Cepat masukin penisnyaa!” teriak Ningsih sambil menunggingkan pantatnya, agar terlihat vaginanya yang merah jambu dan sedikit basah itu. Penisku yang kembali tegang-tegangnya kuarahkan ke lubang vaginanya seperti mengarahkan meriam “Si Jagur” siap menembak tank-tank belanda. Dan… “Bleeeesszzhh. ..” penisku menyeruak ke di dalam “gua kenikmatan dunia” Ningsihku. Ningsih kembali melenguh panjang. “Paahh… oooggghh…, teruuss kocookk sayaang!” Aku jadi menarik dan membenamkan batang penisku terlihat masuk lubang vaginanya yang jadi makin lama sempit dan menyedot-nyedot kalau bersenggama dengan “doggy style” kesukaan kita berdua. “Oooggghh… Maahh, Papah enaakkk… ooooggghh… hhzzz… aahzzoogghh. .. duuh…. Maahh… aa… duuhh gilaa… yaangg, teruuss goyaang.. cakeeep!” Ningsih memundur-majukan pantat dan pinggulnya makin lama cepat agar bed kamar hotelku berdeNing-deNing bunyinya. Keringat kita jatuh bercucuran. Nikmat sekali rasanya bersenggama dengan kekasihku tersayang ini. Jiwa raga kita rasanya bersatu-padu.
“Aduuuhh… Papaahh… ooggghh… enaakkk… Paahh, teruusss Paahh genjot… teruuuss… aahh… lebih kenceng, oooggghh… aahhzzzzhh.. . duhh”, badan Ningsih berguncang-guncang keras, goyangan pinggul dan pantatnya jadi menggila dan lubang vaginanya seakan rela melumat habis dan mematahkan batang penisku. Air maniku rasanya udah mengumpul di kepala penisku, siap disemprotkan kapan saja kalau mau, namun saya rela agar Ningsihku dulu yang klimaks agar dia puas. Belum pasti kita dapat ketemu seminggu sekali, padahal dia dulu bilang bahwa kalau kita dapat kawin mungkin dapat berhubungan badan tiap-tiap malam, dikarenakan penisku jadi nikmat sekali rasanya katanya suatu hari sambil melumat lendirku yang terlihat di mulutnya, dan Ningsih nggak geli menelan semua air maniku.
“Paahh… Mamaahh… ooggghh… Paahh… aaduuhh… oggzz… giillaa…. aahh.. ooogghh… Mamaahh…. ooghh… Maauu keluaarrr!”
“Tungguu sayaangg.. Mamaah berbalik dulu telentang lagi”, perintahku, kita udah nyaris meraih orgasme. Kucabut penisku, Ningsih sesudah itu telentang dengan ke-2 kaki dibuka lebar. Vagina dan lubang pantatnya kubersihkan dulu dengan jilatan lidahku penuh nafsu. Kutelan habis cairan vaginanya yang asin, wangi dan gurih itu. Dia menggelinjang sambil bergumam “Aduuuhh, ooogghh, Papah jahaat!” sambil tersenyum manja dan matanya merem-melek. “Cepetan masukin kembali penisnya Paahh, Mamah udah nggak tahan nih!” Aku segera menaiki tubuhnya dengan hati-hati kuatir kandungannya tertekan dan anakku kesakitan. Kuarahkan kembali batang penisku yang udah merah legam seperti batu dibakar untuk siap bertempur sampai titik darah putihku terakhir, demi untuk Ningsihku tersayang. Dan… “Bleeezzzhh” dan Ningsih melenguh panjang sekali “Oooogghh Paahh.. kocookkkhh yangghhzz..” Kutarik cepat penisku sampai kepalanya nongol ke permukaan vaginanya dan sekejap itu juga kubenamkan habis batang penisku ke lubang vaginanya sampai jadi mentok. Ningsih melenguh panjang. “Oooggghh Paahh aduuuhh gilaa nikmaat.” Kucabut kembali batang penisku tiba-tiba dan kubenamkan kembali kuat-kuat ke di dalam vaginanya, dengan style agak miring, sering kadang dari lubang sebelah kanan, sering kadang masuk dari lubang sebelah kirinya, menyebabkan Ningsih terbuai kenikmatan luar biasa. “Ooooowww ooogghh aahh Papahh enaakkhh duhh ampuunnn duuhh ooghhz…. Paahhzz!” teriakannya melengking-lengking , seperti nggak acuhkan kalau tersedia yang dengar. Aku makin lama bernafsu, keringatku bercucuran, penisku jadi makin lama tegang dan rela meledak dan jadi panas sekali seperti gunung rela memuntahkan laharnya. “Maahh.. ooghhzz Maahh Nonooknya gilaa empot ayaamm!”
“Goyaanggg teruusss oogghh yuuu bareeeng keluariiin Maahhggzz!
Kami makin lama menggila saja, saya menusukkan batang penisku dan mencabutnya tiap-tiap “setengah detik” sekali, dan goyangan pantat dan pinggul Ningsih makin lama menjadi-jadi. Tempat tidur makin lama ramai berdeNing-deNing, keringat kita bercucuran seperti mandi sambil bersenggama, atau bersenggama sambil mandi, bercampur jadi satu menaikkan kenikmatan dan rasa menyatu yang bukan main indahnya. Ningsih makin lama menggila, mengelepar-gelepar keasyikan, matanya merem-melek. Kucium dan kulumat semua wajahnya, bibirnya, jidatnya, ludahnya kusedot dalam-dalam. Ningsih menggigit lidahku keras sekali sampai saya menjeNing kesakitan. Itu menandakan Ningsihku rela ejakulasi dan klimaks. Kukuatkan agar cairan air sorgaku nggak muncrat dulu sampai Ningsihku meraih klimaksnya. Tiba-tiba… “Paahh oooggghh aduuuhh Maamah keluuaarr ooghh aduuhh gilaa ooowwwhzz aahh Papaahh.. uuughh uughh uuugghh”, dia sekali kembali menggigit lidahku sampai berdarah barangkali, sambil mencubit keras pahaku, itu sesungguhnya kebiasaannya kalau meregang menghindar klimaks luar biasa. Aku tak acuhkan apa-pun yang dilaksanakan Ningsihku demi kepuasan kekasihku ini. Aku konsisten menggenjotkan penisku makin lama gila dan rasanya udah nggak tahan kembali menghindar spermaku muncrat di vaginanya yang kusayangi. Ningsih udah kepayahan rupanya, katanya vaginanya jadi ngilu kalau dia terlihat duluan dan saya tetap impuls menggenjotkan penisku terlihat masuk vaginanya.
“Cepeeet dooong yaang aach Mamaah capeee”, katanya dan akhirnya… “Ooogghh.. Maahh.. Papah jugaa keluaarrr… ooooghh.. oooghh… oooghh.. Mamaahh… aduuuuhh eemmhhzz! Kami sama-sama meregang, mengejang, mendelik, menggelepar, seakan jiwa raga kita terbang ke angkasa luas nan indah, ke alam surgawi dunia fana entah sampai kapan kita akan memagut cinta, namun rasanya sesungguhnya sukar berpisah. Kupeluk dan kucium Ningsihku yang terkulai suka dengan senyuman tersungging di bibirnya yang merah muda tanpa gincu. Kulumat kembali bibirnya habis-habisan, dia melenguh manja dengan mata tertutup letih sinyal suka yang luar biasa. “Paahh, Mamah cinta… jangan tinggalin Mamah ya sayaang!” Aku mengangguk saja dikarenakan saya pun benar-benar mencintainya. Kemudian Ningsih dan saya rupanya tertidur pulas di dalam keadaan berpelukan mesra dan bugil dan penisku tetap sedikit menancap di vaginanya. Kulihat jam tanganku udah menunjukan jam dua pagi. Hawa dingin kota Bandung dan saat saya tersadar bahwa kekasihku tetap tergolek mesra di pelukanku dengan telanjang bulat, nafsuku jadi bangkit kembali dan penisku sedikit demi sedikit jadi menegang dan keras kembali.
Kubangunkan Ningsihku, dia terbangun kita sama-sama berciuman kembali biarpun belum gosok gigi. Tapi cinta mengalahkan segalanya, sepenuhnya jadi indah dan harum wangi. Ningsih juga sesudah itu terangsang kembali dan kita bersenggama kembali habis-habisan sampai jam empat pagi sampai semua badan jadi lemas dan lunglai. Nggak apa, kita makan apa saja yang menyebabkan tubuh segar kembali dengan memesan ke Room Service. Hari Sabtu pagi sampai siang hari kita konsisten tidur berpelukan mesra, pintu kamar konsisten berstatus “DO NOT DISTURB” dikarenakan tersedia dua sejoli yang tengah memagut kasih, dan sampai Minggu pagi kita konsisten bercinta dan bersetubuh tak bosan-bosannya sampai tujuh kali. Minggu siang kira-kira jam 12.00 Togar mampir sesuai janji untuk mengantarkan Ningsih pulang, sambil mendropku di stasiun kereta api. Oh, setianya Batak satu ini, benar-benar teman sejati dia. Dia hanya cengar-cengir penuh arti saat bersalaman di stasiun dan berpisah denganku. Dari mobil, Ningsih melambaikan tangan dan menempelkannya di bibirnya. “Hati-hati kau bawa dia kawan, dia tengah mengandung anakku, cari jalur yang mulus!” perintahku terhadap Togar. “Siap boss, akan kulaksanakan perintahmu!” katanya tegas. Batak ini sesungguhnya tegas dan kasar, namun hatinya benar-benar lembut dan baik. Sekali kembali saya berpelukan dengan Togar, sebelum akan Kijangnya yang mempunyai Ningsih hilang dari pandanganku.
Aku berjanji terhadap Ningsih untuk sesering mungkin mampir ke Bandung, tak acuhkan apakah si Yudi terlihat kota atau tidak dikarenakan cinta kita begitu indah.