Gairah Wanita Berdada Besar Yang Membara

Gairah Wanita Berdada Besar Yang Membara

Gairah
Gairah Wanita Berdada Besar Yang Membara

kenangan.xyz – Gairah Perawan Bertoket Jumbo. Berperawakan sedang ukuran rata-rata, tinggi tidak, pendek tidak, tidak baik nggak, cakeppun ngga, kulit sawo matang condong hitam agak berminyak, karena profesi sebagai penarik gerobak postur tubuh jadi ideal tanpa fitness, maklum seorang penerik gerobak lebih banyak menggunaka otot ketimbang otak, sehingga secara tidak sengaja otot bakal terbangun bersama dengan sendirinya.

Jam kerja warto jam 3 sore sampai jam 12 malam melayani para pedagang-pedagang pasar membawa barang dagangan atau kastemer membawa pulang barang belanjaan. Dari sekian banyak langganan warto tersedia seorang pedagang sayuran dan bumbu dapur bernama narti yang begitu dekat bersama dengan warto karena kebetulan pangkalan gerobak warto berada didepan counter atau tepatnya lapak dagangan mbok narti. Hubungan bisnis mereka tergolong dekat sampai-sampai pembayaran ongkos gerobak dibayar bulan oleh mbok narti.

Mbok narti berasal berasal dari salah satu desa di indramayu, kulitnya hitam berwajah manis, bersama dengan tinggi sedang tetapi memiliki sepasang buahdada ideal yang sering sebabkan mas warto memandang bersama dengan sudut matanya, ukuran lumayan mantap lebih kurang 34 atau 35. Telah bersuami bernama mas tarsica yang tinggal dikampung mengurus sawah dan bebek hasil berjualan narti di kota.

Narti pun paham jikalau Warto sering melirik kepadanya, tetapi dia tidak begitu mempedulikan lebih-lebih condong makin berani mengekspos bagian-bagian tubuhnya yang sanggup mengundang keinginan birahi Warto, tambah kadang tatapan Warto dan Narti seringkali bertemu yang akhirnya mereka saling senyum tanpa paham arti kejadian tersebut.

Pada suatu pagi Warto mendapat telephone berasal dari pamannya di kampung yang mengabarkan bahwa bude Sakem membutuhkan ongkos untuk berobat karena sakit. Bude Sakem adalah orang yang menbesarkan Warto ketiga dia ditinggal oleh orang tuanya transmigrasi ke Lampung. Warto sebetulnya dekat bersama dengan budenya yang satunya ini karena ia mendambakan membalas jasa budenya. Warto bingung karena kala ini ia tidak memiliki uang. Uang dikantong hanya lumayan untuk makan nanti siang.

Dalam kebingunganya Warto teringat relasinya dipasar yah Narti, ia bakal coba meminjam duit kepadanya, atau paling tidak ia coba meminta bayaran gerobak dimuka sehingga ia sanggup langsung mengirim duit tersebut kebudenya yang sedang sakit di kampung. Bergegas ia menuju rumah petakan Narti yang terdapat di belakang pasar tempat ia berdagang. Kontrakan Narti merupakan rumah petakan kumuh terbuat berasal dari tripleks dan dicet apadanya, rapat dan berhimpatan satu bersama dengan lainnya. Petakan ini sebetulnya umumnya dihuni oleh sesama pedagang dipasar.

Tidak berapa lama Warto tiba dipetakan Narti, keadaan petakan sepi karena jam segini lebih kurang jam 9 sampai jam 11 umumnya penghuni pergi ke pasar induk kramat jati untuk belanja barang dagangan. ceritasexdewasa.org Warto sedikit cemas, jangan-jangan Narti juga pergi belanja ke pasar induk.

Dengan ragu-ragu Warto coba mengetuk pintu petakan Narti, sepi tidak terdengar jawaban, lagi Warto jadi ragu apakah Narti tersedia di petakan. Ia lagi coba mengetuk pintu, tidak juga tersedia jawaban, kala Warto jadi jadi putus asa, terdengar nada penghuni sebelah petakan, seorang nenek tua, ibu berasal dari seorang pedagang di pasar yang juga Warto kenal menjelaskan bahwa Narti sedang mandi di MCK dekat musola lebih kurang 25 meter berasal dari petakan Narti.

”Tunggu aja di dalam mas, mbak Narti sebentar lagi juga selesai” ujar nenek tetangga Narti.
”Baik nek, tak menunggu di sini aja” jawab Warto bersama dengan logat jawanya yang dihaluskan karena menjunjung nenek.

Dengan perasaan galau Warto menunggu Narti, tidak begitu lama Warto menunggu keluar Narti tergopong berlangsung setengah berlari sambil menutupi anggota dadanya yang keluar tercetak dua bukit kembar karena Narti tidak memanfaatkan handuk melainkan memanfaatkan daster tidurnya yang udah tipis lebih-lebih setengah basah kena air kala ia mandi di MCK tadi.

”Weh tersedia mas Warto, tersedia apa mas tumben kesini, tersedia harus sama aku” Narti nyerocos sambil senantiasa bejalan menuju pintu petakannya
”Ya.. mbak.. saya tersedia harus nih” Narti menyuruh Warto masuk kepetakannya, karena ia tidak enak bicara diluar, ia berpikir tidak bisa saja mas Warto pagi-pagi begini kepetakannya jikalau tidak tersedia harus lebih-lebih Narti memandang wajah Warto tampak sedih.
”Ada apa Mas, sepertinya lagi sedih nih” tanya Narti
”Aku butuh duit Mbak budeku dikampung sakit, beliau minta saya mengirim duit untuk ongkos berobat”, mata Warto tidak terlepas berasal dari cetakan dada yang terlalu paham didada Narti.

Dasar, wong lagi bingung kok matanya senantiasa ke ”susuku” pikir Narti.

”Sakit apa” Narti coba menyakinkan, bersama dengan tidak mengupayakan lagi menutupi cetakan susunya layaknya tadi kala ini berlari berasal dari MCK menuju petakannya.

Pikirnya toh mas Warto sering juga menatapnya pada kala ini berdagang.

”Saya nggak tau, tetapi mereka meminta saya mengirim duit untuk berobat, mba boleh saya minta bayaran gerobak untuk bulan depan mbak” bersama dengan setengah menunduk Warto mengungkap maksudnya kepada Narti.
”Mas Warto butuh berapa” tanya Narti
”Ya sejumlah bayaran upah saya aja, mba, 185 ribu” jawab Warto bersama dengan tetap senantiasa menunduk.
”Sebentar ya mas” Narti beranjak ke balik hordeng biliknya, entah apa yang bakal ditunaikan Warto bertanya-tanya

Sejenak Warto sanggup menilik benda-benda yang tersedia di petakan Narti, sebuah termos, 2 buah gelas kaca yang udah tidak bening lagi, sebuah kasur butut dan radio kecil dan juga sebuah changer hp tetap menempel di stop kontak. Dan apa itu, sebuah BH dan celana dalam yang rendanya jadi terurai benangnya milik Narti tergantung di jemuran di dalam petakan, bisa saja malu jikalau di jemur di luar.

Warto mengetahui BH tersebut karena sering digunakan oleh Narti.”Ini mas 200 ribu, saya buletin uangnya, sekalian saya menunjang mas yang lagi ketimpa musibah, mudah-mudahnya bude Sakem cepat sembuh” nada Narti mengejutkan Warto yang sedang browsing sekitang petakan Narti.
”Aduh menerima kasih mbak” mata Warto bersinar-sinar karena Narti mau menolongnya.

”Uang ini saya titipkan pada Yanto, tukang ketoprak tetangga kampungku yang kebetulan nanti sore bakal pulang kampung”.
”Ya udah cepat sana, nanti keburu Yanto tidak ada” ucap Narti
”Tanpa ba-bi-bu Warto langsung kerumah Yanto, situkang ketoprak yang bakal pulang kampung.

”Yan… ini saya titip bikin bude Sakem yang sedang sakit 190 ribu rupiah, yang 10 ribu untuk nambahin ongkos kamu, sekalian salam dan katakan saya belum sanggup pulang ”Adalah jadi rutinitas dilingkungan Warto, saling menitip duit misalnya tersedia seorang kerabat, tetangga kampung atau rekan yang bakal pulang kampung. Warto juga udah sebagian kali dititipi oleh Yanto. Memang mereka tidak mengenal terdapatnya transfer duit lewat bank.

”Baik nanti saya sampaikan To… wis anda ndak usah bingung, semoga nggak tersedia apa-apa” ucap Yanto.

”Terima kasih To..hati-hati ya.” Warto berucap sambil permisi kepada sahabatnya yang udah mau menerim titipan duit darinya untuk bude yang sedang sakit dikampung.

Kembali terbayang wajah bude Sakem, wajah yang teduh dan mau mengurus dan menganggapnya sebagai anak, wajah yang penuh kedamaian. Bagiamana budenya mengajarnya tiap tiap malam, bagaiamana budenya menemani kala ia makan, semua lagi terbayang. Tapi karena aspek usia, kala ini beliau sedang tergolek lemah di kampung.

Tiba-tiba ingatannya lagi ke Narti, ia belum mengucapkan apa-pun kepadanya lebih-lebih menerima kasih sesudah ia jadi dewa penolong baginya. Warto lagi menuju petakan Narti, untuk mengucapkan menerima kasih atas pertolongan yang udah ia berikan.

Tidak berapa lama Warto udah tiba dimuka petakan Narti, Warto langsung menyeruak masuk tanpa mengetuk lebih dulu. Terbelalak Warto memandang panorama yang keluar di dalam, kala itu Narti sedang mengeringkan badannya bersama dengan daster tipis sebagai pengganti handuk. Narti hanya memanfaatkan handuk untuk menutupi kemaluannya, sedangkan dua buah bukit kembarnya tertutup BH warna putih condong udah jadi cream yang tampaknya tidak sanggup menampung isinya. Warto tidak pernah memikirkan jikalau payudara Narti begitu indahnya besar, putih dan tetap layaknya orang belum bersuami, bisa saja karena jarang disentuh oleh suaminya

Mereka berdua terkesima, Warto terbelalak memandang panorama tersebut sedangkan Narti hanya diam seribu basa karena tidak tau apa yang harus dilakukannya.

Tiba-tiba ke-2 mata mereka saling bertemu satu bersama dengan yang lainnya, saling bertatapan bersama dengan senantiasa tanpa suara, kala itu naluri sebagai manusia yang bicara, Warto mendekat kala Narti tetap senantiasa diam tanpa bahasa, kala bibir Warto jadi mendekat lebih-lebih dekat sekali ke kening Narti.
.
Narti merasakan hembusan birahi Warto, akhirnya ia merasakan sebuah ciuman lembut mendarat dikeningnya, ia memejamkan mata tak tau harus menikmati atau apa yang harus ditunaikan sementara, karena lembutnya kecupan Warto, birahinyapun jadi terusik, lebih-lebih sesudah kecupan Warto turun ke pipi kemudian tetap turun menelusur sampai sampai pada bibirnya.

Hangat sekali kecupan Warto, kecupan yang sebetulnya udah lama tidak ia rasakan, lidah Warto lincah bermain di dalam mulutnya yang mau tidak mau mengundang hasratnya untuk melayani permainan lidah dan bibir Warto.

Tangan kanan Warto jadi menelusuri anggota belakang Narti yang sebetulnya tidak terbungkus apa-apa hanya seutas tali BH yang tetap menggantung disana, diusapnya lembut pinggung dan pantat Narti, kemudian tangan kirinya jadi menelusur diperut Narti sehingga mengundang sensasi yang tidak terkira bagi pemiliknya

Ehhhh…………..Narti berguman menikmati usapan dan belaian dan juga kecupan bibir Warto, dilengkapi lagi tangan kiri Warto makin mendekati dua bukit kembar miliknya yang tetap terbungkus BH, sensasi yang dirasakan makin nikmat. Tangan kanan Warto naik berasal dari pantat menuju pengait tali BH Narti dan bersama dengan sentuhan halus, BH itu udah terlepas dan meluncur turun sampai tertahan oleh handuk penutup kemaluan Narti.

Tampaklah oleh Warto dua bukit kembar milik Narti yang kini bebas menggantung tanpa penghalang. Warto makin bersemangat berasal dari pada awalnya mengusap, membelai kemudian kini udah sampai pada langkah meremas, apa saja yang ia remas pantat, perut, pinggul sampai payudara Narti tidak luput berasal dari remasannya. Hal ini makin memuat Narti tidak berdaya, ia terlalu dimabuk nafsu yang dibangkitkan oleh Warto seorang penarik gerobak langganannya. Ia tidak ingat lagi suaminya dikampung, ia lupa segalanya.

Sedikit demi sedikit Warto mendorong tubuh Narti ke arah kasur butut milik Narti yang hanya menurut saja oleh motivasi tubuh Warto sampai ia turunkan tubuhnya dan duduk dikasur. Warto ikuti gerakan Narti menuju tempat tidur mulutnya kini bermain lincah memainkan puting susu Narti. Seakan tidak bahagia hanya mengecup dan mengisapnya tanggan kirinyapun turut menunjang meremas-remas bukit kembar milik Narti.

Dengan motivasi Warto kini tubuh Narti udah tergolek dikasur tanpa penutup dada hanya handuk yang tidak sanggup lagi menutupi kemaluannya karena tersingkap oleh gesekan-gesekan tubuh mereka.

Kebiasaan Narti, sesudah mandi ia hanya memanfaatkan handuk sebagai penutup barang miliknya yang paling miliki nilai tanpa celana dalam, sedangkan anggota dada hanya dibungkus BH (mending BH-nya bagus). Kebiasaan kenakan pakaian layaknya ini sering ia melaksanakan sambil beraktivitas di petakannya.

Kebiasaan layaknya ini memudahkan Warto untuk melaksanakan aksinya. Kembali ia mengecup bibir Narti yang sebetulnya udah menunggu aksi Warto berikutnya. Gejolak birahi yang dirasakan langsung menghempas segalanya. Statusnya sebagai istri berasal dari Tarsica seorang petani dan pemelihara bebek di kampung tidak lagi ia ingat. Apalagi tangan kanan Warto jadi mengakses handuk lusuh satu-satunya yang tetap ia Mengenakan sebagai penutup kemaluannya.

Dengan sekali tarik, tampaklah oleh Warto kemaluan Narti dihadapannya, rambut kemaluan yang tebal berwarna hitam tampak acak-acakan tak terawat menutupi bibis vagina milik Narti. Pantulan sinar matahari yang menerobos lewat celah dinding petakan Narti menunjang menambahkan penerangan bagi Warto untuk sejenak mengamati kemaluan Narti. Ia takjub bersama dengan Narti kemaluan Narti yang tampak menonjol identik kue apem yang adonananya sempurna.

Narti agak risik memandang Warto memandang vaginanya layaknya hendak memandang seluruhnya, tak habis akal tangan Narti mengapai tonjolan diselangkangan Warto yang sebetulnya sejak tadi menuntuk untuk dijamah, sejenak Warto terhenyak sejenak kala tangan Narti mendarat dikemaluannya, tetapi perihal itu tidak terlalu lama, karena kenikmatan dan sensasi yang ia rasakan amatlah menghanyutkan, lebih-lebih Narti jadi coba memasukkan tangannya kedalam celana Warto. Warto tak sabar langsung ia memelorotkan celana sekaligus CD-nya, sehingga kenikmatan yang ia rasakan makin terasa. Kaos berlambang salah satu Caleg Partai spesifik yang ia memanfaatkan juga tak luput ia lepaskan

Tampaklah oleh Narti tubuh hitam, kekar karena sering menarik gerobak sayur milik Warto mengkilap karena keringat dan torehan sinar matahari. Belum hilang rasa takjub Narti pada kekekaran tubuh Warto, ia merasakan suatu hal menyentuh kemaluannya, yah tangan Warto jadi mengusap rambut kemaluan Narti yang tidak mengyangka bahwa seorang penarik gerobak membawa gaya bercinta yang romantis tidak layaknya suaminya dikampung, cek-ecek-ecek udah boro-boro tersedia pemanasan, terlalu terburu-buru, maklum katanya ia harus memandang aliran air disawah, apakah bendungan yang ia bikin sanggup mengalir keseluruh anggota sawahnya bersama dengan sempurna. Jangankan orgasme bagi Narti kadangkala terangsang pun belum. Lain halnya bersama dengan Warto yang rada sabaran dalam memacu birahinya.

Tidak bahagia hanya bersama dengan membelai Warto jadi menusuk-nusukan jari manisnya kevagina Narti yang udah basah oleh cairan birahinya, hangat dan licin yang dirasakan Warto. Ehh…ehh…Narti meracau merasakan kenikmatan sentuhan tangan Warto ke dalam kelaminnya. Warto tetap beraksi sampai ia tak tega memandang Narti meracau tidak menentu, mengelengkan kepalanya kekanan dan kekiri karena nikmatnya, lebih-lebih tangan Narti beraksi dikemaluan Warto jadi tidak menentu kadang mengusap kadang menggosok kadang memencet.

Disamping itu birahi Wartopun udah meninggi, akhirnya entah siapa yang mengawali Warto yang motivasi menindih tubuh Narti, atau Narti yang tak sabar menarik tubuh Warto untuk langsung menindih dan memasukkan alat kelaminnya kedalam kemaluannya. Tangan Narti senantiasa dikemaluan Warto untuk langsung membimbingnya menuju lubang vaginanya, Sejenak Warto menggosok-gosokkan kemaluan miliknya ke vagina Narti.

Narti mengangkat pantatnya tinggi-tinggi, Warto menusukkan kemaluannya… blesss…blesssssssssssss…Narti menggit bibir merasakan kenikmatan kemaluan Warto meluncur kekemaluannya yang sebetulnya udah lama tidak dijamah oleh suaminya karena ia lama tak pulang kampung. Biasanya sebulan dua kali atau tiga kali ia pulang, tetapi udah dua bulan ini ia belum sanggup pulang kampung, karena pasar sedang ramai menjelang pemilu.

Hampir semua kemaluan Warto membenam di vagina Narti, sejenak mereka terdiam, masing-masing merasakan nikmatnya bersenggarama. Bagi Warto ini adalah kenikmatan yang tak terhingga yang pernah ia rasakan, karena selama ini paling-paling hanya sabun mandi, tetapi karena udah sebagian kali lihat film biru bersama-teman sesama penarik gerobak, atau pengalaman mengintip tetangga disekitar tempat ia mengontrak rumah dan karena nalurinya ia sanggup menggerakkan peran bersama dengan baik.

Selang sebagian kala mulailah Warto menaik-turunkan tubuhnya menindih tubuh Narti, bunyi kecipak karena beradunya kelamin mereka dan dengusan nafas keduanya makin tingkatkan sensasi bagi mereka. Suasana pagi menjelang siang, di mana matahari keluar jadi meninggi makin tingkatkan suhu dalam petakan Narti dan sekaligus tingkatkan gejolak birahi mereka. Memang seputar petakan Narti pada jam-jam layaknya ini jadi lebih sepi, karena sebagian besar anak-anak sedang bergelut bersama dengan kesibukan sekolah, kala orang tua mereka yang umumnya para pedagang dipasar, sedang belanja barang daganganya, paling-paling hanya sebagian anak yang belum sekolah yang tinggal dirumah atau sperti nenek tadi yang berikan paham Warto bahwa Narti tersedia di dalam petakannya.

Mas…mas..mas… ehm..ehh..ehh desahan Narti makin tidak menentu, perihal ini makin memacu birahi Warto, berasal dari pelan kemudian sedang kemudian cepat secara berulang-ulang Warto menghujamkan kelaminnya kedalam vagina Narti. Uhg..uhg..mba..mba..Warto jadi menimpali desahan Narti diiringi bersama dengan dengus nafasnya laksana banteng ketaton.

Terasa oleh Warto Narti mengangkat tubuhnya makin tinggi dan gerakan kepalanya kekiri dan kekanan makin cepat dilengkapi lagi bersama dengan desahannya yang makin tidak menentu, menandakan puncak birahinya bakal langsung tercapai. Mas…mas..aku..aku..ahhhhhhhhh. akhirnya meletuslah lahar birahi kenikmatan Narti. Kedua tangganya menarik kencang tubuh Warto sehingga menghimpit tubuhnya sambil menjerit perlahan menandakan kenikmatan yang tiada terkira.

Sementara Warto juga jadi merasakan hasratnya bakal langsung terpenuhi, bersama dengan kecepatan maksimal ia mamacu menaikturunkan tubuhnya menindih tubuh Narti yang keluar tak berdaya sesudah mengalami orgasme. Keringat mengucur deras hari tubuh hitamnya eh..eh..ehhhhh saya keluar mba…ahhhh. Tak terbayangkan nikmat yang dirasakan Warto, jadi berasal dari ujung jari kaki sambil keubun-ubun ia rasakan, sejenak ia terdiam bersama dengan senantiasa menindih tubuh Narti yang juga turut menikmati semburan sperma Warto di rahimya. Nafas Warto tidak menentu, semua tenaganya terkuran diakhir permainan tadi.

Keduanya keluar terkulai lemas, sesudah menikmati permainan mereka, Narti keluar terdiam kala Warto tidak tau apa yang harus ia ucapkan. Akhirnya keduanya tertidur bersama dengan tubuh tetap telanjang tanpa sehelai benangpun.

Narte…Narte….Narte…sayup-sayup Narti mendengan seorang memanggil namanya, antara paham dan tidak paham sperti bermimpi. Narte…Narte….Narte lagi terdengan nada panggilan bersama dengan logat Batak yang kental, keduanya terbangun Narti tersentak begitu juga bersama dengan Warto.

Setelah berulang kali barulah Narti bangun mengakses pintu petakan tempat tinggalnya, bersama dengan pakaian sekenanya, yakni kain jarik panjang yang biasa digunakan untuk membawa dagangannya, rupanya si Butet yang datang hendak menagih duit cicilan yang harian utang Narti kepadanya. Butet layaknya bank keliling dipasa tempat Narti berdagang, ia meminjamkan sejumlah duit kepada para pedangan dan dicicil tiap tiap hari, minggu atau bulan tergantung perjanjian, jangan tanya soal besaran bunga, pasti lebih besar berasal dari bank, tetapi para pedangan lebih bahagia ke si Butet ketimbang ke Bank, karena prosedur mudah, cepat dan tidak harus KTP, KK dan Slip Gaji (he..he.. pengalaman kredit di bank nih).

Ia menyodorkan duit Rp. 15.000 kepada si Butet.

”Siang-siang begini rupanya tidur kau” seru Butet tetap bersama dengan logat yang Batak yang kental.

Narti hanya tersenyum sambil lagi menutup pintu, meninggalkan kebingunan Butet.

”Bah…malas kali kau rupanya” omel Butet.

Lain perihal bersama dengan Narti, sejenak ia lagi ketempat mereka bertempur tadi, dikasur tipisnya tidak lagi ia temui Warto, tetapi hanya sebuah kaos kucel dan kusut berlambang caleg masih, kemanakah gerangan Warto. Belum hilang kebingungan Narti, Warto keluar berasal dari belakang lemari plastik bergambar kembang yang udah bolong disana-sini milik Narti. Rupanya Warto bersembunyi disana kala tadi si Butet datang, ia takut kalau-kalau butet melihatnya sedang berada di patakan Narti, pasti kacau urusan.

Narti memandang Warto yang keluar berasal dari balik belakang lemari bersama dengan pakaian setengah telajang dan paham keadaan tubuhnya yang tetap tanpa mengenakan penutup jikalau jariknya. Barulah ia paham bakal apa yang terjadi, ia udah menghianati suami, udah menyerahkan suatu hal yang seharunya hanya ia berikan kepada suaminya tidak kepada Warto, menunduk ia sambil menangis.

Sementara Warto tidak tau apa yang harus dilakukan,

”maafkan saya mbak…maafkan aku, hanya itu yang keluar berasal dari mulut Warto. Narti tetap saja tertunduk sambil menangis, keduan tangannya di tempatkan diatas pahanya. ”Kamu nggak salah Warto, saya yang salah”. Keduanya lagi terdiam.

Warto coba lagi menbangun kekakuan keadaan bersama dengan datang ke Narti dan membelai rambutnya, lembut sekali warto melaksanakan itu, berulang-ulang tangannya mengusap rambut Narti, pundak dan belakang tubuh Narti yang duduk menggeloso dilantai.

”aku minta maaf mba” sekali lagi Warto berucap lirih.

Narti menjatuhkan kepalanya didada Warto sambil mengangkap kepalanya dan berucap sama sperti yang ia ucapkan tadi.

”Kita sama-sama bersalah Warto” tambahnya.

Seksi sekali bibir Narti kala mengucapkan itu dimata Warto, mendambakan sekali ia mengecup bibir seksi itu, tetapi ia tetap ragu karena Narti tetap menenteskan air mata. Sementara belaian tangan warto di kepala pundak dan belakang tubuhnya lagi mengusik birahi Narti yang sebetulnya udah lama tidak tersentuh suaminya. Setan tetap menggoda membisikkan kata-kata birahi kepada keduanya.

Akhirnya Warto tak tahan bersama dengan keadaan bersama dengan yakin ia mengecup bibir Narti, lebih-lebih ia merasakan tersedia reaksi di bibir dan tubuh Narti, Warto makin berani usapan pada tubuh anggota belakang belakang sampai kebelakang telinga, mau tidak mau membangkitkan lagi keinginan seksual Narti, ia sedikit beringsuk kekiri meluruskan tubuhnya sampai berhadap-hadapan bersama dengan Warto sambil senantiasa menerima rangsangan berasal dari bibir Warto, tangannya jadi mencari apa yang harusnya ia lakukan, mencari suatu hal diselangkangan Warto yang sebetulnya udah lagi terbangun dan siap beraksi.

Tegang dan keras dan juga mengkilap dibagian kepala sesaat ia mengambil pandang kala Warto mengecup bibirnya. Warto agak terkejut dan sedikit mengangkat pantatnya manakala tangan Narti menyentuh kelaminnya. Kini kecupannya tidak lagi di bibir Narti tetapi udah kepipi kemudian turun keleher dan sampailah pada anggota atas dada Narto, tetap turun di antara dua bukit kembar milik Narti, tangan kirinya capai buah dada Narti sebelah kiri kala mulutnya mengecup halus puting susu Narti sebelah kanan sambil menjilat dan mengigit secara lembut.

Narti mendorong tubuhnya kemuka kala tangan kirinya merapatkan kepala Warto dan menyodor ke-2 payudaranya. Tenggelam wajah Warto di dada Narti, kala tangan Narti makin keras mengenggam penis Warto sambil turus menaik-turunkan tangannya mengusap dan mengocok penis Warto. Beberapa lama aksi ini mereka lakukan, sampai akhirnya terdengar nada Narti

“mas…mas…mas Warto sekarang, saya nggak tahan”. Narto menrorong tubuh Narti ke kasur tipis bersama dengan kepalanya senantiasa payudara Narti, yang ikuti gerakan Warto menidurinya.

Penis Warto yang udah menegang maksimal kala vagina Narti udah basah kuyup sejak sesekali tangan Warto menjamahnya, ringan bagi Warto memasukkan penisnya ke vagina Narti, hangat ia rasakan menjalar dibatang kelaminnya. Sejenak berhenti, kemudian maju dan mundur secara mempunyai irama Warto menggenjot Narti. Sementara Narti begitu menikmatinya, kain jarik menutup tubuhnya tadi udah tak paham entah kemana, nikmat sekali ia rasakan sodokan Warto dikelaminnya, terus…terus…terus…ahh..ahh, ia mendesah tak teratur.

Birahi yang dibangkitkan Warto lewat penis, kecupan pada bibir dan payudara dan juga usapan pada belakang telinga dan bisikan-bisikan mesra yang diucapkan Warto sebabkan Narti makin mendekati puncak kenikmatan, ahh..ahh..ahhh..aku mau ssssaampaai..terusssss, makin tidak karuan ucapan Narti. Hingga akhirnya meledaklah birahi Narti diiringi bersama dengan makin maksimalnya hujaman-hujaman penis Warto yang juga bakal sampai pada puncaknya.

Ahhhhhhh ….bersamaan mereka capai keinginan birahinya, nafas ke-2 memacu tak karuan sementaram keringat mengucur berasal dari ke-2 tubuh mereka, Warto tetap menindih tubuh Narti, kala ia paham bahwa ia harus langsung bekerja manarik gerobak sayurnya, kala Narti juga tersadar bahwa ia harus langsung kelapak dagangnya. Akhirnya kala menghentikan pertempuran mereka sebelum keluar berasal dari petakan Narti, Warto tetap sembat mengecup bibir dan mengusap payudara Narti. Sementara Narti terseyum sambil memegang ke-2 payudaranya menyuguhkan kepada Warto seakan menantang.

Sejak kejadian itu mereka, sebagian kali lagi mengulanginya tiap tiap tersedia kesempatan, kadang di petakan Narti, kadang ditempat Warto, lebih-lebih mereka pernah melakukannya di rel kerata api dilakang pasar tengan senantiasa berpakaian.

Pernah suatu kala keinginan Narti begitu menggebu, kebetulan pasar udah jadi sepi karena udah jam 1 dini hari, ia mengirim pesan pendek kepada Warto untuk langsung menjumpainya ditempat ”biasa”.

CeritaDewasa