Wanita Lain Pengganti Kekasih Yang Pergi

Wanita Lain Pengganti Kekasih Yang Pergi

Wanita
Wanita Lain Pengganti Kekasih Yang Pergi

kenangan.xyz – Selamat bertemu lagi suhu-suhu sekalian. Mungkin kami telah bertemu di awalnya di tulisan “15 tahun menduda” terima kasih atas apresiasinya sepanjang ini dikarenakan aku boleh studi menulis di sini. Jujur menulish 15 tahun menduda agak menjenuhkan, itulah mengapa kadang2 aku menulish cerita lain. Cerita itu sesungguhnya adalah ide-ide yang mungkin tak sesuai masuk ke cerita 15 tahun menduda. atau sesungguhnya kadangkala saat mandeg, aku menulis beberapa cerita untuk cuman melancarkan kreatifitas. Setelah sekian lama aku pendam berikut ini sebuah cerita baru. Jangan khawatir, 15 tahun menduda dapat selamanya aku lanjut tentunya. Di cerita ini dapat aku coba masukin mulustrasi ya hu supaya bisa membayangkan sosok tokoh utama.
Silahkan nikmati dan mohon sarannya layaknya biasa.

Panas menerjang pinggiran kota Jakarta. Akhirnya setelah seminggu penuh tempat ini diguyur hujan. Aku lumayan suka akhirnya bisa pakai baju lain tak hanya jumper atau jaket-jaket tebal sepanjang seminggu belakangan. Keadaan ini membuatku tak mendambakan cepat-cepat pulang suka rasanya nikmati cahaya matahari yang telah lama kurindukan. Mungkin terkesan berlebihan, namun kalau tubuhku dapat diguyur hujan lagi, mungkin tubuh kurus ku ini dapat tumbang dikarenakan flu atau apapun penyakit yang dapat menyerang.


Kulangkahkan kaki ku yang dibalut celana jins ketat yang sehari-hari ku pakai untuk kuliah, dipadukan bersama dengan kemeja sedikit lebih besar dari ukuran tubuhku. Bagi beberapa kawan-kawan kampus, gayaku sesungguhnya sering dipuji dikarenakan sederhana nan sederhana. Tak sedikit yang memuji style berpakaianku. Penampilanku bisa dikatakan jauh dari kata seksi. Selain dikarenakan sesungguhnya tak berminat, tak ada yang bisa ditonjolkan dari tubuhku untuk kenakan pakaian seksi. Selain itu, aku sesungguhnya tak miliki bakat untuk tampil seksi.

Langkahku berbelok ke sebuah gang, untuk menyingkat perjalanan. di sana ku lihat seorang yang terlampau familiar, jupri. Penjaga kost-kostan sebelah tempat tinggalku yang sering ku pakai untuk mengerjakan beberapa pekerjaan rumah layaknya memotong rumput, atau apalagi cuman ku minta mengecek apakah rumah telah ku kunci.

“Ke mana kamu, pri?” tanyaku ramah. sambil menghentikan langkah. Kami sedikit menyingkir supaya orang-orang di belakangku bisa melanjutkan perjalanan melintasi gang ini.

“Mau ke depan neng, beliin si bapak gorengan. Neng senang nitip?” jawabnya polos, sambil mengintip ke anggota dada ku. Sayang bagi Jupri, kemeja ku kali ini lumayan rapat. Seperti Laki-laki pada umumnya, Jupri sesungguhnya beberapa kali sering mengambil kesempatan. Tapi aku tak dulu keberatan, bagi aku itu tidak penting, dikarenakan dia tak bisa berbuat lebih.

“Aku senang nitip deh, beliin nasi padang di depan. Biasa ya, dua bungkus,” ujar aku sambil merogoh duwit di kemeja putih yang kukenakan. Ku lebihkan supaya dia bisa membeli makanan terhitung untuk nanti malam. Setelah selesai berharap tolong Jupri, aku lagi melanjutkan perjalanan. Beberapa lubang berair masih terdapat di gang, aku beberapa kali berhenti untuk mengambil cara lebih besar supaya sepatu ku tak basah dan kotor.

Sampai di rumah dua tingkat yang sepanjang ini ku tinggali, sebuah mobil telah terparkir di carport. Ku langkahkan kaki ke didalam rumah berikut sambil melepas sepatu dan meninggalkannya di teras rumah. Kutaruh totebag ku di kursi ruang tamu. Ku langkahkan kaki ke arah dapur dikarenakan mendengar ada aktivitas di sana. Kudapati seorang pria bersama dengan celana kolor dan juga kaus oblong tengah memasak mie instan bersama dengan seksama. Tak sadar kehadiranku.

“Duh kamu kok matang sih, aku baru aja nitip jupri membeli nasi padang,” ujar aku sambil memeluk pria berikut dari belakang dan menyimpan daguku di pundak kirinya.

“Tuhkan makan Mie lagi,” ujarku ngambek dan sesudah itu melepas pelukan. Mencubit bokongnya tanda kesal. Pria itu sesudah itu berbalik badan dan mengejarku mengupayakan untuk menangkap. Kejaran itu berakhir saat aku sengaja merebahkan tubuhku di sofa ruang tamu yang sesudah itu segera ditiban. Kami tertawa bersama, beberapa beban di universitas rasanya hilang secara mendadak saat bersama dengan bersama dengan sosok ini. Sambil meniban saat menatapku, ia memajukan wajahnya, menempelkan bibir kami berdua dan kami pun asik berpagutan. Namun sementara kami mendengar pagar depan di geser. Pasti Jupri. Aku segera berdiri dan menghampiri Jupri, kala pria ini lagi ke dapur untuk melanjutkan memasaknya.

Kini kami duduk berhadapan di meja makan yang sesungguhnya cuma untuk kami berdua. Adalah Rian, pria yang mengecupku sedari tadi di sofa. Dia adalah mahasiswa semester akhir di fakultas hukum. Meski demikian, ia masih aktif di beberapa aktivitas kampus, tak hanya dikarenakan sesungguhnya namanya lumayan beken di aktivitas kampus, Rian terhitung mahasiswa berprestasi. Ia sering beberapa kali diajak jadi pembicara untuk kegiatan-kegiatan mahasiswa baru atau cuman jadi moderator di berbagai diskusi universitas khususnya fakultas. Itulah mengapa ia sering mondar-mandir ke universitas meski beberapa orang di angkatannya cuma ke universitas untuk konsultasi skripsi. Kami menjalin hubungan telah satu 1/2 tahun. Semua bermula kala ospek kampus. Tetapi berkenaan pertemuan kami, dapat aku simpan di lain waktu.

Perkenalkan, nama aku Kanya. Mahasiswa psikologi di universitas yang mirip bersama dengan Rian tentunya. Sama layaknya Rian, aku adalah sosok yang aktif di kampus, cuma saja, aku tidak aktif di organisasi yang kebanyakan diikuti mahasiswa. Aku sering ikuti seminar baik skala nasional maupun internasional mewakili kampus. Tertular bersama dengan Rian, aku terhitung dikenal sebagai siswi yang pintar khususnya pengalamanku ikuti sekian banyak penelitian yang ditunaikan oleh dosen. Aku tak jarang dipercaya jadi koordinator mahasiswa saat dosen-dosen mendambakan lakukan penelitian atau aktivitas spesifik untuk masyarakat. Singkat cerita, kami merupakan mahasiswa dan mahasiswi yang berprestasi di kampus, namun sebenarnya, kami mirip saja bersama dengan mahasiswa lainnya di kampus.

Tidak afdol kalau aku tak menjelaskan secara singkat berkenaan tubuhku di forum ini. Mungkin suhu-suhu di sini familiar bersama dengan istilah kutilang? Singkatnya begitu gambaran tubuhku. Tinggiku adalah 171, kira-kira sembilan centil lebih pendek dari Rian kekasihku. Rambutku hitam legam menjuntai hingga se-payudaraku, kala payudaraku sendiri cuma berukuran 34b. Tak bisa memuaskan banyak pihak memang, namun Rian dulu mengaku bahwa ia tak miliki preferensi spesifik berkenaan ukuran payudaraku, ia mengaku suka saja bersama dengan ukuran ku yang apa adanya. Aku miliki tubuh yang putih untuk ukuran orang Indonesia.

“Mata kamu tuh mata sendu, mata minta dikasihani. Tetapi terhitung mata yang membuat nafsu,” kata Rian saat kami tengah berbincang berkenaan apa yang kami suka dari satu mirip lain. Mengenai Rian, ia sendiri merupakan Laki-laki Indonesia pada umumnya. Ia sesungguhnya tak kurus, ia rajin sekali olahraga, namun ia bukan pria yang terobsesi bersama dengan otot. Ia tak dulu membentuk ototnya, ia mendambakan nampak normal saja. Mengenai ukuran penis, aku tak sadar perbandingannya bersama dengan orang lain dikarenakan Rian adalah pria pertama yang menjamahku dan mengambil keperawananku.

Tidak layaknya wanita lain, aku tak bermasalah saat kehilangan keperawanan. Bahkan semenjak SMA, aku telah tau bahwa aku dapat kehilangan keperawanan bersama dengan pacar, bukan bersama dengan suamiku siapa saja itu. Namun sesungguhnya perlu dianggap aku bukan style wanita yang pintar bergaul. Hanya sedikit rekan atau sahabatku. Semenjak kecil, aku pulang pergi diantar supir supaya saat pulang sekolah, segera ke rumah. tak ada main, apalagi saat SMA. Jika sesungguhnya ada acara main, aku pun tentu diantar supir untuk bertemu teman. Juga saat pacaran, orangtuaku berharap supir mengantarkan.

Adalah saat kuliah ini seutuhnya terjadi.

“Aku senang ngomongin soal project,” ujar Rian terhubung omongan. Aku cemberut dikarenakan obrolan ini tak dulu berakhir baik. Pembicaraan ini selamanya berlanjut bersama dengan pertengkaran, pintu-pintu rumah terhitung dapat jadi ungkapan kemarahan kami berdua.

“Jangan cemberut. Cepat atau lambat ini emang perlu diomongin,” lanjut Rian mengupayakan mengecupku kala wajahku melengos. Aku berdiri dan kenakan lagi celana dalamku dan kaus yang sejam lantas kami lemparkan bersama dengan bahagia. aku terjadi bersama dengan cepat turun ke lantai satu dan mengambil minuman dingin di dapur. Rian memelukku dari belakang, ia masih telanjang. Kami sesungguhnya jarang kenakan pakaian sewajarnya saat telah di rumah. layaknya sekarang, aku sering sekali cuma mengenakan celana didalam dan kaos.

“Yuk, diomongin yuk,” katanya lembut.

Rian beberapa bulan yang lantas mengajukan ijin untuk nampak kota didalam kala yang lama. Ia dapat pergi untuk empat bulan lakukan penelitian bersama dengan salah satu dosennya. Kemudian dapat dilanjutkan dua bulan menemani dosen lainnya di pulau lain. Saya yang takut dapat merasa kesepian beberapa kali menolak ide tersebut. Bagi saya, ia perlu pilih salah satu penelitian. Tetapi Rian selamanya membalikan kalau aku berada di posisinya. Konflik ini yang akhirnya membuat kami bertengkar beberapa kali. Alasan aku menolak terhitung dikarenakan tempat yang ia kunjungi adalah lokasi yang masih susah mendapat sinyal. Komunikasi kami tentu dapat terlampau terbatas. Sebagai seorang pacar tentu komunikasi adalah suatu hal yang menyulitkan.

Namun benar apa kata Rian, cepat atau lambat kami perlu terlampau membahas ini. Dan aku rasa ini kala yang tepat. Aku masih bersama dengan pendirianku supaya Rian pilih salah satu penelitian. Rian kala itu bersikeras kalau ia perlu ikut keduanya. Ia beragumen, bahwa ia dapat selamanya pulang ke Jakarta sebulan sekali. Ia terhitung menjelaskan bahwa dosen yang lakukan penelitian adalah dosen pembimbing skripsinya, ia berpikir bahwa peluang ini dapat meningkatkan produktivitasnya didalam membuat skripsi. Di satu sisi aku terlampau marah dikarenakan ia tak senang sedikitpun mendengarkan saya. Tetapi di sisi lain, aku setuju supaya ia cepat merampungkan skripsinya.

Aku terpaksa menyetujuinya bersama dengan berat hati. Dengan segudang syarat. Dengan segala raut muka yang mengkerut. Rian nampak gembira saat aku mengijinkannya. Tetapi ia sadar perasaanku dan coba menutupi rasa senangnya. Ia sesudah itu memelukku. Menenggelamkan tubuhku di didalam tubuhnya. Aku menangis, Rian sesudah itu menenangkanku. Aku terlampau tak siap untuk ditinggalkan berbulan-bulan.

Beberapa jam sesudah itu aku terbangun di sofa. Ternyata saking lelahnya aku menangis, aku hingga ketiduran. Mataku sembab dan merasa kaku. Aku sesudah itu duduk di sofa, Rian nampak masuk dari pintu depan. Ia sesudah itu menghampiriku dan memberi tambahan kecupan. Ia masih tak mendambakan perlihatkan kebahagiannya. Ia sadar apa yang aku rasakan.

“Yuk makan,” kata Rian. Aku terbangun dan sesudah itu makan bersamanya.

“Apa yang dapat kamu kangenin dari aku nanti?” tanyaku sambil bergelendotan ke Rian. Kami lagi di duduk sambil menonton televisi.

“Hmmm apa yah, kamu bangunin aku tiap pagi sih,” jawab Rian sambil mengecup keningku. Ia sesudah itu menanyakan balik berkenaan apa yang aku kangenin dari Rian.

“Nggak ada!” jawabku ketus. Rian tertawa geli. Ia menggelitik pinggangku dan membuatku geli.

“Yakin?? Bakal kangen ini nggak??” ujar Rian lagi sambil satu tangannya meremas penisnya.

“Dasar Mesum! Titit mulu yang diinget!” jawab aku sambil sok-sok marah meski aku akui aku dapat merindukan satu hal yang itu. Hubunganku bersama dengan Rian sesungguhnya teristimewa khususnya di ranjang. Aku adalah wanita pertama yang ia cumbu dan begitupun terhitung sebaliknya. Kami terlampau polos saat pertama kali melakukannya.


“Kamu inget nggak dulu, pas kami main pertama kali? Kamu masukinnya aja bingung” bukaku.

“Inget lah. Terus kami masang kondom aja berdua ya dulu,” balas Rian.

“Hahahaha iya iya. sekarang terhitung pake satu tangan aku bisa. Nggak review lagi,” ujar ku bersemangat.

“Sekarang telah nggak dulu pake kali… ” sanggah Rian yang sesudah itu aku setujui .

“Terus pas darah kamu keluar, kami bengong gitu.” ingatan kami lagi ke jaman itu. Aku terhitung tertawa. Ternyata tak semenyedihkan itu kehilangan keperawanan. Malah sedap kala itu.

“Terus kamu pelan banget nampak masukinnya. Takut aku kesakitan. Padahal aku enak,” nalas ku lagi.

“Iya, konsisten aku cuman lima menit telah keluar,” jawab Rian sambil tertawa terbahak-bahak. Akupun mengingat betul bagaimana ekspresi Rian kala mendapat orgasme pertamanya bersamaku.

“iyaa namun habis itu aku tentu yang nampak duluan hingga sekarang,” puji aku ke Rian soal performanya. Kami berpelukan bersama dengan mesra. untuk beberapa kala aku lupa bersama dengan kepergian Rian yang dapat terjadi didalam kala dekat. Saya tak mendambakan kehilangan pria ini.

“Aku dapat kangen banget pas kamu di atas,” ujar Rian menggoda. Ia meremas payudara ku yang masih terlapisi kaus tipis.

“Terus kalau kamu kangen mirip ini, kamu senang gimana?” bertanya ku menggoda. Aku sesudah itu melepas pelukan, menanggalkan kaus dan celana dalam. Lalu menggoyangkan tubuhku di depannya.

“Aku dapat review foto kamu, konsisten ngocok kaya gini,” ujar Rian yang mendadak berdiri, melepas baju dan celana lantas lagi duduk. Ia mengocok perlahan penisnya yang telah menegang sedari tadi.

“Terus?” tanyaku sambil memutar badanku, menggoda Rian bersama dengan menggoyangkan bokong ke arah penisnya.

“Terus aku bayangin pantat kamu, aku bayangin kami lagi main doggy,” jawabnya sambil mempercepat penisnya.

Aku merasa iba bersama dengan kata-katanya. Aku sesudah itu berlutut di depannya.

“Kalau senang ngocok, pakai sabun ya. Nanti lecet,” ujar aku sambil membasahi penis Rian bersama dengan ludahku. Kujulurkan lidahku yang penuh bersama dengan lidah, menyapu tiap-tiap sisi penisnya.

“Arhhhh masukin yang,” kata Rian memohon. Tanggannya merapikan rambut ku ke belakang. ia memegangi rambutku sepanjang aku mengoralnya. Terus terang aku paling suka di posisi ini. Menurut Rian, kekuatan oral ku bisa membuatnya cepat keluar. Ia apalagi perlu mengupayakan keras untuk tidak kelepasan. Tapi di anggota ini, adalah yang paling penting untuk kami berdua. Karena kalau tak dioral, biasnya Rian dapat selesai bersama dengan cepat. itu yang kami pelajari kala awal-awal kami bercinta dulu.


“Aku dapat kangen banget mirip ini” ujar rian lirih, matanya telah merem tanda ia kenikmatan. Aku masih asik memasukan penis Rian naik turun bersama dengan mulutku. Aku sengaja memainkannya bersama dengan kencang supaya penisnya merasa ditekan. Rian terhitung paling suka saat aku menyedot kepala penisnya…biasanya, saat itu aku lakukan. Rian dapat menghimpit kepala ku bersama dengan keras hingga aku hampir tersedak.

“udah yang,” ujar Rian. Ia tentu dapat nampak sebentar lagi. Aku menghentikan oralku, Rian mengganti posisi, aku diminta duduk olehnya. Mengangkang. Rian giliran mengoralku. Namun perlu diakui, Rian tak terlampau pintar didalam ini, aku tak dulu terpuaskan untuk sesi ini. Hanya sapuan-sapuan singkat di sepinggir vaginaku. Tapa ada tekanan atau permainan di klitoris. Dan yang terpenting, Rian tak dulu lama lakukan ini. Ku pikir, yah setidaknya untuk membuat becek aja. Hehehe

Rian sesudah itu menyudahi permainan lidahnya. Ia berdiri, mengangkat kaki ku dan menaruhnya di bahunya. Aku suka di posisi ini juga, Rian selamanya bisa menghimpit lebih didalam kalau di posisi ini rasanya hingga mentok.

“AHhhh ” erangku saat penis Rian telah merasa memasuki vaginaku. Vaginaku terima baik wujud dan ukuran Rian. merasa penuh dan sesak. Rian tanpa aba-aba segera menggenjotku. Genjotannya membuatku beberapa kali berteriak kecil..

“shhhh ntar anak kostan sebelah denger” ujar Rian sambil memainkan putingku bersama dengan lidahnya. Aku beberapa kali menggelinjang meski belum klimaks. Tubuhku penuh bersama dengan birahi dikarenakan konsisten dihantam oleh penisnya. Penis rian apalagi layaknya tak mendambakan ada rongga tersisa di vaginaku.

“Ahhh sedap yang…aku di atas ya,” ujarku…

Rian tanpa membantah segera mencabut penisnya bersama dengan kasar. Aku meringis kesakitan. Rian duduk di sampingku lantas mengangkat tubuhku untuk ancang-ancang di atas tubuhnya.

“Kamu perlu inget-nget peristiwa ini,” ujarku sambil menciumnya bersama dengan nafsu.

“Pasti yang,” kata Rian. Ia sesudah itu memegangi pinggangku. Sementara aku menunduk menggapai penisnya dan mengarahkanya ke bibir vagina. Ku gesek-gesek ke kira-kira bibir vaginaku supaya bersiap-siap bersama dengan penetrasi berikutnya. Rianpun telah merasa gemas bersama dengan kelakuanku. Tanpa menanti lama ku turunkan tubuhku. Aku mendangak, merasakan bersama dengan penuh nikmat masuknya penis rian senti demi senti. hingga akhirnya pangkal pahaku bertemu bersama dengan pangkal pahanya.

“Memek kamu kenceng banget yang,” ujar Rian sambil menatapku.

“Apa yang yang kenceng?” tanyaku sambil masih memejamkan mata nikmati dinding vaginaku yang secara segera menempel bersama dengan dinding penis Rian.

“Memek kamu Kanya!” aku suka mendengar kata-kata itu.

“Kontol kamu gede sih, membuat jadi seret,” jawabku membakar birahinya.

Aku sesudah itu perlahan merasa menaik -turunkan tubuhku. Ketika turun, kuusahakan kuputar pinggulku. supaya Rian bisa merasakan enaknya goyanganku. Rianpun merasa ngilu tiap-tiap ku turunkan tubuhku. Ketika ku naikkan tubuhku, Rian menaikan terhitung pinggulnya, seakan tak senang penisnya nampak dari vaginaku meskipun cuma sedetik. Sementara saat tubuhku menghimpit tubuhnya, ia terhitung menunjang menghimpit pinggulku bersama dengan tangannya.

“Dulu kamu bisanya cuman maju mundur, sekarang goyang teratur!” goda Rian.

“Goyang kaya gini ya?” Godaku sambil menggoyang pinggul patah-patah layaknya tengah memindahkan persneling mobil.

“Arghhhh sedap banget yang sumpah,” ujar Rian. Akupun suka bersama dengan gerakan itu dikarenakan sesungguhnya itu membuat ku merasa makin lama mentok di tiap-tiap sisi.

Namun jujur aku tak bisa lama-lama memainkan goyangan itu dikarenakan pegalnya bukan main. Aku sesudah itu menaik turunkan tubuhku. Perlahan lantas ke kencang. Kami merasa kelelahan, nafas kami tak teratur. Keringat terhitung telah merasa banjir. Suara pok-pok pok terhitung berkompetisi bersama dengan erangan ku yang telah nampak sejak tadi. Rian terhitung telah menaik turunkan pinggulnya terhitung supaya benturan kami berdua makin lama keras dan berasa.

Kita dapat nampak sebentar lagi, batinku.

“Aku sebentar lagi” ujar Rian.

“Bareng” jawabku singkat masih fokus untuk menaik turunkan tubuhku di atas rian. Gerakan makin lama cepat, nada kami terhitung telah kalah bersama dengan bunyi pok pok pok di pangkal paha kami. Aku telah merasa ada yang nampak sebentar lagi. Penis Rian terhitung telah merasa merasa berdenyut. Menandakan suatu hal dapat nampak sebentar lagi.

“Argghhhh” aku menyerah dahulu. Gerakanku berhenti. Rian masih menggenjotku dari bawah. merasa banyak cairan nampak dari vaginaku. ngilu bersama dengan hantaman penis Rian.

“Aku ke…luar” teriak Rian yang sesudah itu tubuhnya mejadi kaku. Ku rasakan telah tak ada lagi hantaman. Yang ada cuma siraman deras. itu meningkatkan indah orgasmeku yang panjang. Tubuhku ambruk ke dada Rian.

“Inget ini,” pesanku lirh sambil terbata-bata karen ngos-ngosan.

CeritaDewasa